“TAFSIR SURAH AL QASHASH AYAT 76-77”
Mata Kuliah “Tafsir Ayat Ekonomi”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu
Dosen Pengampu : Faqihuddin Abdul Qadir, MA
NAMA : JAENUDIN
NIM : 1414231057
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SYEKH NURJATI CIREBON
1437 H / 2016 M
Tafsir Surah Al Qashash Ayat 76-77
* ¨bÎ) tbrã»s% c%2 `ÏB ÏQöqs% 4ÓyqãB 4Óxöt7sù öNÎgøn=tæ ( çm»oY÷s?#uäur z`ÏB ÎqãZä3ø9$# !$tB ¨bÎ) ¼çmptÏB$xÿtB é&þqãZtGs9 Ïpt6óÁãèø9$$Î/ Í<'ré& Ío§qà)ø9$# øÎ) tA$s% ¼çms9 ¼çmãBöqs% w ÷ytøÿs? ( ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä tûüÏmÌxÿø9$# ÇÐÏÈ
“ Sesungguhnya Karun adalah Termasuk kaum Musa[1138][1],
Maka ia Berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan
kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh
sejumlah orang yang kuat-kuat. (ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya:
"Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang terlalu membanggakan diri"[2]
Kelompok awal ayat-ayat surah ini
berbicara tentang Musa dan Fir`aun. Disana di paparkan kekuatan dan kekuasaan
serta bagaimana keduanya berakhir dengan kemusnahan saat dibarengi oleh
kedurhakaan dan penganiaayan serta kejauhan dari hidayah Allah. Kini melalui kelompok
ayat-ayat ini, ditampilkan kisah Qarun dengan memaparkan kekuatan harta dan
pengetahuan yang juga berakhir dengan kebinasaan saat disertai oleh kedurhakaan
dan keangkuhan.
Kisah ini ditampilkan sebagai
peringatan kepada kaum musyrikin Mekkah yang menindas kaum Muslimin antara lain
disebabkan oleh kekayaan yang mereka miliki. Disisi lain, mereka percaya bahwa
kekayaan adalah pertanda keterbebasan dari siksa. Mereka misalnya berkata: “ kami
mempunyai harta dan anak-anak lebih banyak (daripada kamu) dan kami sekali-kali
tidakakan disiksa” (QS. Saba` [34]: 35). Nah, dari sisi ayat-ayat yang
berbicara tantang Qarun ini ditampilkan untuk membuktikan kekeliruan mereka.
Ayat diatas memulai kisah Qarun,
tanpa menyebutkan kapan dan dimana peristiwa yang akan diuraikan ini. Kapan,
siapa dan mana pun, yang jelas inilah akibat buruk yang dapat dialami oleh si
kaya yang angkuh. Allah SWT berfirman: Sesungguhnya Qarun adalah termasuk
kaum Nabi Musa yang hidup semasa dengan beliau dan konon adalah termasuk
paman Nabi Musa. Kendati demikian yakni
dari keluarga Nabi yang terhormat ia durhaka lalu serta merta ia berlaku
aniaya terhadap mereka yakni dia melampaui batas dalam keangkuhan dan
penghinaan terhadap Bani Isra`il ia adalah seorang yang Kami Anugerahi nikmat
dengan memasukanya kedalam kelompok Nabi Musa, dan kami telah
menganugerahkan pula kepadanya tumpukan harta yakni gudang-gudang
tempat penyimpanan harta yang kuci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh
sejumlah orang yang kuat-kuat. Itu baru kuncinya, adapun harta kekayaanya, maka
tidak mungkin dapat dipikul oleh orang yang sangat banyak pun.[3]
Setelah ayat ini di jelaskan sebab
keangkuhanya, kini ayat di atas yang menguraikan sikap beberapa orang dari Bani
Isra`il yang menasihatnya yakni ketika kaumnya berkata kepadanya:” Hai
Qarun, janganlah engkau terlalu bangga dengan harta kekayaan yang engkau
miliki, kebanggan yang menjadikanmu melupakan Allah yang menganugerahkan nikmat
itu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai yakni tidak memperlakukan
perlakuan kekasih yang dikasihnya terhadap orang-orang yang terlalu
membanggakan diri lagi mantap kebanggan itu dalam kepribadianya.”
