NAMA
: LENI OCTAVIA PRATIWI
ZAKAT
Surat
Al-baqarah(2):267
تُنْفِقُوْنَ مِنْهُ الْخَبِيْثَ تَيَمَمُوْا وَلَا الْأَرْضِ مِنَ لَكُمْ اْخْرَجْنَا مِمَّا وَ كَسَبْتُمْ مَا طَيِّبَاتِ مِنْ اْنْفِقُوْا ءَامَنُوْا الَّذِيْنَ يَااْيُّهَا
حَمِيْد غَنِيٌّ اللهَ اْنَّ وَاعْلَمُوْا فِيْهِ تُغْمِضُوْا اْنْ إِلَّا فِيْهِ بِاْخِذِيْهِ وَلَسْتُمْ
“Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami (Allah) keluarkan dari
bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan
dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya
lagi Maha Terpuji.”
.........................................................................................
Tafsir al-Mufradat
الطيبت
(At-Thayyibat) : yang baik dan disenangi. Lawan katanya adalah jelek dan buruk
dan dibenci oleh Allah.
Wa la tayammamu
: janganlah kalian bertujuan.
تغمضوا
(Tughmidu) : permudahlah, dan bermaaflah kalian. Diambil dari kata mereka,
Aghmada Fulanun ‘an ba’di haqqihi (apabila ia memejamkan matanya/memaafkannya).
Juga dikatakan kepada orang yang berjualan, Aghmid, artinya janganlah kamu
teliti, atau jangan kamu pilih-pilih/jangan melihat.
حميد (Hamidun)
: yang berhak dipuji atas nikmat-nikmat-Nya yang agung.
.........................................................................................
Asbab an- Nuzul
Dalam suatu
riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat tersebut di atas berkenaan dengan kaum
Anshar yang mempunyai kebun kurma. Ada yang mengeluarkan zakatnya sesuai dengan
penghasilannya, tetapi ada juga yang tidak suka berbuat baik. Mereka
menyerahkan kurma yang berkwalitas rendah dan busuk. Ayat tersebut di atas
sebagai teguran atas perbuatan mereka. (Diriwayatkan oleh al-Hakim, Tirmidzi,
Ibnu Majah dan lain-lainnya yang bersumber dari Al-Barra).
Dalam
riwayat lain dikemukakan bahwa ada orang-orang yang memilih kurma yang jelek
untuk dizakatkan. Maka turunlah ayat tersebut sebagai teguran atas perbuatan
mereka. (Diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasa’i, dan al-Hakim yang bersumber dari
Sahl bin Hanif).
Dalam
riwayat lain dikemukakan bahwa Nabi saw. memerintahkan berzakat fitrah dengan
satu sha’ kurma. Pada waktu itu datanglah seorang laki-laki membawa kurma yang
sangat rendah kwalitasnya. Maka turunlah ayat tersebut sebagai petunjuk supaya
mengeluarkan zakat yang baik dari hasil kasabnya. (Diriwayatkan oleh al-Hakim
yang bersumber dari Jabir).
Dalam
riwayat lainnya lagi dikemukakan bahwa para sahabat Nabi saw. ada yang membeli
makanan yang murah untuk disedekahkan. Maka turunlah ayat tersebut di atas
sebagai petunjuk kepada mereka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang
bersumber dari Ibnu Abbas).
Dalam riwayat lain menurut Ibnu Jarir yang diterimanya
daripada al- Barra’ bin Azib, dan suatu riwayat pula daripada al-Hasan, pada
waktu itu ada beberapa mereka yang ketika hasil ladang mereka telah keluar,
mereka pisah-pisahkan hasil yang bagus-bagus dengan yang buruk-buruk. Nanti setelah amil pengambil zakat datang, mereka serahkan hasil yang
buruk-buruk itu. Inilah asal mula turunnya ayat. Perbuatan yang demikian amat
dicela atau sangat
menghina orang yang diberi akan di beri zakat, tidak
cocok dan tidak seirama dengan jiwa orang yang beriman. Dan perbuatan itu Allah tidak
menyukainya.
.........................................................................................
Menurut tafsir Al-Misbah, M. Quraish Shihab, Ayat ini
menguraikan tentang nafkah yang di berikan, serta sifat nafkah tersebut.
Yang
pertama digaris bawahi adalah bahwa yang dinafkahkan hendaknya yang baik-baik.
