Thursday, March 17, 2016

TAFSIR SURAH AL QASHASH AYAT 76-77
Mata Kuliah “Tafsir Ayat Ekonomi”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu
Dosen Pengampu : Faqihuddin Abdul Qadir, MA




NAMA   : JAENUDIN
NIM    : 1414231057

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA  ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
1437 H / 2016 M

Tafsir Surah Al Qashash Ayat 76-77
 * ¨bÎ) tbr㍻s% šc%Ÿ2 `ÏB ÏQöqs% 4ÓyqãB 4Óxöt7sù öNÎgøŠn=tæ ( çm»oY÷s?#uäur z`ÏB ÎqãZä3ø9$# !$tB ¨bÎ) ¼çmptÏB$xÿtB é&þqãZtGs9 Ïpt6óÁãèø9$$Î/ Í<'ré& Ío§qà)ø9$# øŒÎ) tA$s% ¼çms9 ¼çmãBöqs% Ÿw ÷ytøÿs? ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûüÏm̍xÿø9$# ÇÐÏÈ  
“ Sesungguhnya Karun adalah Termasuk kaum Musa[1138][1], Maka ia Berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri"[2]
Kelompok awal ayat-ayat surah ini berbicara tentang Musa dan Fir`aun. Disana di paparkan kekuatan dan kekuasaan serta bagaimana keduanya berakhir dengan kemusnahan saat dibarengi oleh kedurhakaan dan penganiaayan serta kejauhan dari  hidayah Allah. Kini melalui kelompok ayat-ayat ini, ditampilkan kisah Qarun dengan memaparkan kekuatan harta dan pengetahuan yang juga berakhir dengan kebinasaan saat disertai oleh kedurhakaan dan keangkuhan.
Kisah ini ditampilkan sebagai peringatan kepada kaum musyrikin Mekkah yang menindas kaum Muslimin antara lain disebabkan oleh kekayaan yang mereka miliki. Disisi lain, mereka percaya bahwa kekayaan adalah pertanda keterbebasan dari siksa. Mereka misalnya berkata: “ kami mempunyai harta dan anak-anak lebih banyak (daripada kamu) dan kami sekali-kali tidakakan disiksa” (QS. Saba` [34]: 35). Nah, dari sisi ayat-ayat yang berbicara tantang Qarun ini ditampilkan untuk membuktikan kekeliruan mereka.
Ayat diatas memulai kisah Qarun, tanpa menyebutkan kapan dan dimana peristiwa yang akan diuraikan ini. Kapan, siapa dan mana pun, yang jelas inilah akibat buruk yang dapat dialami oleh si kaya yang angkuh. Allah SWT berfirman: Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Nabi Musa yang hidup semasa dengan beliau dan konon adalah termasuk paman Nabi Musa. Kendati demikian  yakni dari keluarga Nabi yang terhormat ia durhaka lalu serta merta ia berlaku aniaya terhadap mereka yakni dia melampaui batas dalam keangkuhan dan penghinaan terhadap Bani Isra`il ia adalah seorang yang Kami Anugerahi nikmat dengan memasukanya kedalam kelompok Nabi Musa, dan kami telah menganugerahkan pula kepadanya tumpukan harta yakni gudang-gudang tempat penyimpanan harta yang kuci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. Itu baru kuncinya, adapun harta kekayaanya, maka tidak mungkin dapat dipikul oleh orang yang sangat banyak pun.[3]
Setelah ayat ini di jelaskan sebab keangkuhanya, kini ayat di atas yang menguraikan sikap beberapa orang dari Bani Isra`il yang menasihatnya yakni ketika kaumnya berkata kepadanya:” Hai Qarun, janganlah engkau terlalu bangga dengan harta kekayaan yang engkau miliki, kebanggan yang menjadikanmu melupakan Allah yang menganugerahkan nikmat itu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai yakni tidak memperlakukan perlakuan kekasih yang dikasihnya terhadap orang-orang yang terlalu membanggakan diri lagi mantap kebanggan itu dalam kepribadianya.”  
