Thursday, March 17, 2016


Faisal Rizki Fadillah 
Q.S Al-Anfaal ayat 28
 واعلمواأنّماأموالكم أجرعضىم عنده اللهوأنّ فتنهو وأولأدكم  

Terjemahan
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah pahala yang besar.
Asbabun nuzul
Kisah Abu Lubabah ibn Abd Al Mundzir RA, karena berbuat salah, menghukum dirinya sendiri sehingga Allah menerima taubatnya.
                Abu Lubabah adalah seorang pahlawan suku Aus di Yastrib yang banyak memenangi peperangan. Ketika suatu hari ia sedang berjalan menyusuri kota, ia melihat banyak orang berkumpul di rumah As’ad sedang mendengarkan ceramah dari seorang utusan Muhammad, yaitu Mus’ad ibn Umar yang mengajak manusia menyembah Allah, Tuhan yang maha Esa dengan membacakan ayat ayat Al Quran. Allah berkehendak membuka hatinya dan seketika itu juga, ia menyatakan keislamannya.
Ketika akan terjadi perang Badar, ia tidak ikut berperang karena Rasulullah member tugas yang sama beratnya, yaitu meminta dia melindungi dan menjaga penduduk Madinah selama perang berlangsung.
Setelah terjadi perang Uhud, ia menikah kembali dengan Khansa ibn Khadzam, janda seorang sahabat yang sahid bernama Anis ibn Qotadah. Sebetulnya Al Khadzam, ayah Khansa berniat menikahkannya dengan laki-laki pilihannya, namun Khansa menolak karna tidak kenal dengannya dan dia mengadu kepada Rasulullah.
Rasulullah ingin menegakan ketentuan syariat bahwa seorang janda dapat menikah dengan laki laki pilihannya tanpa harus bermusyawarah dulu dengan ayahnya. Akhirnya Khanza memilih Abu Lubabah menjadi suaminya.
Suatu hari Rasulullah berniat membersihkan dan mensucikan Madinah dari para penghianat Yahudi, terutama Bani Quraizhah yang telah menghianati perjanjian dengan kaum muslim.
Kaum muslim mengurung kampong Bani Quraizhah dan melarang penghuninya keluar selama 25 hari. Bani Quraizhah adalah sekutu suku Aus dan tahu bahwa Abu Lubabah adalah suku Aus. Mereka meminta Rasulullah untuk mengutus Abu Lubabah untuk memutuskan perkara mereka dan member nasihat mereka.
Dalam posisi yang terjepit Abu Lubabah bukannya memberi nasihat malah ikut larut dalam kesedihan para wanita Bani Quraizhah dan tidak menasehatinya.

                Allah mengetahui apa yang di hadapi dan dikatakan Abu Lubabah kepada Bani Quraizhah, sehingga menurunkan ayat :
“Yaa ayyuhalladzina aamaanu laa takhuunullaaha warrasuula wa takhunuu amaanaatikum wa antum ta’lamun, wa’lamu annama amwaalukum wa auladukum fitnah. Wa annalaha indahu ajrun adhim”.

“Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat amanat yang di percayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketauilah bahwa hartamu dan anak anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar (Q.S Al-Anfaal : ayat 27-28)
Abu Lubabah sadar bahwa ia telah terpeleset dan ia tahu bahwa ayat itu di tujukan kepadanya. Untuk menebus dosanya ia bertobat kepada Allah dan mengikat dirinya pada salah satu isterinya pada saat sholat saja. Hal ini di lakukan selama 6 hari, sehingga Allah menurunkan wahyu kepada Rasulullah :
“wa akhruna’tarafu bidzunubihim khalathu amalan shalihawa akhara sayi’a. asallahu ayyutubu’alaihim. Inallaha ghafururahim”.
“dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampur baurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang”. (Q.S At-Taubah ayat 9)
Rasulullah mengabarkan ayat itu kepada Abu Lubabah seraya membuka ikatannya. Alagkah bahagianya Abu Lubabah karena Allah subhanahu wa ta’ala menerima taubatnya.
Sepanjang hidupnya ia selalu mendampingi Rasulullah kemanapun beliau pergi dengan tekad berjuang mempertahankan agama Islam dan meraih ridho Allah. Abu Lubabah wafat pada saat kekhalifahan ustman bin Affan, semoga Allah meridhoinya.