Tetapi tidak semua dinafkahkan, cukup sebagian saja. Ada yang berbentuk wajib
dan ada juga yang anjuran. Selanjutnya dijelaskan bahwa yang dinafkahkan dari hasil usaha kamu dan dari apa yang
Kami (Allah) keluarkan dari bumi.
Tentu
saja hasil usaha manusia bermacam-macam, bahkan dari hari ke hari dapat muncul
usaha-usaha baru yang belum dikenal sebelumnya, seperti usaha jasa dengan
keanekaragamannya. Semuanya dicakup oleh ayat ini, dan semuanya perlu
dinafkahkan sebagian darinya. Demikian juga yang Kami keluarkan dari bumi untuk
kamu, yakni hasil pertanian. Jika memahami perintah ayat ini dalam arti
perintah wajib, maka semua hasil usaha apapun bentuknya, wajib dizakati
termasuk gaji yang diperoleh seorang pegawai, jika gajinya telah memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan dalam konteks zakat. Demikian juga hasil
pertanian, baik yang telah dikenal pada masa nabi Muhammad saw maupun yang
belum dikenal ditempat turunnya ayat ini. Hasil pertanian seperti cengkeh,
lada, buah-buahan dan lain-lain, semua dicakup oleh makna kalimat yang kami keluarkan dari bumi.
Sekali
lagi pilihlah yang baik-baik dari apa yang kamu nafkahkan itu, walaupun tidak
harus semuanya baik, tetapi jangan sampai kamu dengan sengaja memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan darinya. Ini bukan berarti yang dinafkahkan haruslah yang
terbaik. Memang yang demikian itu amat terpuji, tetapi bukan berarti jika bukan
yang terbaik maka pemberian dinilai sia-sia. Nabi muhammad saw bahkan berpesan
kepada sahabat beliau , Muadz Ibn Jabal ra., yang beliau utus ke Yaman, agar
dalam memungut zakat menghindari harta terbaik kaum muslimin. Yang dilarang
oleh ayat ini adalah yang dengan sengaja mengumpullkan yang buruk kemudian
menyedekahkannya.
Selanjutnya
ayat ini mengingatkan para pemberi nafkah agar menempatkan diri pada tempat
orang yang menerima; bukankah kamu
sendiri tidak mau mengambil yang buruk-buruk itu, melainkan dengan memicingkan mata? Maksudnya adalah pura-pura tidak
tahu atau tidak melihat kejelekannya, maka bagaimana kamu berani memberikan itu
guna memenuhi hak Allah.
Dan
pada akhir ayat ini mengungkapkan bahwa Allah maha kaya. Dia tidak butuh
sedekah untuk makhluk-makhlukNya. Allah dapat memberi mereka secara langsung .
perintahNya kepada manusia agar memberi nafkah kepada yang butuh, bukan karena
Allah tidak mampu memberi secara langsung, tetapi perintah itu adalah untuk
kepentingan dan kemaslahatan sipemberi. Namun demikian, Dia Maha Terpuji antara lain karena dia memberi ganjaran terhadap
hamba-hambaNya yang bersedekah pada setiap kondisi dan situasi.
.........................................................................................
Menurut Tafsir Al-azhar, Buya hamka.
a.
Maksud
Menafkahkan yang Baik
الْأَرْضِ مِنَ لَكُمْ اْخْرَجْنَا مِمَّا وَ كَسَبْتُمْ مَا طَيِّبَاتِ مِنْ اْنْفِقُوْا ءَامَنُوْا الَّذِيْنَ يَااْيُّهَا
Dalam
ayat ini, Allah memerintahkan bahwa barang yang dinafkahkan seseorang haruslah
miliknya yang baik dan disenanginya, bukan barang yang buruk dan dia sendiri
tidak menyukainya, baik berupa makanan, buah-buahan, barang-barang, binatang
ternak, dan sebagainya. Hal ini senada dengan firman Allah surat Ali Imran ayat
92 :
“Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.”
Namun
demikian, orang yang bersedekah itupun tidak boleh pula dipaksa untuk
menyedekahkan yang baik-baik saja dari apa yang dimilikinya, seperti yang
tersebut di atas. Rasulullah saw. pernah bersabda kepada Mu’adz bin Jabal
ketika beliau mengutusnya ke Negeri Yaman :
“Beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka
berkewajiban untuk bersedekah, diambilkan dari orang-orang kaya mereka, dan
diberikan kepada orang fakir mereka. Dan ingatlah, jangan sampai engkau memaksa
untuk menyedekahkan barang-barang yang baik saja dari mereka.”