Dalam perjanjian lama, bilangan XVI: 1, Qarun dinamai Korah dan disebutkan bahwa ia bersama dua temanya mengajak orang-orang untuk memberontak terhadap Musa, dan pada akhirnya “terbelahlah tanah dibawah mereka dan bumi membuka mulutnya dan menelan mereka dengan seisi rumahnya dan dengan semua orang yang ada pada Korah dan dengan segala harta milik mereka (XVI: 31:32)
Firma-Nya: (من قو م مو سى  mi( min qaumi Musa / termasuk kaum Musa, bukan dengan menyatakan min Bani Isra`il / termasuk kelompok Bani Isra`il, mengesankan adanya hubungan khusus antara Musa dengan Qarun hubungan tersebut adalah hubungan kekerabatan. Begitu kesan yang diperoleh Ibn Asyur. Penggunaan kata ini masih menurut Ibn Asyur merupakan sindiran juga kepada keluarga Nabi Muhammad SAW. Yang enggan beriman dan berlaku aniaya terhadap beliau.
Kata (فبغى) fabagha terambil dari kata (بغى)  bagha yang berarti menghendaki. Kata ini kebanyakan digunakan untuk kehendak yang bersifat sewenang-wenang dan penganiayaan. Dari sini, ia diartikan melakukan agresi, pemusuhan dan perampasan hak. Kejahatan dimaksud dapat mencakup banyak hal, bermula dari pelanggaran terhadap ketentuan agama dan peraturan yang berlaku dan dihormati  sampai kepada penghinaan dan pelecehan terhadap orang perorang dalam masyarakat. Huruf fa pada awal kata tersebut mengisyaratkan terjadinya kesewenangan itu secara tepat dan serta merta tanpa dipikirkan oleh yang bersangkutan.
Kata (الكنو ز) Al- Kunuz adalah bentuk jamak dari kata (الكنز)Al-kanz yang terambil dari (كنز) kanaza yang berarti menumpuk harta sebagian di atas sebagian yang lain. Al Baqai memahami kata Al-kunuz dalam arti harta benda yang terpendam dalam tanah. Karena itu ketika menafsirkan ayat ini, Al baqai menambahkan setelah penjelasan itu bahwa “Disamping hartanya yang Nampak dipermukaan yang ia persiapkan untuk dinafkahkan menghadapi keperluan yang boleh jadi timbul.
Kata (مفا تحه) mafatihahu adalah bentuk jamak dari kata (مفتح) miftah yang berarti kunci / alat yang digunakan membuka sesuatu, atau yang popular juga disebut (مفتا ح) miftah, walaupun sementara ulama menilai kata yang popular itu buka kata yang fasih. Dan juga yang berpendapat  bahwa kata (مفا تحه) mafatihahu berarti gudang-gudangnya. Tetapi pendapat ini sangat lemah. Karena berapa banyak lah isi gudang kalau hanya dipikul oleh beberapa orang yang kuat, padahal ayat ini bertujuan menginformasikan limpahan karunia Allah yang tidak disyukuri oleh Qarun.
Kata (لتنو ء) latanu`u terambil dari kata (نا ء) na`a yang berarti bangkit memikul tetapi dengan sangat berat dan dilukiskan oleh sementara pakar bahasa sebagai sampai yang memikulnya miring.
   Kata (العصبة) al-ushbah adalah sekelompok orang  yang menyatu dan dukung-mendukung. Berbeda-beda ulama dalam menetapkan jumlah mereka. Ada yang berpendapat dari tiga sampai sepuluh, ada juga dari sepuluh sampai dengan lima belas atau dari sepuluh sampai empat puluh orang. Berapa pun jumlahnya, yang jelas ayat ini bermaksud menyatakan bahwa Qarun memiliki harta yang sangat melimpah. [4]
Firma-Nya (لاتفر ح) la-tafrah bukanya larangan untuk bergembira, tetapi larangan untuk melampaui batas ketika bergembira, yakni yang mengantar kepada keangkuhan dan yang menjadikan seorang tenggelam dalam bidang material, melupakan fungsi harta serta mengabaikan akhirat dan nilai-nilai spiritual. Dari sini ia diartikan dengan kebanggaan yang luar biasa. 