Tafsir Al-Azhar
Ayat ini menerangkan bahwa anak dan harta benda adalah fitnah, yang berarti percobaan. Sebagai orang tua yang bertanggung jawab, kita merasa berbahagia sekali dengan adanya anak keturunan. Siang malam kita berusaha mencari nafkah untuk anak, termasuk istri. Artinya rumah tangga tanggungan kita. Untuk itu pun kita perlu mempunyai kekayaan.
Kasih sayang kepada anak adalah termasuk naluri asli manusia, bahkan dari naluri semua mahkluk yang bernyawa. Sebab anak adalah pelanjut hidup dan penyambung turunan . rasa bahagia di hari tua, kerelaan menghadapi maut, kalau anak sudah besar dan memenuhi harapan, sebab itu tidaklah heran jika kita melihat setengah manusia apabila telah beranak , tidak mengiri dan menganan lagi, terus tertumpah segala kegiatan hidupnya untuk memikirkan anak. Mencari kekayaan untuk memebela dan membelanjai anak. Orang memikirkan hari di depan anak. Siang malam memikirkan anak. Dan anak.
Di dalam ayat ini di sebutkan demikian juga di ayat ayat lain, anak terlebih dahulu dari pada harta. Karena betapapun kaya melimpah limpah harta benda, kalau anak tidak ada, hidup masih terasa kosong. Tetapi kalau anak telah ada, kitapun giat mencari harta. Dan kalau anak dan harta telah ada, timbullah kebanggaan hidup dan kebahagiaan. Di sinilah mulai datang fitnah, artinya cobaan. Orang bisa lupa kepada yang member nikmat karena dipukau oleh nikmat itu sendiri. Ada sebuah hadist yang di rawikan oleh Abu Ya’la dari Abu Said Al-Khudri :
Artinya : “anak adalah buah hati, dan sesungguhnya dia adalah menimbulkan pengecut, menimbulkan bakhil dan menimbulkan suka cita”.
“Buah hati pengarang jantung”. Demikian ungkapan pepatah bangsa kita tentang anak. Lantaran anak orang bisa jadi pengecut, takut berjuang, takut mati, takut tampil untuk mengerjaan pekerjaan yang besar besar. Sebab anak mengikat kaki. Anak menimbulkan bakhil, tidak mau berkorban, tidak mau berderma, tidak mau membantu orang lain. Tetapi anakpun kerap membawa duka cita, setelah anak anak itu jadi besar, akan ada saja ayah yang membuat hati ayah bundanya menjadi duka, makan hati berulam jantung. Dan beranak berdua bertiga. Berlain-lain saja perangai dan nasibnya. Gembiralah melihat yang jaya, pedih melihat yang gagal. Oleh sebab anak dan harta itu, orang bisa mendapatkan fitnah dan cobaan besar.
Orang hanya bisa menjerumuskan segenap hidupnya untuk anak dan harta. Ini adalah bahaya, karena di samping kewajiban kepada anak dan mengumpulkan harta, kita tidak sekali-kali tidak boleh lupa kewajiban kita kepada Allah. Tiap orang tua mengorbankan hidup untuk anak, padahal anak anak itu akan besar, dewasa dan berumah tangga pula. Mereka juga akan mempunyai anak, sebagaimana kita beranak mereka. Satu waktu anak laki laki akan keluar dan perempuan akan mengikuti suaminya. Kalau umur panjang, kita tinggal dalam kesepian, dan setelah itu mati. Apa bekal yang kita bawa untuk menghadap Allah ? oleh sebab itu di dalam memelihara anak dan mengumpulkan harta, ingatlah bahwa yang membalas budi kepada kita hanyalah Allah saja. Anak dan harta kita tidak akan membantu kita. Pahala yang besar hanyalah tersedia pada Allah.
Maka uruslah harta dan anak itu baik baik dalam lingkaran mencari pahala yang tersedia pada sisi Allah. Berikan kepada anak pendidikan yang baik, sehingga mereka menjadi syafaat di akhirat. Belanjakanlah harta benda untuk amal yang baik, sehingga menjadi bekal yang di dapati di akhirat. Kalau tidak demikian, maka anak dan harta itu akan membawa celaka sendiri, sebab terpisah dari Allah. Anak dan harta akan kita tinggalkan, atau akan meninggalkan kita, tetapi kita terang akan kembali kepada Allah.