Dalam perjanjian lama, bilangan XVI:
1, Qarun dinamai Korah dan disebutkan bahwa ia bersama dua temanya mengajak
orang-orang untuk memberontak terhadap Musa, dan pada akhirnya “terbelahlah
tanah dibawah mereka dan bumi membuka mulutnya dan menelan mereka dengan seisi
rumahnya dan dengan semua orang yang ada pada Korah dan dengan segala harta
milik mereka (XVI: 31:32)
Firma-Nya: (من قو م مو سى mi( min qaumi Musa / termasuk kaum Musa, bukan dengan menyatakan min Bani
Isra`il / termasuk kelompok Bani Isra`il, mengesankan adanya hubungan
khusus antara Musa dengan Qarun hubungan tersebut adalah hubungan kekerabatan.
Begitu kesan yang diperoleh Ibn Asyur. Penggunaan kata ini masih menurut Ibn
Asyur merupakan sindiran juga kepada keluarga Nabi Muhammad SAW. Yang enggan
beriman dan berlaku aniaya terhadap beliau.
Kata (فبغى) fabagha terambil dari kata (بغى) bagha
yang berarti menghendaki. Kata ini kebanyakan digunakan untuk kehendak
yang bersifat sewenang-wenang dan penganiayaan. Dari sini, ia diartikan
melakukan agresi, pemusuhan dan perampasan hak. Kejahatan dimaksud dapat
mencakup banyak hal, bermula dari pelanggaran terhadap ketentuan agama dan
peraturan yang berlaku dan dihormati sampai
kepada penghinaan dan pelecehan terhadap orang perorang dalam masyarakat. Huruf
fa pada awal kata tersebut mengisyaratkan terjadinya kesewenangan itu
secara tepat dan serta merta tanpa dipikirkan oleh yang bersangkutan.
Kata (الكنو ز) Al- Kunuz adalah bentuk
jamak dari kata (الكنز)Al-kanz yang
terambil dari (كنز) kanaza yang
berarti menumpuk harta sebagian di atas sebagian yang lain. Al Baqai
memahami kata Al-kunuz dalam arti harta benda yang terpendam dalam
tanah. Karena itu ketika menafsirkan ayat ini, Al baqai menambahkan setelah
penjelasan itu bahwa “Disamping hartanya yang Nampak dipermukaan yang ia
persiapkan untuk dinafkahkan menghadapi keperluan yang boleh jadi timbul.
Kata (مفا تحه) mafatihahu adalah bentuk jamak dari kata (مفتح) miftah yang
berarti kunci / alat yang digunakan membuka sesuatu, atau yang popular
juga disebut (مفتا ح) miftah, walaupun sementara ulama menilai kata yang popular itu buka kata
yang fasih. Dan juga yang berpendapat
bahwa kata (مفا تحه) mafatihahu
berarti gudang-gudangnya. Tetapi pendapat ini sangat lemah. Karena
berapa banyak lah isi gudang kalau hanya dipikul oleh beberapa orang yang kuat,
padahal ayat ini bertujuan menginformasikan limpahan karunia Allah yang tidak
disyukuri oleh Qarun.
Kata (لتنو ء) latanu`u terambil dari kata
(نا ء) na`a
yang berarti bangkit memikul tetapi dengan sangat berat dan dilukiskan
oleh sementara pakar bahasa sebagai sampai yang memikulnya miring.
Kata (العصبة) al-ushbah adalah sekelompok orang yang menyatu dan dukung-mendukung. Berbeda-beda
ulama dalam menetapkan jumlah mereka. Ada yang berpendapat dari tiga sampai
sepuluh, ada juga dari sepuluh sampai dengan lima belas atau dari sepuluh
sampai empat puluh orang. Berapa pun jumlahnya, yang jelas ayat ini bermaksud
menyatakan bahwa Qarun memiliki harta yang sangat melimpah. [4]
Firma-Nya (لاتفر ح) la-tafrah bukanya larangan untuk bergembira, tetapi larangan untuk
melampaui batas ketika bergembira, yakni yang mengantar kepada keangkuhan
dan yang menjadikan seorang tenggelam dalam bidang material, melupakan fungsi
harta serta mengabaikan akhirat dan nilai-nilai spiritual. Dari sini ia
diartikan dengan kebanggaan yang luar biasa.