Berbangga dengan sesuatu yang haq dapat dibenarkan, selama ia tidak melampaui batas dan selama ia disertai dengan perasaan rendah hati dan bersyukur kepada Allah . Nabi Muhammad, tidak jarang menyebutkan nikmat-nikmat Allah yang melimpah buat beliau, tetapi biasanya beliau mengakhiri sabdanya dengan kata “wa la fakhr” yang diartikan oleh sementara ulama dalam arti “Aku menyebutkan tanpa berbangga-bangga” atau berarti “ Tidak ada kebanggan melebihi hal ini”. Misalnya ketika beliau bersabda: “Aku adalah pemimpin putra-putri Adam wa lak farhr”.[5]  
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ  
“ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.[6]
Dan jadikanlah sebagian dari kekayaan dan karunia yang Allah berikan kepadamu di jalan Allah dan amalan untuk kehidupan akhirat. Janganlah kamu cegah dirimu untuk menikmati sesuatu yang halal di dunia. Berbuat baiklah kepada hamba-hamba Allah sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu dengan mengaruniakan nikmat-Nya. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi dengan melampaui batas- batas Allah. Sesungguhnya Allah tidak meridai orang-orang yang merusak dengan perbuatan buruk mereka itu."[7]
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan..” (QS al- Qashsash/28 : 77) Tafsîr al-Mufradât : Berbuat baiklah kamu. Ini adalah perintah yang pada waktu itu ditujukan kepada Nabi Muhammad s.a.w., tetapi pesan moralnya tertuju pada semua orang yang menjadi umat Nabi Muhammad s.a.w. (umat Islam) : Kerusakan. Kata ‘kerusakan’ di sini menunjuk pada segala bentuk kerusakan yang bisa terjadi pada diri manusia, binatang, alam dan segala hal yang terkait dengannya, baik yang bersifat jasmaniah maupun ruhaniah.
Poin Penting
Beberapa poin penting tentang Qarun yang tertera di dalam Al-Qur’an surah Al-Qashash ayat 76,77 adalah: Qarun adalah kaum nabi Musa bahkan dikatakan anak paman Nabi Musa a.s. yang hidup semasa dengan nabi Musa a.s. Qarun dikaruniai harta yang melimpah ruah. Qarun melakukan kesewenang wenangan dan perampasan hak orang lain. Qarun tidak mengindahkan pesan kaumnya:
a.    Agar ia tidak terlalu bangga
b.   Agar ia mempergunakan tumpukan kekayaannya tidak hanya untuk tujuan dunia tetapi juga akhirat
c.    Agar ia berbuat baik kepada semua makhluk
d.   Agar jangan membuat kerusakan di muka bumi
Qarun menanggapi nasehat-nasehat tersebut dengan penegasan bahwa kekayaannya yang melimpah itu ia peroleh karena ilmunya dan tidak siapapun turut berpartisipasi di dalamnya.
