INDAH
ZUMROTUN NA’IMAH
1414231049/PS
2/ SMSTR 4
TAFSIR
AYAT EKONOMI
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-isra
ayat 29
Tentang Distribusi Harta
wur
ö@yèøgrB
x8yt
»'s!qè=øótB 4n<Î)
y7É)ãZãã
wur
$ygôÜÝ¡ö6s? ¨@ä.
ÅÝó¡t6ø9$#
yãèø)tFsù
$YBqè=tB
#·qÝ¡øt¤C
ÇËÒÈ
29. Dan janganlah kamu jadikan tanganmu
terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya[852] karena
itu kamu menjadi tercela dan menyesal.
Maksudnya: jangan kamu terlalu kikir, dan
jangan pula terlalu Pemurah.
larangan pelit ini oleh al qur’an di simbolkan dengan
perilaku orang pelit seolah olah ia tidak merasa puas dengan Cuma menggengam
jari-jemari tanganya untuk tidak mau mmberikan sesuatu itu,sampai-sampai ia
angkat kedua tangannya lalu ia letakan (di belenggukan) di atas lehernya.pada
sat yang bersamaan ,alloh juga melarang kamu mengulurkan/membentangkan tanganmu
dengan bentangan yang tanpa batas;maksudnya di arang terlalu royal atau boros
dalam hal distribusi .sehingga ia sendiri ,keluarga dan /pihak yang berhak
lainya mengalami kesulitan untuk mendapatkan hak-haknyasebab,sikap terlalu
pelit dan terlalu boros (terlalu royal) dalam mendistribusikan ekonomi dan
keuangan sama tidak baiknya . bagaimanapun,perilaku pelit maupun boros ,itu
pada gilirannya menyebabkan pelakunya menjadi orang yang tercela tau di cela ,serta bagaimanapun pada ahirnya
ia akan menyesali perbuatannya tersebut.
ان ربك يبسط ا
لرزق لمن يشاء ويقدر
Sesungguhnya
rabb mu akan memudahkan/melapangkan rizki bagi siapa saja yang dia
kehendaki;dan dia tentukan kadar banyaknya;karena sessungguhnya alloh itu
adalah sangat mengetahui lagi maha melihat segala tintak tanduk hambanya.
Maksudnya sessungguhnya rabb mu akan meluaskan atau
melapangkan rizki kepada siapa saja yang dia kehendaki;dalam rangka menguji
coba orang itu apakah dia bersyukur atau malah menjadi kufur?alloh jugalah yang
menentukan dalam arti membatasi atau bahkan menyempitkan rizki seseorang dalam
konteks pengujian apakah ia bersabar atau bahkan ia berkeluh kesah dan malah
merasa tidak suka/ puas dengan itu .menurut ilmu dan kebijaksanaannya mengingat
manusia itu sebagian ada yang tidak berlaku patut ,kecuali dengan keluasan
rezekinya,sementata sebagian yang lain ada juga yang tidak dapat berbuat
maslahat ,kecuali dengan kesempitan rezekinya
. انه كا ن
بعبا دهههه خبيرا بصير
Itulah sebabnya mengapa alloh daalam memperlakukan
hambanya itu ada yang lapang ada yang sempit menurut ilmu dan kebijaksanaan nya
.
Mengingat manusia itu sendiri sebagian ada yang tidak
berlaku patut,kecuali dengan keluasan rezekinya ;sementara sebagian yang lain
ada juga yang tidak berbuat maslahat,kecuali dengan kesempitan rizkinya.
Allah Swt.
memerintahkan (kepada hamba-hamba-Nya) agar bersikap ekonomis dalam kehidupan,
dan mencela sifat kikir; serta dalam waktuyang sama melarang sifat berlebihan.
Dan
janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada
lehermu.
(Al-Isra: 29)
Dengan kata lain, janganlah kamu
menjadi orang kikir dan selalu menolak orang yang meminta serta tidak pernah
sekalipun memberikan sesuatukepada seseorang. Orang-orang Yahudi, semoga laknat
Allah menimpa mereka, mengatakan bahwa tangan Allah terbelenggu. Maksud mereka ialah
Allah bersifat kikir, padahal kenyataannya Allah Mahatinggi lagi Mahasuci,
Mahamulia dan Maha Pemberi.