Berbangga dengan sesuatu yang haq
dapat dibenarkan, selama ia tidak melampaui batas dan selama ia disertai dengan
perasaan rendah hati dan bersyukur kepada Allah . Nabi Muhammad, tidak jarang
menyebutkan nikmat-nikmat Allah yang melimpah buat beliau, tetapi biasanya
beliau mengakhiri sabdanya dengan kata “wa la fakhr” yang diartikan oleh
sementara ulama dalam arti “Aku menyebutkan tanpa berbangga-bangga” atau
berarti “ Tidak ada kebanggan melebihi hal ini”. Misalnya ketika beliau
bersabda: “Aku adalah pemimpin putra-putri Adam wa lak farhr”.[5]
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù 9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( wur [Ys? y7t7ÅÁtR ÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJ2 z`|¡ômr& ª!$# øs9Î) ( wur Æ÷ö7s? y$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ
“ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.[6]
Dan jadikanlah sebagian dari
kekayaan dan karunia yang Allah berikan kepadamu di jalan Allah dan amalan
untuk kehidupan akhirat. Janganlah kamu cegah dirimu untuk menikmati sesuatu
yang halal di dunia. Berbuat baiklah kepada hamba-hamba Allah sebagaimana Allah
berbuat baik kepadamu dengan mengaruniakan nikmat-Nya. Dan janganlah kamu
membuat kerusakan di bumi dengan melampaui batas- batas Allah. Sesungguhnya
Allah tidak meridai orang-orang yang merusak dengan perbuatan buruk mereka
itu."[7]
“Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan..” (QS al- Qashsash/28 : 77) Tafsîr al-Mufradât : Berbuat
baiklah kamu. Ini adalah perintah yang pada waktu itu ditujukan kepada Nabi
Muhammad s.a.w., tetapi pesan moralnya tertuju pada semua orang yang menjadi
umat Nabi Muhammad s.a.w. (umat Islam) : Kerusakan. Kata ‘kerusakan’ di sini
menunjuk pada segala bentuk kerusakan yang bisa terjadi pada diri manusia,
binatang, alam dan segala hal yang terkait dengannya, baik yang bersifat
jasmaniah maupun ruhaniah.
Poin Penting
Beberapa poin penting tentang Qarun
yang tertera di dalam Al-Qur’an surah Al-Qashash ayat 76,77 adalah: Qarun
adalah kaum nabi Musa bahkan dikatakan anak paman Nabi Musa a.s. yang hidup
semasa dengan nabi Musa a.s. Qarun dikaruniai harta yang melimpah ruah. Qarun
melakukan kesewenang wenangan dan perampasan hak orang lain. Qarun tidak mengindahkan
pesan kaumnya:
a.
Agar
ia tidak terlalu bangga
b.
Agar
ia mempergunakan tumpukan kekayaannya tidak hanya untuk tujuan dunia tetapi
juga akhirat
c.
Agar
ia berbuat baik kepada semua makhluk
d.
Agar
jangan membuat kerusakan di muka bumi
Qarun
menanggapi nasehat-nasehat tersebut dengan penegasan bahwa kekayaannya yang
melimpah itu ia peroleh karena ilmunya dan tidak siapapun turut berpartisipasi
di dalamnya.
Qarun keluar ke tengah-tengah kaumnya dengan kemegahannya.
Masyarakat yang melihat Qarun terpecah menjadi dua kelompok: a. Kelompok yang
berharap mendapat kemewahan seperti Qarun, b. Kelompok yang lebih berharap
dengan apa yang ada di sisi Allah. Qarun ditenggelamkan ke dalam perut bumi.