Qarun keluar ke tengah-tengah kaumnya dengan kemegahannya. Masyarakat yang melihat Qarun terpecah menjadi dua kelompok: a. Kelompok yang berharap mendapat kemewahan seperti Qarun, b. Kelompok yang lebih berharap dengan apa yang ada di sisi Allah. Qarun ditenggelamkan ke dalam perut bumi. Yang bercita-cita ingin seperti Qarun kemudian sadar bahwa Allah yang memberi rezeki kepada siapa yang Ia kehendaki dan kekafiran tidak akan pernah beruntung.[8]
Qarun yang dikatakan sebagai salah seorang keluarga nabi Musa a.s., (anak pamannya) merupakan salah seorang yang mendapat limpahan kekayaan dari Tuhan. Tidak tanggung-tanggung, kunci-kunci gudang-gudang kekayaannya cukup berat untuk dipikul oleh sejumlah orang yang kuat. Qarun melihat ‘keberhasilannya’ memiliki kekayaan yang melimpah itu adalah karena ia memiliki ilmu, keahlian, dan segala macam cara ia gunakan untuk itu. Semua itu ia peroleh semata-mata karena keahlian, kerja keras, teknik-teknik. Ia tidak melihat di sana ada keterlibatan pihak lain. Tidak hanya sebatas itu, kekayaan yang melimpah itu telah menjadikan Qarun sebagai sosok yang angkuh dan sewenang-wenang. Angkuh karena ia melihat orang lain rendah. Sewenang-wenang karena dengan kekayaannya dia dapat melakukan banyak hal yang merugikan, menyakitkan dan menyengsarakan orang lain.[9]
Hamka mengatakan: "Oleh karena telah kaya itulah dia berlaku sewenang-wenangan kepada kaumnya. Karena dia telah duduk di puncak tinggi kekayaan, orang yang miskin dipandangnya hina dan rendah. Mungkin juga kalau dia membeli barang-barang kepunyaan simiskin, dibelinya murah-murah. Kalau dia memberi upah, diberinya upah kecil. Kalau dia memberi, diberinya sedikit saja, sehingga tidak mencukupi. Kalau orang datang akan meminta sesuatu, dari jauh dia sudah tahu. Lalu dia menyatakan kekesalannya, dia tidak mau di ganggu. Kalau dia berjanji akan memberi, diundur-undurnya janji itu sampai orang yang menagih janji itu bosan. Semua itu adalah termasuk perangai orang telah digila oleh kekayaannya. Sedemikian itu adalah kesewenang-wenangan belaka"[10]
Perilaku Qarun yang angkuh dan sewenang-wenang telah diketahui oleh masyarakatnya (kaum Musa). Mereka merasa peduli untuk mengembalikan Qarun ke jalan yang benar, agar tidak terus tenggelam dalam keangkuhan dan kesewengan-wenangannya. Pesan tersebut terekam dalam surah Al-Qashash ayat 76 dan 77. Di antara kandungannya:
Pertama, Qarun jangan terlalu bangga dengan apa yang dimilikinya itu, sebab sikap seperti itu dapat mengantar kepada keangkuhan dan menjadikan seseorang tenggelam dalam bidang material, melupakan fungsi harta serta mengabaikan akhirat dan nilai-nilai spritual. [11]
Kedua, agar Qarun tidak hanya menggunakan gudang-gudang kekayaannya itu untuk tujuan duniawi semata, tetapi juga untuk tujuan akhirat.
Ketiga, Qarun mesti menghentikan kesewenang-wenangannya, dan segera berbuat kebaikan (ihsan) kepada semua orang, kepada setiap makhluk, sebab Allah telah berbuat baik (ihsan) kepada Qarun dengan memberikannya harta yang melimpah.
Keempat, Qarun dengan limpahan kekayaannya itu jangan membuat kerusakan di muka bumi. Al-Ghazin berkata: bahwa yang dimaksud dengan membuat kerusakan di muka bumi di sini adalah "bahwa siapapun yang telah melakukan kemaksiatan kepada Allah maka ia melakukan kerusakan di muka bumi. Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan seperti Qarun". [12]
Lima Nasihat kepada Qarun
Pertama, kaumnya, Bani Israil berkata kepadanya, “Jangan sombong karena hartamu, Allah tidak menyukai orang-orang yang membanggakan diri,” Mereka melarang Qarun berbangga ria secara berlebihan, yaitu gembira yang melampaui batas, sombong dan kagum pada diri sendiri yang menyebabkan kebinasaan.
Kedua, Bani Israil berwasiat kepadanya agar mencari ridha Allah SWT dan akhirat dengan harta yang ia miliki, menginfakkan sebagian harta untuk kepentingan sosial, ketaatan kepada Allah SWT memberi manfaat untuk umat dan masyarakat, mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan berbagai ibadah yang memberikan pahala di negeri akhirat, karena dunia sama sekali tidak membawa guna.