Bagaimanapun jua tiap orang tua akan banga jika banyak hartanya, bagaimanapun jua tiap orang bangga jika anak-anaknya “jadi orang” memenuhi apa yang dia harapkan. Tetapi oleh karena keduanya pun dapat menjadi fitnah, artinya menjadi cobaan bagi keteguhan Iman. Karena harta orang dapat berperangai mementingkan diri sendiri dan jadi bakhil, tidak mau mengeluarkan mana yang telah masuk dan berat member kepada orang lain. Dan karena anak orangpun bisa hanya terikat dengan anak istri saja, tidak peduli kepada yang lain, hingga putus hubungan dengan masyarakat.
Tafsir Al-Maraghi
Dan ketahuilah, bahwa cobaan berupa harta dan anak anak, adalah cobaan besar yang tidak diragukan bagi siapapun yang mau berpikir. Karena, harta itulah yang merupakan poros penghidupan seseorang, dan sarana untuk mencapai segala keinginan dan hasratnya, di samping menolak dari dirinya banyak hal yang tidak di inginkan. Dan oleh karenanya, untuk memperolehnya orang siap menanggung kesusahan dan menghadapi segala kesulitan, sementara itu syara mengharuskan manusia agar senantiasa mencari yang halal dan menghindari yang haram, dan mendorongya agar menyukai kehematan dan keseimbangan. Begitu pula untuk memelihara harta orang, bersedia bersusah payah, sementara bahwa nafsunya saling bertempur dengan nuraninya sendiri untuk menafkahkannya. Kemudian, syariatlah yang mewajibkan adanya hak-hak tertentu dan tidak tertentu dalam harta yang harus dikeluarkan, seperti zakat dan nafkah-nafkah lainnya, baik untuk anak-anak, istri dan lain-lain.
Akan halnya anak anak, emang cinta kita terhadap mereka adalah termasuk hal yang telah Allah titipkan dalam fitrah kita. Anak-anak adalah buah hati dan belahan jiwa bagi bapak ibu mereka. Oleh karena itu, cinta mereka terhadap anak sanggup membawa mereka bersedia mengeluarkan segala yang ada demi anak, baik harta, atau bahkan kesehatan dan kesenangan.
Menurut suatu riwayat dari Abu Sa’id Al-Khudri yang diriwayatkan secara marfu dari Nabi SAW :
Artinya : “anak itu buah hati, dan sesungguhnya dia adalah penyebab kekacauan hati, kekikiran dan kesedihan.”
Memang, cinta kepada anak seringkali menyebabkan orang tua sanggup melakukan dosa dan perbuatan jahat demi kebaikan mereka, membiayai hidup mereka dan mempersiapkan kekayaan untuk mereka. Semua itu, kadang kadang menyebabkan seseorang menjadi penakut ketika ia perlu membela kebenaran, umat atau agama. Dan menyebabkan dia menjadi kikir untuk berzakat dan mengeluarkan nafkah nafkah wajib lainnya di samping hak hak yang telah di tetapkan. Demikian pula menyebabkan dia sedih atas yang mati di antara mereka, lalu membenci Tuhan dan menentangnya, atau macam-macam kemaksiatan lainnya seperti meratap-ratap yang biasa di lakukan oleh kaum ibu, merobek-robek baju mereka dan memukuli wajah mereka sendiri.
Jadi fitrah yang ditimbulkan oleh harta, sehingga seseorang mau saja mencari harta haram dan mengambil harta orang lain secara bathil demi anak. Maka wajib bagi orang mukmin memelihara diri dari kedua macam fitnah itu memelihara diri dari yang pertama dengan cara member harta yang halal lalu menafkahkannya pada jalan kebajikan dan kebenaran. Kemudian, menjaga diri dari bahaya fitnah yang kedua, baik di segi yang ada kaitannya dengan harta atau lainnya, sesuai dengan petunjuk hadits, atau segi kejiwaan agama, seperti mendidik anak anak dengan sebaik-baiknya, melatihlah mereka melaksanakan agama dan sifat-sifat utama, serta menghindarkan mereka dari perbuatan maksiat dan tercela.
Dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. Maka dari itu, dengan memperthatikan hukum hukum agamaNya dalam soal harta dan anak-anak, lebih kamu sukai dari pada kenikmatan yang kamu peroleh dari keduanya, yang barangkali tak sempat kamu nikmati selagi di dunia.