Yang bercita-cita ingin seperti Qarun kemudian sadar bahwa Allah yang memberi
rezeki kepada siapa yang Ia kehendaki dan kekafiran tidak akan pernah
beruntung.[8]
Qarun yang dikatakan sebagai salah seorang keluarga nabi Musa a.s.,
(anak pamannya) merupakan salah seorang yang mendapat limpahan kekayaan dari
Tuhan. Tidak tanggung-tanggung, kunci-kunci gudang-gudang kekayaannya cukup
berat untuk dipikul oleh sejumlah orang yang kuat. Qarun melihat
‘keberhasilannya’ memiliki kekayaan yang melimpah itu adalah karena ia memiliki
ilmu, keahlian, dan segala macam cara ia gunakan untuk itu. Semua itu ia
peroleh semata-mata karena keahlian, kerja keras, teknik-teknik. Ia tidak
melihat di sana ada keterlibatan pihak lain. Tidak hanya sebatas itu, kekayaan
yang melimpah itu telah menjadikan Qarun sebagai sosok yang angkuh dan
sewenang-wenang. Angkuh karena ia melihat orang lain rendah. Sewenang-wenang
karena dengan kekayaannya dia dapat melakukan banyak hal yang merugikan,
menyakitkan dan menyengsarakan orang lain.[9]
Hamka mengatakan: "Oleh karena telah kaya itulah dia berlaku
sewenang-wenangan kepada kaumnya. Karena dia telah duduk di puncak tinggi
kekayaan, orang yang miskin dipandangnya hina dan rendah. Mungkin juga kalau
dia membeli barang-barang kepunyaan simiskin, dibelinya murah-murah. Kalau dia
memberi upah, diberinya upah kecil. Kalau dia memberi, diberinya sedikit saja,
sehingga tidak mencukupi. Kalau orang datang akan meminta sesuatu, dari jauh
dia sudah tahu. Lalu dia menyatakan kekesalannya, dia tidak mau di ganggu.
Kalau dia berjanji akan memberi, diundur-undurnya janji itu sampai orang yang
menagih janji itu bosan. Semua itu adalah termasuk perangai orang telah digila
oleh kekayaannya. Sedemikian itu adalah kesewenang-wenangan belaka"[10]
Perilaku Qarun yang angkuh dan sewenang-wenang telah diketahui oleh
masyarakatnya (kaum Musa). Mereka merasa peduli untuk mengembalikan Qarun ke
jalan yang benar, agar tidak terus tenggelam dalam keangkuhan dan
kesewengan-wenangannya. Pesan tersebut terekam dalam surah Al-Qashash ayat 76
dan 77. Di antara kandungannya:
Pertama, Qarun jangan terlalu bangga dengan apa yang dimilikinya
itu, sebab sikap seperti itu dapat mengantar kepada keangkuhan dan menjadikan
seseorang tenggelam dalam bidang material, melupakan fungsi harta serta
mengabaikan akhirat dan nilai-nilai spritual. [11]
Kedua, agar Qarun tidak hanya menggunakan gudang-gudang kekayaannya
itu untuk tujuan duniawi semata, tetapi juga untuk tujuan akhirat.
Ketiga, Qarun mesti menghentikan kesewenang-wenangannya, dan segera
berbuat kebaikan (ihsan) kepada semua orang, kepada setiap makhluk, sebab Allah
telah berbuat baik (ihsan) kepada Qarun dengan memberikannya harta yang
melimpah.
Keempat, Qarun dengan limpahan kekayaannya itu jangan membuat
kerusakan di muka bumi. Al-Ghazin berkata: bahwa yang dimaksud dengan membuat
kerusakan di muka bumi di sini adalah "bahwa siapapun yang telah melakukan
kemaksiatan kepada Allah maka ia melakukan kerusakan di muka bumi. Allah tidak
menyukai orang-orang yang membuat kerusakan seperti Qarun". [12]
Lima Nasihat kepada Qarun
Pertama, kaumnya, Bani Israil berkata kepadanya, “Jangan sombong
karena hartamu, Allah tidak menyukai orang-orang yang membanggakan diri,”
Mereka melarang Qarun berbangga ria secara berlebihan, yaitu gembira yang
melampaui batas, sombong dan kagum pada diri sendiri yang menyebabkan
kebinasaan.
Kedua, Bani Israil berwasiat kepadanya agar mencari ridha Allah SWT
dan akhirat dengan harta yang ia miliki, menginfakkan sebagian harta untuk
kepentingan sosial, ketaatan kepada Allah SWT memberi manfaat untuk umat dan
masyarakat, mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan berbagai ibadah yang
memberikan pahala di negeri akhirat, karena dunia sama sekali tidak membawa
guna.