Firman Allah
Swt.:
dan
janganlah kamu terlalu mengulurkannya. (Al-Isra: 29)
Artinya janganlah kamu berlebihan
dalam membelanjakan hartamu dengan cara memberi di luar kemampuanmu dan
mengeluarkan biaya lebih dari pemasukanmu.
karena
itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (Al-Isra: 29)
Ungkapan ini termasuk ke dalam
versi lifwan nasyr, yakni gabungan dari beberapa penjelasan.
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa jika kamu kikir, maka kamu akan menjadi
orang yang tercela; orang-orang akan mencela dan mencacimu serta tidak mau
bergaul denganmu. Seperti yang dikatakan oleh Zuhair ibnu Abu Sulma dalam Mu'aliaqat-Nya
yang terkenal itu, yaitu:
Dan manakala kamu membuka tanganmu
lebar-lebar dengan memberi di luar kemampuanmu, maka kamu akan menyesal karena
tidak punya sesuatu lagi yang akan kamu belanjakan Perihalnya sama dengan hewan
yang tidak kuat lagi melakukan perjalanan, maka ia berhenti karena lemah dan
tidak mampu. Hewan yang berspesifikasi demikian dinamakan hasir,yakni
hewan yang kelelahan.
Yang
dimaksud dengan hasir ialah lemah, tidak dapat melihat adanya cela.Makna
yang dimaksud oleh ayat ini ditafsirkan dengan pengertian kikir dan berlebih-lebihan,
menurut Ibnu Abbas, Al-Hasan, Qatadah, Ibnu Juraij, Ibnu Zaid, dan yang
lainnya. Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui hadis Abuz
Zanad, dari Ai-A'raj, dari Abu Hurairah, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah
Saw. bersabda:
Perumpamaan orang yang kikir dan
orang yang dermawan ialah sama dengan dua orang lelaki yang keduanya memakai jubah
besi mulai dari bagian dada sampai ke bagian bawah lehernya. Adapun orang yang
dermawan, maka tidak sekalikali ia mengeluarkan nafkah melainkan jubah besinya
itu terasa makin lebar atau longgar sehingga semua jarinya tersembunyi dan
tidak kelihatan. Adapun orang yang kikir,maka tidak sekali-kali dia bermaksud
hendak membelanjakan sesuatu melainkan setiap lekukan dari jubah besinya
menempel pada tempatnya; sedangkan dia berupaya untuk melonggarkannya, tetapi
baju besinya tidak mau longgar.
Demikianlah
menurut lafaz hadis yang diketengahkan oleh Imam Bukhari di dalam kitab
zakatnya.
Di
dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Hisyam ibnu Urwah,dari
istrinya (yaitu Fatimah bintil Munzir), dari neneknya (yaitu Asma binti Abu
Bakar) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Berinfaklah
dengan cara anu dan anu dan anu, dan janganlah kamu mengingat-ingatnya, karena
Allah akan membalasmu dengan perlakuan yang sama. Dan
janganlah kamumenghitung-hitungnya, karena Allah akan membalas menghitung-hitungnya
pula.
Allah berfirman seraya memerintahkan untuk berlaku sederhana dalam
menjalani hidup, dan mencela sifat kikir sekaligus melarang bersikap
berlebih-lebihan.
Walaa taj’al yadaka maghluulatan ilaa ‘unuqika (“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelengggu pada lehermu.”) Maksudnya, janganlah kamu kikir dan bakhil, tidak pernah memberikan sesuatu pun kepada seseorang.
Walaa taj’al yadaka maghluulatan ilaa ‘unuqika (“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelengggu pada lehermu.”) Maksudnya, janganlah kamu kikir dan bakhil, tidak pernah memberikan sesuatu pun kepada seseorang.
Sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang Yahudi -la’natullah
`alaihim-: “Tangan Allah itu terbelenggu.” Yang mereka maksudkan dengan kalimat
itu adalah bahwa Allah itu kikir. Mahatinggi Allah dan Mahasuci serta
Mahapemurah lagi Maha-dermawan.