Sesungguhnya kecintaanmu kepada harta benda dan anak anak adalah cobaan dan ujian, sebab seringkali hal itu menyebabkan perbuatan dosa dan pelanggaran terhadap apa apa yang terlarang.
Harta benda didahulukan atas anak anak, karena harta benda merupakan fitnah paling besar, sebagaimana di firmankan : “ketahuilah sesungguhnya manusia benar benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.
Telah di keluarkan oleh Ahmad, At Tabrani, Al Hakim dan At Tarmizi dari Ka’ab bin Iyad ia berkata, aku mendengar Rasulullah mengatakan sesungguhnya setiap umat mempunyai cobaan dan cobaan umatku adalah harta benda.
Bagi orang yang lebih mencintai dan menaati Nya atas kecintaan dan ketaatannya kepada anak anak, oleh karena itu, jangan pula kamu melakukan kemaksiatan karena anak-anak dan jangan pula kamu melebihkan anak-anak itu di atas pahala yang besar dan yang ada di sisi Allah. Harta meliputi segala sesuatu yang di gunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari (duniawi) seperti uang, tanah, kendaraan, rumah, perhiasan, perabotan rumah tangga, hasil perkebunan, hasil perikanan, kelautan dan pakaian termasuk dalam kategori al amwal. Islam sebagai agama yang benar sempurna memandang harta tidak lebih sekedar anugerah Allah Swt yang di titipkan kepada manusia.
Oleh karena itu di dalam memperoleh harta dengan bekerja. Dalam artian, terdapat keseimbangan usaha manusia dalam mendapatkan materi agar sesuai dengan harapan yang di cita-citakan sebagai khalifah di bumi. Keseimbangan tersebut baik terhadap Tuhan. Dalam penjelasan ini mengenai anak dan harga sebagai titipan dari Allah sehingga kit sebagai muslim haru menjaga keduanya dengan baik agar bisa menjadi maslahat bagi yang lainnya.
Tafsir Al-Kabir
Anak dan harta merupakan fitnah, maka Allah memerintahkan kita kita agar senantiasa bertaqwa dan taat kepada Allah setelah menyebutkan hakikat fitnah keduanya, “maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Allah menegaskan akan kemungkinan sebagian keluarga berbalik menjadi musuh bagi seseorang. Harta dan anak merupakan objek ujian dan cobaan Allah Swt yang dapat saja menghalang seseorang menunaikan amanah Allah dan Rasulnya dengan baik. Padahal kehidupan yang mulia adalah kehidupan yang menuntut seseorang agar mampu menunaikan segala amanah kehidupan yang diembannya.
Maka melalui ayat ini Allah Swt ingin member peringatan kepada semua khalifahnya agar fitnah harta dan anak tidak melemahkannya dalam mengemban amanah kehidupan dan perjuangan agar meraih kemuliaan hidup di dunia dan di akhirat. Dan inilah titik lemah manusia di depan harta dan anak-anaknya, sehingga peringatan Allah akan besarnya fitnah harta dan anak di iringi dengan kabar gembira akan pahala dan keutamaan yang akan di raih melalui sarana harta dan anak.
Sesudah itu Allah memperingatkan kaum Muslimin agar supaya mereka mengetahui bahwasannya harta dan anak anak mereka itu adalah cobaan. Menganugerahkan harta benda dan anak-anak kepada kaum muslimin sebagai ujian bagi mereka itu apakah harta dan anak anak banyak itu menambah ketakwaan kepada Allah, mensyukuri nikmat serta melaksanakan hak dan kewajiban seperti yang telah di tentukan oleh Allah. Apabila seorang muslim di beri kekayaan harta oleh Allah, kemudian ia menyukuri Allah atas kekayaan itu dengan membelanjakan menurut ketentuan ketentuan Allah, berarti memenuhi kewajiban kewajiban yang telah di tentukan Allah terhadap mereka. Tetapi apabila dengan kekayaan yang mereka peroleh kemudian mereka bertambah tamak dan berusaha menambah kekayaannya dengan jalan yang tidak halal serta enggan menafkahkan hartanya berarti orang yang demikian ini adalah orang yang mengingkari nikmat Allah. Demikian juga kehidupan manusia dalam masyarakat harta benda adalah merupakan kebanggan dalam kehidupan dunia. Sering orang lupa bahwa harta benda itu hanyalah amanah dari Allah yang di titipkan kepada mereka, sehingga mereka kebanyakan tertarik kepada harta kekayaan itu dan melupakan kewajiban kewajiban yang harus di laksanakan.