Ketiga, mereka tidak melarang Qarun untuk menikmati dunia, mereka
berkata, “Jangan tinggalkan bagianmu dari kenikmatan dunia yang mubah, seperti
makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan lainnya, namun jangan kau
sia-siakan usiamu tanpa melakukan amal saleh di dunia, sebab hasil akhirat
diraih di dunia. Bagian seseorang adalah usia dan amal baiknya. Karena itu
tidak boleh diabaikan, dan mencari yang halal hukumnya disyariatkan dengan
memperhatikan ujung akhir dunia.”
Keempat, berbuat baiklah terhadap sesama sebagaimana Allah
memperlakukanmu dengan baik-dengan lemah lembut, perlakuan baik, memperbaiki
citra dan bersikap baik materi yang bisa diterima. Ini perintah untuk
menyambung hubungan dengan orang-orang miskin, mereka yang memerlukan uluran
tangan dan mengerjakan berbagai hal dengan sebaik-baiknya.
Kelima, jangan berbuat kerusakan di muka bumi dengan kezaliman,
kesewenang-wenangan dan berlaku buruk terhadap sesama, sebab Allah SWT akan
menyiksa orang-orang yang berbuat kerusakan, menghalangi mereka dari rahmat dan
pertolongan-Nya.[13]
Butir Mutiara Indah Dalam Surat Al Qashash 77
Butir Mutiara
Indah Pertama “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat”. Pokok pikiran ini memberikan petunjuk kepada
manusia agar mencari / mengejar kebahagiaan abadi di akhirat yang berupa
Jannatun Naim. Orang Jawa sering berkata dengan ungkapan yang singkat tetapi
penuh makna, “Urip iku mung mampir ngombe”. Artinya hidup dan kehidupan di
dunia itu hanya sementara dan sangat singkat. Filosofi ini memberikan arahan
bahwa sehabis kehidupan di dunia masih ada kehidupan yang kekal yaitu di alam
akhirat.
Dan kehidupan yang ditunggu – tunggu di akhirat ini tidak lain
adalah Surga Allah yang di bawahnya mengalir sungai – sungai. Itulah sebabnya
Orang Jawa menyebut orang yang telah meninggal itu sebagai “Jenat”, berasal
dari Bahasa Arab yaitu Jannah yang artinya Surga. Dalam Bahasa Jawa yang halus
(kromo inggil), orang yang meninggal disebut sebagai “Suargi” (Surga), seperti
: Suargi Mbah Kromo, Suargi Mbah Bejo dan sebagai berikut.
Setiap orang ingin mencapai surga Allah. Untuk mencapainya tidaklah
mudah. Rukun Islam yang ada 5 (lima) merupakan bentuk ibadah yang harus dilakukan.
Itu saja tidaklah cukup. Banyak hal yang harus dilakukan dan banyak pula hal
yang harus ditinggalkan, sesuai dengan syariat agama. Bahkan tutur kata, sikap,
perilaku dan perbuatan kita bisa dengan mudah mengantarkan atau menggagalkan
kita untuk mencapai Surga Allah. Satu hal yang pasti bahwa semuanya menjadi
otoritas Al Khaliq. Sering terjadi apa yang ditentukan oleh manusia tidak
selalu sama dengan ketentuan Allah. Budayawan Emha Ainun Nadjib bahkan
memberikan syair “Tombo Ati” yang isinya sebagai berikut :“Tombo ati iku limang
perkara Kaping pisan, maca Qur’an sakmaknane Kaping pindo, Sholat wengi
lakonono Kaping telu, wong kang sholeh kumpulono Kaping papat, weteng kudu
betah luwe Kaping lima, dzikir wengi ingkang suwe Salah sawijine sopo biso
ngelakoni Insya Allah Gusti Pangeran ngijabahi”Yang artinya :“Ada lima obat
penentram jiwa. Yang pertama, membaca Al Qur’an dengan menyelami maknanya. Yang
kedua, Sholat malam lakukanlah. Yang ketiga, berkumpul dengan orang shaleh. Yang
keempat, perut harus tahan lapar. Yang kelima, dzikir malam yang lama. Salah
satunya siapa bisa menjalankan Insya Allah, Allah SWT akan mengabulkan”.