Dan firman-Nya: walaa tabshuth-Haa kullal bashthi (“Dan janganlah kamu
terlalu mengulurkannya.”) Maksudnya, janganlah kamu berlebihan dalam berinfak,
di mana kamu memberi di luar kemampuanmu dan mengeluarkan pengeluaran yang
lebih banyak daripada pemasukan. Karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.
Artinya, jika kamu kikir, niscaya kamu akan menjadi tercela yang senantiasa
mendapat celaan dan hinaan dari orang-orang serta tidak akan dihargai dan
mereka tidak memerlukanmu lagi.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Zuhair bin Abi Salma, dalam
mu’allaqatnya:
“Barangsiapa yang mempunyai banyak harta lalu ia kikir dengan kekayaannya itu,niscaya ia akan diabaikan kaumnya, dan mendapat hinaan.”
“Barangsiapa yang mempunyai banyak harta lalu ia kikir dengan kekayaannya itu,niscaya ia akan diabaikan kaumnya, dan mendapat hinaan.”
Bila kamu mengulurkan tanganmu di luar kemampuanmu, maka kamu akan hidup
tanpa sesuatu apapun yang dapat kamu nafkahkan, sehingga kamu menjadi seperti
hasir, yaitu binatang yang sudah tidak mampu berjalan, yang berhenti, lemah dan
tiada daya. Demikianlah yang dinamakan hasir. Ayat di atas ditafsirkan oleh
Ibnu `Abbas, al-Hasan, Qatadah, Ibnu juraij, Ibnu Zaid dan lain-lain, bahwa
yang dimaksudkan di sini adalah sifat kikir dan sifat berlebih-lebihan.
Dan dalam kitab ash-Shahihain diriwayatkan dari Asma’ binti Abi Bakar, ia
bercerita, Rasulullah saw. bersabda: “Berinfaklah kamu begini, begini, dan
begini, dan janganlah kamu kikir sehingga Allah pun akan kikir kepadamu, serta
janganlah pula kamu enggan memberi orang sehingga Dia pun akan menahan
pemberian kepadamu.”
Dalam lafazh yang lain disebutkan: “Dan janganlah kamu menghitung-hitung
(pemberian) sehingga Allah pun akan menghitung-hitung (pemberian) kepadamu.”
Dan dalam kitab Shahih Muslim disebutkan, dari Abu Hurairah, ia
bercerita, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah pemah berkata
kepadaku, ‘Berinfaklah, maka Aku akan memberi infak kepadamu.” (HR. Al-Bukhari
dan Muslim)
Firman-Nya: inna rabbaka yabsuthur rizqa limay yasyaa-u wa yaqdiru
(“Sesungguhnya Rabbmu melapangkan rizki kepada siapa yang Dia kehendaki dan
menyempitkannya.”) Hal itu sebagai pemberitahuan bahwa Dia adalah sang Pemberi
rizki, Pengambil rizki, Penyalur rizki, serta pengendali segala urusan
makhluk-Nya sesuai dengan kehendak-Nya. Dengan demikian, Dia akan menjadikan
kaya siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan akan menjadikan miskin siapa saja
yang dikehendaki-Nya. Karena yang demikian itu terdapat hikmah.
Oleh karena itu, Dia berfirman: innaHuu kaana bi-‘ibaadiHii khabiiram
bashiiran (“Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Mahamelihat akan
hamba-hamba-Nya.”) Yakni, Mahamelihat siapa orang yang berhak memperoleh
kekayaan dan siapa juga orang-orang yang layak hidup miskin.
Janganlah kamu enggan mengulurkan tangan untuk menginfakkan harta dalam
kebaikan, seolah-olah tanganmu terikat di leher dengan belenggu yang terbuat
dari besi sehingga tak bisa terulur. Tetapi janganlah pula kamu terlalu mengulurkan
tanganmu untuk berlebih-lebihan dalam berinfak. Sebab dengan begitu kamu akan
menjadi tercela dan menyesal karena tidak berinfak atau kehabisan harta karena
boros dan berlebih-lebihan.
Dan janganlah
kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu
mengulurkannya. Karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (17: 29)
Sebelumnya telah disebutkan bagaimana Allah begitu menekankan soal
berbuat baik kepada kedua orang tua, famili dan orang-orang yang tidak mampu.