Demikian juga anak adalah salah satu kesenangan  hidup dan menjadi kebanggan seseorang. Hal ini adalah merupakan cobaan pula terhadap kaum muslimin. Anak itu harus di didik dengan pendidan yang baik sehingga menjadi anak yang soleh. Maka apabila seseorang berhasil mendidik anak-anaknya menurut tuntutan agama, berarti anak itu menjadi rahmat yang tak ternilai harganya. Akan tetapi bila anak itu di biarkan sehingga menjadi anak yang menuruti hawa nafsunya, tidak mau melaksanakan perintah perintah agama maka hal ini menjadi bencana. Tidak saja kepada kedua orang tuanya bahkan seluruhnya, oleh sebab itu wajiblah bagi seorang muslim memelihara diri dari kedua cobaan tersebut. Hendaklah dia mengendalikan harta dan anak untuk di pergunakan dan di didik sesuai dengan tuntutan agama serta menjauhkan diri dari bencana yang di timbulkan oleh harta dan anak tadi. Di akhir ayat Allah Swt menegaskan bahwa sesungguhnya di sisi Allah lah pahala yang besar. Maksudnya ialah barang siapa yang mengutamakan ialah barang siapa yang mengutamakan keridaan Allah dari pada mencintai harta dan anak-anaknya, maka ia akan mendapat pahala yang besar dari sisi Allah.
Komitmen terhadap iman menjadikan seseorang komitmen dalam menjaga amanat. Karena iman tidak akan bisa bergabung dengan pengkhianatan. Berkhianat merupakan perilaku buruk dan kotor, karna itu barangsiapa yang melakukan pengkianatan dengan sadar, maka balasan dan siksanya sangat pedih. Kecintaan yang berlebih lebihan terhadap harta dan anak anak mengakibatkan manusia melakukan pengkhianatan, namun kecintaan tersebut dalam batas wajar terhadap anak anak mereka, maka hal ini adalah suatu perkara alami dan tidak sampai mengakibatkan manusia berkhianat. Harta dan anak anak memili gaya tariknya masing-masing, bila diabdningkan dengan kelembutan dan anugerah Allah tidak ada apa apanya, karena itulah kita tidak boleh menjauhkan diri dari Allah Swt karena harta dan anak. (dan ketahuilah bahwa harta kalian dan anak anak kalian itu hanyalah sebagai cobaan) buat kalian yang menghambat kalian dari perkara perkara akhirat (dan sesungguhnya di sisi Allahlah pahala yang besar) maka janganlah sekali-kali kalian mau berbuat khianat demi untuk mereka. Ketahuilah pula wahai orang orang yang benar benar beriman, bahwa cobaan hidup itu di antaranya di sebabka oleh cinta yang berlebihan pada anak anak kalian. Maka, janganlah cinta pada anak dan harta benda itu melebihi cinta kalian pada Allah, karena hal yang demikian itu akan merusak urusan kalian. Dan ketahuilah bahwa pahala Allah jauh lebih besar dari pada harta dunia dan keturunan.
Terdapat beberapa hikmah yang dapat di petik dari ayat di atas di antara hikmah hikmahnya adalah sebagai berikut :
Bahwa sebagai orang yang beriman, kita dilarang berkhianat, terlebih lebih mengkhianati Allah dan Rasulnya. Khianat di atas  digambarkan dalam dua jenis. Pertama pengkhianatan khusus yaitu mengkhianati Allah dan Rasulnya. Khianat kepada Allah dan Rasulullah terjadi pada kisah Abu Lubabah yang berkhianat menjadi latar belakangnya ayat ini. Adapun khianat yang kedua yaitu adalah khianat umum yaitu khianat terhadap segala hal yang diamanahkan kepada kita, janji, jabatan, keluarga, harta dan rahasia. Penyebab terjadinya sifat khianat umumnya adalah faktor harta dan keturunan, seperti Abu Lubabah yang memang secara histori memiliki hubungan sangat baik dengan Yahudi Bani Quraidzah, bahkan beliau menitipkan anak anak dan juga harta di Yahudi Bani Quraidzah. Kedekatan hubungan inilah yang kemudian yang membuat Abu Lubabah tega mengkhianati Allah dan Rasulullah Saw, padahal tidak seharusnya beliau memberitahukan itu.


No comments:

Post a Comment