Dari
keterangan di atas dapat difahami bahwa Allah SWT sangat mencela bila yang
disedekahkan itu terdiri dari barang-barang yang buruk. Ini bukan pula berarti
bahwa barang yang disedekahkan itu harus yang terbaik, melainkan yang
pertengahan, yang wajar, dan orang yang menafkahkan itu sendiri menyukainya
andai kata dialah yang diberi.
b. Maksud Larangan Menafkahkan Harta yang
Tidak Berkualitas
تُنْفِقُوْنَ مِنْهُ الْخَبِيْثَ تَيَمَمُوْا وَلَا
Dalam
ayat ini Allah kembali memberikan tekanan tentang harta yang akan dinafkahkan.
Janganlah kamu memilih harta yang buruk-buruk, sebaliknya, pilihlah harta yang
baik, yang membuat penerimanya merasa senang dan bukan sebagai tanda
penghinaan.
تُغْمِضُوْا اْنْ إِلَّا فِيْهِ بِاْخِذِيْهِ وَلَسْتُمْ
Maksudnya,
bagaimana kamu berbuat yang demikian itu, bersedekah dengan harta yang
buruk-buruk, yang kamu sendiri tidak menyukainya karena harta itu berkualitas
rendah. Bahkan kamu tidak akan mau menerima jika (seandainya) disedekahi harta
seperti itu, kecuali jika kamu menerimanya dengan memejamkan mata. Orang yang
menerima pemberian seperti itu hanyalah karena mereka terpaksa atau takut
mengatakan keadaan yang sebenarnya. Sedang Allah tidak butuh pada derma yang
demikian adanya. Menafkahkan yang buruk itu memberikan kesan yang kurang
menghormati orang yang menerima hadiah.
حَمِيْد غَنِيٌّ اللهَ اْنَّ وَاعْلَمُوْا
Yakni,
Allah Maha Kaya. Ingatlah ini ketika kamu memberikan apa-apa kepada orang lain,
sehingga hatinya terbuka memilih yang baik-baik untuk diberikan kepada yang
patut diberi. Dan Allah Maha Terpuji. Sebab Dia selalu membantumu dengan
memberikan rizki yang baik-baik. Untuk menyempurnakan puji kepada Allah itu,
pilihlah yang baik-baik pula dan berikanlah itu kepada yang berhak menerimanya.
Menurut Tafsir as-Sa’di, oleh syaikh Abdur Rahman
bin Nashir as-Sa’di adalah:
Dalam
ayat ini Allah ta’ala menganjurkan kepada hamba-hambaNya untuk menginfakkan
sebagian apa yang mereka dapatkan dalam berniaga, dan sebagian dari apa yang
mereka panen dari tanaman dari biji-bijian maupun buah-buahan, hal ini mencakup
zakat uang maupun seluruh perdagangan yang dipersiapkan untuk dijual belikan,
juga hasil pertanian dari biji-bijian dan buah-buahan. Termasuk dalam keumuman
ayat ini, infak yang wajib maupun yang sunnah. Allah ta’ala memerintahkan untuk
memilih yang baik dari itu semua dan tidak memilih yang buruk, yaitu yang jelek
lagi hina mereka sedekahkan kepada Allah, seandainya mereka memberikan barang
yang seperti itu kepada orang-orang yang berhak mereka berikan, pastilah
merekapun tidak akan meridhainya, mereka tidak akan menerimanya kecuali dengan
kedongkolan dan memi-cingkan mata. Maka yang seharusnya adalah mengeluarkan
yang tengah-tengah dari semua itu, dan yang lebih sempurna adalah mengeluarkan
yang paling baik. Sedang yang dilarang adalah mengeluarkan yang jelek, karena
yang ini tidaklah memenuhi infak yang wajib dan tidak akan memperoleh pahala
yang sempurna dalam infak yang sunnah.
(حَمِيْد غَنِيٌّ اللهَ اْنَّ وَاعْلَمُوْا) “Dan
ketahuilah, bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji“. Allah ta’ala adalah
Mahakaya atas seluruh makhluk, Allah ta’ala Mahakaya dari infak orang-orang
yang berinfak, dan Allah ta’ala Mahakaya atas ketaatan orang-orang yang taat.