Sementara ayat ini menyebutkan, dalam berinfaq dan mengeluarkan sedekah
hendaknya manusia bersikap tidak ekstrim; tidak terlalu kikir di mana apa yang
dimilikinya disimpan rapi-rapi. Tapi juga tidak terlalu dermawan, sehingga apa
saja yang dimilikinya harus dibagi-bagikan kepada orang lain yang pada akhirnya
malah menyusahkannya. Islam adalah agama yang selalu menekankan keadilan dan
melarang setiap sikap ekstrim baik kiri maupun kanan bahkan dalam perbuatan
baik sekalipun.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sebagaimana kikir adalah perilaku yang tidak diterima, sikap
berlebihan dalam berinfak juga tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
2. Hasil setiap pemborosan tetap buruk dalam pandangan Islam sekalipun
dalam perbuatan baik.
dalam konsumsi
(mengeluarkan Harta) tidak boleh kikir dan tidak boleh berlebih-lebihan
(boros). Hal ini berarti konsumsi tidak hanya selain untuk kebutuhan duniawi
tapi juga untuk memenuhi kebutuhan akhirat. Konsumsi disini tidak hanya untuk
memenuhi kebutuhan pribadi tapi juga harus ingat kebutuhan orang lain. Setiap
orang mempunyai tujuan masing-masing dalam melakukan konsumsi. Hal ini terlihat
jelas secara teoritis tujuan konsumsi Islam dan konsumsi konvensional. Sebagai
muslim, manusia memiliki tujuan konsumsi, yaitu (Hadi, 2012) Kebaikan dan
tuntutan jiwa yang mulia harus direalisasikan untuk mendapatkan pahala dari
Allah. Allah telah memberikan arahan kepada umatnya agar penggunaan dana
sebagai bagian dari amal sholeh dan mengharap mendapat ridha dari tuhan Untuk
mewujudkan kerjasama antar anggota masyarakat dan menyediakan jaminan sosial
Memberikan rasa tanggung jawab pribadi terhadap kemakmuran diri, keluarga dan
masyarakat sebagai bagian aktivitas dan dinamisasi ekonomi Untuk meminimalkan
pemerasan dengan memcari sumber-sumber pendapatan Negara memberikan
perlindungan dan bertanggung jawab terhadap warganya yang ekonomi rendah. Pada
surat Al Isra ayat 29, Konsumsi dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa
norma etika. Menurut Yusuf Qardhawi yang dikutip oleh Winario, aktivitas
konsumsi dilandasi dengan dua norma dasar. Pertama, dalam membelanjakan harta
harus dalam kategori kebaikan dan menjauhi sikap kikir. Hal ini menjadi dasar
bahwa harta yang diberikan Allah SWT kepada manusia bukan untuk disimpan,
ditimbun atau sekedar dihitung tetapi digunakan untuk kemaslahatan umat. Harta
yang dititipkan kepada manusia bukan milik pribadinya tetapi ada hak orang lain
didalamnya. Hal ini membuat manusia diharuskan untuk mengeluarkan zakat, infaq,
shadaqah dan wakaf. Kedua, dalam menggunakan harta tidak melakukan
kemubadziran. Hal ini membuat manusia dilarang untuk bersikap boros atau
berlebih-lebihan. (Winario, n.d) Dalam mengeluarkan hartanya, manusia harus
memiliki pengertian terhadap kebutuhan yang paling penting untuk pribadi dan keluarga.