Ketiga, mereka tidak melarang Qarun untuk menikmati dunia, mereka berkata, “Jangan tinggalkan bagianmu dari kenikmatan dunia yang mubah, seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan lainnya, namun jangan kau sia-siakan usiamu tanpa melakukan amal saleh di dunia, sebab hasil akhirat diraih di dunia. Bagian seseorang adalah usia dan amal baiknya. Karena itu tidak boleh diabaikan, dan mencari yang halal hukumnya disyariatkan dengan memperhatikan ujung akhir dunia.”
Keempat, berbuat baiklah terhadap sesama sebagaimana Allah memperlakukanmu dengan baik-dengan lemah lembut, perlakuan baik, memperbaiki citra dan bersikap baik materi yang bisa diterima. Ini perintah untuk menyambung hubungan dengan orang-orang miskin, mereka yang memerlukan uluran tangan dan mengerjakan berbagai hal dengan sebaik-baiknya.
Kelima, jangan berbuat kerusakan di muka bumi dengan kezaliman, kesewenang-wenangan dan berlaku buruk terhadap sesama, sebab Allah SWT akan menyiksa orang-orang yang berbuat kerusakan, menghalangi mereka dari rahmat dan pertolongan-Nya.[13]
Butir Mutiara Indah Dalam Surat Al Qashash 77
            Butir Mutiara Indah Pertama “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat”. Pokok pikiran ini memberikan petunjuk kepada manusia agar mencari / mengejar kebahagiaan abadi di akhirat yang berupa Jannatun Naim. Orang Jawa sering berkata dengan ungkapan yang singkat tetapi penuh makna, “Urip iku mung mampir ngombe”. Artinya hidup dan kehidupan di dunia itu hanya sementara dan sangat singkat. Filosofi ini memberikan arahan bahwa sehabis kehidupan di dunia masih ada kehidupan yang kekal yaitu di alam akhirat.
Dan kehidupan yang ditunggu – tunggu di akhirat ini tidak lain adalah Surga Allah yang di bawahnya mengalir sungai – sungai. Itulah sebabnya Orang Jawa menyebut orang yang telah meninggal itu sebagai “Jenat”, berasal dari Bahasa Arab yaitu Jannah yang artinya Surga. Dalam Bahasa Jawa yang halus (kromo inggil), orang yang meninggal disebut sebagai “Suargi” (Surga), seperti : Suargi Mbah Kromo, Suargi Mbah Bejo dan sebagai berikut.
Setiap orang ingin mencapai surga Allah. Untuk mencapainya tidaklah mudah. Rukun Islam yang ada 5 (lima) merupakan bentuk ibadah yang harus dilakukan. Itu saja tidaklah cukup. Banyak hal yang harus dilakukan dan banyak pula hal yang harus ditinggalkan, sesuai dengan syariat agama. Bahkan tutur kata, sikap, perilaku dan perbuatan kita bisa dengan mudah mengantarkan atau menggagalkan kita untuk mencapai Surga Allah. Satu hal yang pasti bahwa semuanya menjadi otoritas Al Khaliq. Sering terjadi apa yang ditentukan oleh manusia tidak selalu sama dengan ketentuan Allah. Budayawan Emha Ainun Nadjib bahkan memberikan syair “Tombo Ati” yang isinya sebagai berikut :“Tombo ati iku limang perkara Kaping pisan, maca Qur’an sakmaknane Kaping pindo, Sholat wengi lakonono Kaping telu, wong kang sholeh kumpulono Kaping papat, weteng kudu betah luwe Kaping lima, dzikir wengi ingkang suwe Salah sawijine sopo biso ngelakoni Insya Allah Gusti Pangeran ngijabahi”Yang artinya :“Ada lima obat penentram jiwa. Yang pertama, membaca Al Qur’an dengan menyelami maknanya. Yang kedua, Sholat malam lakukanlah. Yang ketiga, berkumpul dengan orang shaleh. Yang keempat, perut harus tahan lapar. Yang kelima, dzikir malam yang lama. Salah satunya siapa bisa menjalankan Insya Allah, Allah SWT akan mengabulkan”.