Allah memerintahkan hal itu kepada mereka dan menganjurkan mereka untuk itu
demi kemaslahatan mereka, dan semata-mata karena karunia dan kemuliaanNya atas
mereka. Disamping kesempurnaan kekayaanNya dan luasnya pemberianNya Diapun Maha
Terpuji dalam segala perkara yang disyariatkanNya untuk hamba-hambaNya dari
hukum-hukum yang menyampaikan mereka kepada negeri keselamatan. Dia Terpuji
dalam perbuatan-perbuatanNya yang tidak akan keluar dari koridor karunia,
keadilan dan hikmahNya. Terpuji sifat-sifatNya, karena sifat-sifat Allah
semuanya baik dan sempurna, yang tidak ada seorang pun dari hamba-hambaNya yang
mampu sampai pada eksistensinya dan tidak akan mengerti seperti apa persisnya
sifat-sifat tersebut. Ketika Allah menganjur-kan mereka untuk berinfak yang
berguna, Allah juga melarang mereka dari menahan harta mereka yang dapat
merugikan, dan Allah menjelaskan kepada mereka bahwa mereka itu di antara dua
seruan Yang Maha Penyayang, yang mengajak kepada kebaikan, menjanjikan
kepadanya kebaikan, karunia dan pahala yang segera maupun yang tertunda serta
mengganti apa yang telah mereka infakkan, dan seruan dari setan yang mengajak
mereka untuk menahan harta dan menakut-nakuti mereka bila mereka menginfakkan
harta mereka pastilah mereka akan menjadi miskin.
Dan
barangsiapa yang memenuhi seruan ar-Rahman lalu ia menginfakkan sebagian dari
apa yang Allah rizkikan kepadanya, maka bergembiralah dengan ampunan dosa dan
mendapatkan apa yang dicarinya. Dan barangsiapa yang mengikuti penyeru setan
maka sesungguhnya setan hanya mengajak kelompoknya agar menjadi
penghuni-penghuni neraka. Karena itu, seorang hamba harus memilih di antara
kedua perkara itu yang lebih pantas dan cocok untuknya.
Dengan
demikian sesungguhnya Allah Mahaluas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui“,
maksudnya, luas sifat-sifatNya, banyak pemberianNya, Maha Mengetahui orang yang
berhak untuk dilipat gandakan pahalanya dari orang-orang yang beramal dan Maha
Mengetahui orang yang pantas yang akan di-bimbing kepada perbuatan kebajikan
dan meninggalkan kemungkaran, keburukan dan kejelekkan.
.........................................................................................
Menurut tafsir Ibnu Katsir:Dalam ayat ini Allah memerintahkan dalam ayat ini mewajibkan hambaNya yang beriman supaya menegeluarkan zakat harta perdangangan mereka ditaksir dengan emas atau perak. Juga hasil dai pertanian mereka, dan menyuruh mereka supaya dalam mengeluarkan zakat itu jangan sengaja memilih yang busuk untuk diserahkan zakatnya, harus memilih yang sebaik-baiknya. Sebagaimana biasa jika dia akan menyimpan hartanya sebab zakat itu sebagai simpanan tabungan yang sewaktu-waktu bila perlu dapat diambil dan dipergunakannya.
Lebih lanjut Ibnu Abbas mengemukakan: “Mereka diperintahkan untuk menginfakkan harta kekayaan yang paling baik, paling bagus, dan paling berharga. Dan Dia melarang berinfak dengan hal-hal yang remeh dan hina. Dan itulah yang dimaksud dengan “al khabiitsa” (pada ayat itu). Karena sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik-baik. Oleh karena itu Dia berfirman: walaa tayammamul khabiitsa (“Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk.”) Maksudnya sengaja memberikan yang buruk-buruk. minHu tunfiquuna wa lastum bi-aakhidziHii (“Lalu kamu nafkahkan darinya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya.”) Maksudnya, seandainya hal itu diberikan kepada kalian, niscaya kalian tidak akan mengambilnya dan bahkan akan memicingkan mata. Sesungguhnya Allah swt. lebih tidak membutuhkan hal semacam itu dari kalian. Maka janganlah kalian memberikan kepada Allah Ta’ala apa-apa yang tidak kalian sukai.