Meskipun dalam ayat di atas melarang adanya sifat kikir, tetapi pada ayat
diatas juga melarang adanya pemborosan dalam hal penggunaan harta untuk
konsumtif dan dalam memberikan sebagian hartanya sebagai zakat, infak, sadaqah
dan wakaf. Jadi, manusia harus mengerti adanya pola keseimbangan dalam
penggunaan hartanya. Menurut Ibawa, banyak yang harus diperhatikan dalam
konsumsi yaitu kewajiban makan yang halal dan larangan makan yang haram,
larangan hidup pemborosan, larangan hidup mewah, larangan kikir dan hidup hemat
dan sederhana. (Ibawa, n.d.) Menurut Manan, seperti yang dikutip Wigati, ada
lima prinsip konsumsi Islam, yaitu: (Wigati, 2011) Prinsip keadilan. Prinsip
ini mengandung arti ganda mengenai mencari rizki yang halal dan tidak dilarang
hukum. Prinsip kebersihan. Maksudnya adalah bahwa makanan harus baik dan cocok
untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera. Prinsip
kesederhanaan. Prinsip ini mengatur perilaku manusia mengenai makan dan minuman
yang tidak berlebihan. Prinsip kemurahan Hati. Dengan mentaati perintah Islam
tidak ada bahaya maupun dosa ketika kita memakan dan meminum makanan halal yang
disediakan Tuhannya Prinsip moralitas. Seorang muslim diajarkan untuk menyebut
nama Allah SWT. sebelum makan dan menyatakan terimakasih setelah makan. Pada
intinya, dalam menggunakan harta (konsumsi) harus menggunakan norma etika,
yaitu tidak bersifat kikir dan tidak boros. Manusia harus memiliki pengertian
mengenai dirinya sendiri mengenai kuantitas dan kualitas kebutuhan yang harus
dipenuhi. Di sisi lain, manusia juga harus mempertimbangkan kebutuhan orang
lain karena ada hak orang lain dalam hartanya. Namun, harus dipikirkan pula
bahwa pemborosan itu tidak hanya dalam hal konsumtif tetapi juga memikirkan
seberapa besar harta yang diberikan untuk orang lain.
Adapun keterangan-keterangan yang didapat dari hadis-hadis Nabi dapat dikemukakan sebagai berikut:
Diriwayatkan
dari Imam Ahmad dan ahli hadis yang lain, dari Ibnu Abbas ia berkata:
"Rasulullah saw bersabda: "Tidak akan menjadi miskin orang yang
berhemat".
Imam Baihaqi
meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Abbas, Ibnu Abbas berkata: "Rasulullah
saw bersabda: Berlaku hemat dalam membelanjakan harta, separoh dari
penghidupan.
Allah berfirman seraya memerintahkan untuk berlaku sederhana dalam
menjalani hidup, dan mencela sifat kikir sekaligus melarang bersikap
berlebih-lebihan.
Walaa taj’al yadaka maghluulatan ilaa ‘unuqika (“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelengggu pada lehermu.”) Maksudnya, janganlah kamu kikir dan bakhil, tidak pernah memberikan sesuatu pun kepada seseorang.
Walaa taj’al yadaka maghluulatan ilaa ‘unuqika (“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelengggu pada lehermu.”) Maksudnya, janganlah kamu kikir dan bakhil, tidak pernah memberikan sesuatu pun kepada seseorang.
Sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang Yahudi -la’natullah
`alaihim-: “Tangan Allah itu terbelenggu.” Yang mereka maksudkan dengan kalimat
itu adalah bahwa Allah itu kikir. Mahatinggi Allah dan Mahasuci serta
Mahapemurah lagi Maha-dermawan.
Dan firman-Nya: walaa tabshuth-Haa kullal bashthi (“Dan janganlah kamu
terlalu mengulurkannya.”) Maksudnya, janganlah kamu berlebihan dalam berinfak,
di mana kamu memberi di luar kemampuanmu dan mengeluarkan pengeluaran yang
lebih banyak daripada pemasukan. Karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.
Artinya, jika kamu kikir, niscaya kamu akan menjadi tercela yang senantiasa
mendapat celaan dan hinaan dari orang-orang serta tidak akan dihargai dan mereka
tidak memerlukanmu lagi.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Zuhair bin Abi Salma, dalam
mu’allaqatnya:
“Barangsiapa yang mempunyai banyak harta lalu ia kikir dengan kekayaannya itu,niscaya ia akan diabaikan kaumnya, dan mendapat hinaan.”
“Barangsiapa yang mempunyai banyak harta lalu ia kikir dengan kekayaannya itu,niscaya ia akan diabaikan kaumnya, dan mendapat hinaan.”
Bila kamu mengulurkan tanganmu di luar kemampuanmu, maka kamu akan hidup
tanpa sesuatu apapun yang dapat kamu nafkahkan, sehingga kamu menjadi seperti
hasir, yaitu binatang yang sudah tidak mampu berjalan, yang berhenti, lemah dan
tiada daya. Demikianlah yang dinamakan hasir. Ayat di atas ditafsirkan oleh
Ibnu `Abbas, al-Hasan, Qatadah, Ibnu juraij, Ibnu Zaid dan lain-lain, bahwa
yang dimaksudkan di sini adalah sifat kikir dan sifat berlebih-lebihan.