Butir Mutiara Indah Kedua “Dan janganlah kamu melupakan bagianmu
dari (kenikmatan) duniawi”. Dalam kehidupan sehari – hari sering kita jumpai
nasihat “eling akhirat aja lali donyane”. Kalau kita jabarkan dan kita
kembangkan, perintah Allah tersebut sangat luar biasa. Di dalamnya terkandung
perintah agar manusia tidak hanya mencari bekal akhirat, tetapi juga bekal
hidup di dunia. Kepada manusia telah diberikan potensi IQ, EQ, SQ dan potensi -
potensi lain. Kepada manusia juga diberikan kompetensi yang berupa pengetahuan,
keterampilan dan sikap.[14]
Butir Mutiara Indah Ketiga “Berbuat baiklah kepada orang lain
seperti halnya Allah telah berbuat baik kepadamu”. Sebenarnya Allah telah
memberikan fasilitas kehidupan bagi manusia. Kalau kita mau merenung, kita
dapat melihat, mendengar, merasakan, membau dan menikmati apa yang
dianugerahkan Allah kepada kita. Hanya karena setiap saat (tanpa henti) secara
otomatis manusia menikmatinya selama hidup, manusia tidak merasa bahwa ada karunia
Allah yang tidak ternilai harganya bagi kehidupan.
Butir Mutiara Indah Keempat “Janganlah berbuat kerusakan di muka
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang – orang yang berbuat kerusakan”.
Pada awal tulisan ini telah diterangkan bahwa manusia ditunjuk oleh Allah
sebagai Khalifah Allah di bumi. Ini berarti manusia diutus untuk menjaga
kelestarian alam semesta ini. Alam lingkungan, marga satwa, lautan dengan flora
dan faunanya, dan lain-lain menjadi tanggung jawab manusia untuk menjaga dan merawatnya.
Pada saat ini telah terjadi berbagai kerusakan lingkungan yang dilakukan
oleh manusia. Oksigen pun telah tercemari oleh polusi, hutan yang berfungsi
sebagai jantung dunia pun telah dirusak karena pembalakan liar, sungai–sungai
keruh, air yang tercemar dan penuh sampah merupakan wujud kerusakan alam dan
lingkungan. Kalau hal ini tidak disadari oleh manusia dan perusakan lingkungan
tetap dilakukan, berarti manusia telah gagal dalam menjalankan tugasnya sebagai
Khalifah Allah di muka bumi. Allah Maha Pengampun, karena itu marilah kita
bersama–sama memohon ampun kepada-Nya dan tidak lagi melakukan perusakan di
bumi.Kita bangun dan tata kembali lingkungan yang bersih, sehat, indah,segar, bermanfaat
demi kehidupan yang akan datang, entah sampai kapan dunia ini akan ditutup dan
diakhiri oleh Al-Khaliq, Allah SWT. Marilah kita menjadi pahlawan-pahlawan
lingkungan demi masa depan anak cucu Adam ini. Wallahua’lam bissawab.[15]
[1]
Karun adalah salah seorang anak paman Nabi Musa a.s.
[2]
Al-Quran Surah Al Qashash Ayat 76
[3] M.
Quraish Shihab, “Tafsir Al Misbah Volume 10”, (Jakarta: Lentera Hati,
2002) hlm. 404
[4] M.
Quraish Shihab, “Tafsir Al Misbah Volume 10”, (Jakarta: Lentera Hati,
2002) hlm. 405
[5] ibid
[6]
Al-Quran Surah Al Qashash Ayat 77
[7] M.
Quraish Shihab
[8]
Penulis :Dosen F.S. IAIN-SU. Ketua I. STAI Al-Ishlahiyah Binjai. Direktur.
CIDEW Indonesia
[11]
(Quraisy Shihab: Tafsri Al-Mishbah, jilid 10, hal. 404-405).
[12]
(Al-Ghazain, Tafsri Al-Ghazin: jilid 3, hal. 182).
[14] Drs.
H. WINARTO, M.M. Kepala badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa
Kabupaten Tulungagung
No comments:
Post a Comment