Ibnu Jarir rahimahullahu meriwayatkan dari al-Barra’ bin Azib mengenai firman Allah Ta’ala: yaa ayyuHal ladziina aamanuu anfiquu min thayyibaati maa kasabtum wa mimmaa akhrajnaa lakum minal ardli wa laa tayammamul khabiitsa minHu tunfiquuna (“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk, lalu kamu nafkahkan darinya.”) Ia (al-Barra’) mengatakan, ayat ini turun berkenaan dengan kaum Anshar. Pada hari pemetikan pohon kurma, orang-orang Anshar mengeluarkan busrun (kurma mengkal), lalu menggantungkannya pada tali di antara dua tiang masjid Rasulullah As. sehingga dimakan oleh kaum fakir miskin dari kalangan muhajirin. Lalu salah seorang di antara mereka sengaja mengambil kurma yang buruk-buruk dan mamasukkannya ke dalam beberapa tandan busrun (kurma mengkal), ia mengira bahwa perbuatan itu dibolehkan. Lalu Allah Ta’ala menurunkan ayat berkenaan dengan orang yang mengerjakan hal tersebut: wa laa tayammamul khabiitsa minHu tunfiquuna (“Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk, lalu kamu nafkahkan darinya.”)
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Majah, Ibnu Mardawih dan al-Hakim dalam kitabnya, al-Mustadrak. Dan al-Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih sesuai syarat al-Bukhari dan Muslim, akan tetapi keduanya tidak meriwayatkannya.
Imam Ahmad juga meriwayatkan dari Aisyah radiallahu anHaa, ia menceritakan: “Pernah dihidangkan kepada Rasulullah binatang sejenis biawak, namun beliau tidak memakannya tetapi tidak juga melarangnya. Lalu kukatakan: “Ya Rasulullah, kita berikan saja kepada orang-orang miskin.” Maka beliau bersabda: “Janganlah kalian memberi makan mereka sesuatu yang kalian tidak mau memakannya.”
Andaikan seorang mempunyai hak ditangan lain lalu dibayar dengan nilai yang lebih rendah haknya, tentu kalian tidak suka menerimanya kecuali jika dikurangi,maka bagaimana kalian rela untuk Allah apa yang tidak rela untuk dirimu, padahal hak Allah sebaik hartamu.
Dan firman-Nya: wa’lamuu annallaaHa ghaniyyun hamiid (“Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Mahaterpuji.”) Maksudnya, meskipun Allah Ta’ala memerintahkan kalian bersedekah dengan yang baik-baik, Dan berarti dia ia tidak mau menerima sesuatu yang buruk. Orang yang mau meneria yang buruk boleh jadi karena ia memerlukannya atau mungkin jiwanya tidak semprurna dan tidak mulia. Perintah itu tidak lain hanyalah untuk menyamakan antara orang kaya dan orang miskin.
Dan berarti dia ia tidak mau menerima sesuatu yang buruk. Orang yang mau meneria yang buruk boleh jadi karena ia memerlukannya atau mungkin jiwanya tidak semprurna dan tidak mulia.
Ayat ini sama dengan firman-Nya yang artinya: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan darimu yang dapat mencapainya.” (QS. Al-Hajj: 37).
Allah swt. tidak membutuhkan makhluk-Nya sedangkan seluruh makhluk-Nya itu adalah fuqara (butuh kepada-Nya). Dia Mahaluas karunia-Nya dan apa yang ada pada-Nya tiada akan pemah habis. Barangsiapa bersedekah dengan harta dari hasil usaha yang baik, maka hendaklah ia mengetahui bahwa Allah Ta’ala Mahakaya, Mahaluas karunia-Nya, Mahamulia dan Mahadermawan. Dan Dia akan memberikan balasan atas semuanya itu serta melipatgandakannya dengan kelipatan yang banyak, yaitu bagi orang yang meminjamkan kepada Dzat yang tidak mempunyai kebutuhan (Allah Ta’ala) dan tidak berbuat zhalim, Dia Mahaterpuji dalam segala perbuatan, firman, syari’at, dan takdir-Nya. Tidak ada Ilah yang haq selain Dia. dan tidak ada Rabb selain Dia.
.........................................................................................
Allah menyuruh hamba-hambanya yang
beriman utnuk menafkahkan (zakat) sebagian harta yang baik diantara harta yang
kita peroleh dari usaha yang halal, baik berupa uang, makanan, buah-buahan,
atau binatang ternak.
Dan Allah melarang bersedekah dengan
harta yang buruk karena itu tidak akan diterima oleh Allah sebagai amal sholeh.
Sedekah semacam ini juga bisa dianggap sebagai bentuk penghinaan dan pelecehan.
Dan Kita harus ingat bahwa Allah maha kaya dan Maha Terpuji. Menginfakkan
barang yang baik adalah rasa syukur dari kita terhadap yang telah mengaruniakan
harta benda itu kepada kita dan Dialah yang telah melimpahkan segala karunia
kepada kita.
No comments:
Post a Comment