Seperti yang disampaikan sebelumnya dalam surat al-isra ayat 29 yang berbunyi:
ﻭَﻟَﺎ ﺗَﺠْﻌَﻞْ ﻳَﺪَﻙَ
ﻣَﻐْﻠُﻮﻟَﺔً ﺇِﻟَﻰ ﻋُﻨُﻘِﻚَ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﺒْﺴُﻄْﻬَﺎ
ﻛُﻞَّ ﺍﻟْﺒَﺴْﻂِ ﻓَﺘَﻘْﻌُﺪَ
ﻣَﻠُﻮﻣًﺎ ﻣَﺤْﺴُﻮﺭًﺍ (29)
Kemudian Allah
SWT menjelaskan cara-cara yang baik dalam membelanjakan harta, yaitu Allah SWT
melarang orang menjadikan tangannya terbelenggu pada leher. Ungkapan ini adalah
lazim dipergunakan oleh orang-orang Arab, yang berarti larangan berlaku bakhil.
Allah melarang orang-orang yang bakhil, sehingga enggan memberikan harta kepada
orang lain, walaupun sedikit. Sebaliknya Allah juga melarang orang yang terlalu
mengulurkan tangan, ungkapan serupa ini berarti melarang orang yang berlaku
boros membelanjakan harta, sehingga belanja yang dihamburkannya melebihi
kemampuan yang dimilikinya. Akibat orang yang semacam itu akan menjadi tercela,
dan dicemoohkan oleh handai-tolan serta kerabatnya dan menjadi orang yang
menyesal karena kebiasaannya itu akan mengakibatkan dia tidak mempunyai
apa-apa.
Dari ayat ini
dapat dipahami bahwa cara yang baik dalam membelanjakan harta ialah
membelanjakannya dengan cara yang layak dan wajar, tidak terlalu bakhil dan
tidak terlalu boros.
Adapun
keterangan-keterangan yang didapat dari hadis-hadis Nabi dapat dikemukakan
sebagai berikut:
Diriwayatkan
dari Imam Ahmad dan ahli hadis yang lain, dari Ibnu Abbas ia berkata:
"Rasulullah saw bersabda:
ﻣﺎ ﻋﺎﻝ ﻣﻦ ﺍﻗﺘﺼﺪ
Artinya:
"Tidak
akan menjadi miskin orang yang berhemat".
Imam Baihaqi meriwayatkan sebuah
hadis dari Ibnu Abbas, Ibnu Abbas berkata: "Rasulullah saw bersabda:
ﺍﻹﻗﺘﺼﺎﺩ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﻔﻘﺔ
ﻧﺼﻒ ﺍﻟﻤﻌﻴﺸﺔ
Artinya:
Berlaku hemat
dalam membelanjakan harta, separoh dari penghidupan.
Dan dalam kitab ash-Shahihain diriwayatkan dari Asma’ binti Abi Bakar, ia
bercerita, Rasulullah saw. bersabda: “Berinfaklah kamu begini, begini, dan
begini, dan janganlah kamu kikir sehingga Allah pun akan kikir kepadamu, serta
janganlah pula kamu enggan memberi orang sehingga Dia pun akan menahan
pemberian kepadamu.”
Dalam lafazh yang lain disebutkan: “Dan janganlah kamu menghitung-hitung
(pemberian) sehingga Allah pun akan menghitung-hitung (pemberian) kepadamu.”
Dan dalam kitab Shahih Muslim disebutkan, dari Abu Hurairah, ia
bercerita, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah pemah berkata
kepadaku, ‘Berinfaklah, maka Aku akan memberi infak kepadamu.” (HR. Al-Bukhari
dan Muslim)
Firman-Nya: inna rabbaka yabsuthur rizqa limay yasyaa-u wa yaqdiru
(“Sesungguhnya Rabbmu melapangkan rizki kepada siapa yang Dia kehendaki dan
menyempitkannya.”) Hal itu sebagai pemberitahuan bahwa Dia adalah sang Pemberi
rizki, Pengambil rizki, Penyalur rizki, serta pengendali segala urusan
makhluk-Nya sesuai dengan kehendak-Nya. Dengan demikian, Dia akan menjadikan
kaya siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan akan menjadikan miskin siapa saja
yang dikehendaki-Nya. Karena yang demikian itu terdapat hikmah.