Butir Mutiara Indah Kedua “Dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi”. Dalam kehidupan sehari – hari sering kita jumpai nasihat “eling akhirat aja lali donyane”. Kalau kita jabarkan dan kita kembangkan, perintah Allah tersebut sangat luar biasa. Di dalamnya terkandung perintah agar manusia tidak hanya mencari bekal akhirat, tetapi juga bekal hidup di dunia. Kepada manusia telah diberikan potensi IQ, EQ, SQ dan potensi - potensi lain. Kepada manusia juga diberikan kompetensi yang berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap.[14]
Butir Mutiara Indah Ketiga “Berbuat baiklah kepada orang lain seperti halnya Allah telah berbuat baik kepadamu”. Sebenarnya Allah telah memberikan fasilitas kehidupan bagi manusia. Kalau kita mau merenung, kita dapat melihat, mendengar, merasakan, membau dan menikmati apa yang dianugerahkan Allah kepada kita. Hanya karena setiap saat (tanpa henti) secara otomatis manusia menikmatinya selama hidup, manusia tidak merasa bahwa ada karunia Allah yang tidak ternilai harganya bagi kehidupan.
Butir Mutiara Indah Keempat “Janganlah berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang – orang yang berbuat kerusakan”. Pada awal tulisan ini telah diterangkan bahwa manusia ditunjuk oleh Allah sebagai Khalifah Allah di bumi. Ini berarti manusia diutus untuk menjaga kelestarian alam semesta ini. Alam lingkungan, marga satwa, lautan dengan flora dan faunanya, dan lain-lain menjadi tanggung jawab manusia untuk menjaga dan merawatnya.
Pada saat ini telah terjadi berbagai kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh manusia. Oksigen pun telah tercemari oleh polusi, hutan yang berfungsi sebagai jantung dunia pun telah dirusak karena pembalakan liar, sungai–sungai keruh, air yang tercemar dan penuh sampah merupakan wujud kerusakan alam dan lingkungan. Kalau hal ini tidak disadari oleh manusia dan perusakan lingkungan tetap dilakukan, berarti manusia telah gagal dalam menjalankan tugasnya sebagai Khalifah Allah di muka bumi. Allah Maha Pengampun, karena itu marilah kita bersama–sama memohon ampun kepada-Nya dan tidak lagi melakukan perusakan di bumi.Kita bangun dan tata kembali lingkungan yang bersih, sehat, indah,segar, bermanfaat demi kehidupan yang akan datang, entah sampai kapan dunia ini akan ditutup dan diakhiri oleh Al-Khaliq, Allah SWT. Marilah kita menjadi pahlawan-pahlawan lingkungan demi masa depan anak cucu Adam ini. Wallahua’lam bissawab.[15]













[1] Karun adalah salah seorang anak paman Nabi Musa a.s.
[2] Al-Quran Surah Al Qashash Ayat 76
[3] M. Quraish Shihab, “Tafsir Al Misbah Volume 10”, (Jakarta: Lentera Hati, 2002) hlm. 404
[4] M. Quraish Shihab, “Tafsir Al Misbah Volume 10”, (Jakarta: Lentera Hati, 2002) hlm. 405
[5] ibid
[6] Al-Quran Surah Al Qashash Ayat 77
[7] M. Quraish Shihab
[8] Penulis :Dosen F.S. IAIN-SU. Ketua I. STAI Al-Ishlahiyah Binjai. Direktur. CIDEW Indonesia
[9] ibid
[10]( Hamka, Tafsri Al-Azhar, juz 20, hal. 127)
[11] (Quraisy Shihab: Tafsri Al-Mishbah, jilid 10, hal. 404-405).
[12] (Al-Ghazain, Tafsri Al-Ghazin: jilid 3, hal. 182).
[13] Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Wasith Jilid 3, penerbit Gema Insani, 2013
[14] Drs. H. WINARTO, M.M. Kepala badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Tulungagung
[15] ibid

No comments:

Post a Comment