Janganlah terlalu berlebihan dalam berinfak, di mana seseorang memberi di
luar kemampuannya dan mengeluarkan pengeluaran yang lebih banyak daripada
pemasukan. Karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. Artinya, jika kamu
kikir, niscaya kamu akan menjadi tercela yang senantiasa mendapat celaan dan
hinaan dari orang-orang serta tidak akan di hargai dan mereka tidak
memerlukanmu lagi. Sebagaimana yang dikatakan oleh Zubair bin Abi Salma dalam
mu’allaqatnya:
“Barangsiapa yang mempunyai banyak harta lalu ia kikir
dengan kekayaannya itu, niscaya ia akan diabaikan kaumnya, dan mendapat
hinaan.”
Bila kamu mengulurkan tanganmu di luar kemampuanmu,
maka kamu akan hidup tanpa sesuatu apapun yang dapat kamu nafkahkan, sehingga
kamu menjadi seperti hasir, yaitu binatang yang sudah tidak mampu berjalan yang
berhenti lemah dan tiada daya. Demikianlah yang dinamakan hasir. Ayat di atas
ditafsirkan oleh Ibnu ‘Abbas, al-Hasan, Qatadah, Ibnu Juraij, Ibnu Zaid dan
lain-lain, bahwa yang dimaksudkan di sini adalah sifat kikir dan sifat berlebih-lebihan.
Dan dalam kitab ash-Shahihain diriwayatkan dari Asma’
binti Abi Bakar, ia bercerita, Rasulullah bersabda:
“Berinfaklah, kamu begini, begini dan begini, dan
janganlah kamu kikir sehingga Allah pun akan kikir kepadamu, serta janganlah
pula kamu enggan memberi orang sehingga Allah pun akan menahan pemberian
kepadamu. [Dan janganlah kamu menghitung-hitung pemberian sehingga Allah pun
akan menghitung-hitung (pemberian) kepadamu.”
Dalam kitab shahib mulim disebutkan dari Abu Hurairah
ia bercerita Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah pernah berkata
kepadaku,”Berinfaklah, maka Aku akan memberi infak kepadamu.” (HR Bukhari dan
Muslim)
¨bÎ)
y7u‘
äÝÝ¡ö6tƒ
s-ø—Îh9$#
`yJÏ9
âä!$t±o„
â‘ωø)tƒur
Sesungguhnya Rabb-mu akan memudahkan/melapangkan
rezeki bagi siapa saja yang Dia kehendaki; dan Dia tentukan kadar-banyaknya;
karena sesungguhnya Allah itu adalah sangat mengetahui lagi Maha Melihat segala
tidak tanduk hamba-Nya.
Maksudnya, sesungguhnya Allah akan meluaskan dan
melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki, dalam rangka menguji coba
orang itu apakah ia bersyukur atau malahan menjadi kufur? Allah jugalah yang
menentukan dalam arti membatasi bahkan menyempitkan rezeki seorang dalam konteks
pengujuan apakah ia akan bersabar atau bahkan ia keluh-kesah dan malahan merasa
tidak suka/puas dengan itu. Mengingat manusia itu sebagian ada yang tidak
berlaku patut, kecuali dengan keluasan rezekinya, sementara sebagian yang lain
ada juga yang tidak dapat berbuat maslahat, kecuali dengan kesempitan
rezekinya.
¼çm¯RÎ)
tb%x.
¾ÍnÏŠ$t6ÏèÎ
#MŽÎ7yz
#ZŽÅÁt
Itulah sebabnya mengapa Allah dalam memperlakukan
hamba-Nya itu ada yang lapang dan ada yang sempit menurut ilmu dan
kebijaksanaan-Nya.
Daftar Pustaka
Tafsir Ibnu
Katsir Juz 15
https://alquranmulia.wordpress.com/2015/09/13/tafsir-ibnu-katsir-surah-an-israa-ayat-29-30/
Diposting Tgl 15/03/2016 Pukul :20.00
No comments:
Post a Comment