Thursday, March 17, 2016

Nama                           : INAY NURUL INAYAH  
NIM                            : 1414231048
Jurusan/Semester         : Perbankan Syari’ah B/ IV
Tugas                           : Individu
Mata Kuliah                : Tafsir Ayat Eknomi

TAKARAN DAN TIMBANGAN
“Tafsir Q.S. Al-A’raaf [7]: 85”
4n<Î)ur šútïôtB öNèd%s{r& $Y7øŠyèä© 3 tA$s% ÉQöqs)»tƒ (#rßç7ôã$# ©!$# $tB Nà6s9 ô`ÏiB >m»s9Î) ¼çnçŽöxî ( ôs% Nà6ø?uä!$y_ ×poYÉit `ÏiB öNà6În§ ( (#qèù÷rr'sù Ÿ@øx6ø9$# šc#uÏJø9$#ur Ÿwur (#qÝ¡yö7s? }¨$¨Y9$# öNèduä!$uô©r& Ÿwur (#rßÅ¡øÿè? Îû ÇÚöF{$# y÷èt $ygÅs»n=ô¹Î) 4 öNà6Ï9ºsŒ ׎öyz öNä3©9 bÎ) OçFZà2 šúüÏZÏB÷sB ÇÑÎÈ  
Artinya:
“Dan (kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan[552] saudara mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman".”(Q.S. Al-A’raaf [7]: 85)
[552] Mad-yan adalah nama putera Nabi Ibrahim a.s. kemudian menjadi nama kabilah yang terdiri dari anak cucu Mad-yan itu. Kbilah ini diam di suatu tempat yang juga dinamai Mad-yan yang terletak di pantai laut merah di tenggara gunung Sinai.
Menurut Prof. DR. Hamka “Tafsir Al-Azhar”
“Dan kepada Madyan saudara mereka Syu’aib." (pangkal ayat 85). Artinya, sebagaimana Nabi-nabi yang kita sebut di atas tadi, diutus kepada kaum mereka, maka Tuhanpun telah mengutus pula Syu’aib kepada kaumnya, yaitu orang Madyan. Syu’aib sebagai juga Nuh dan Shalih adalah Rasul Arabi. Menurut keterangan ahli keturunan bangsa Arab yang terkenal, bernama Asy-Syirqi bin Quthaami, nama Syu’aib dalam bahasa Ibrani ialah Yatrub dan dalam bahasa Arab ialah Syu’aib bin Aifa bin Yuhab bin Ibrahim ‘Alaihissalam. Jadi beliu keturunan Nabi Ibrahim juga, yang karena telah berdiam turun-temurun di negeri Arab telah menjadi Arab, sebagai juga Ismail. Nama Ibraninya inilah yang ditulis orang Yahudi dalam “Perjanjian Lama” (Keluaran: Fasal 3 ayat 1) yaitu Jetri (Menurut Al-Kitab: Lembaga Al-kitab Indonesia, Jakarta 1960).
Di dalam (Keluaran: Fasal 2 ayat 18) dan (Bilangan: 10;29) disebut namanya Rehuil. Rehu artinya sahabat dan il artinya Tuhan, atau Allah. Jadi Rehu-il, artinya sahabat Allah. Beliau menjadi utusan Allah buat negerinya Madyan. Penduduk negeri itu ialah Arab. Tentang nasab keturunan Syu’aib itu ada macam-macam riwayat selain kita tuliskan tadi, tetapi ujungnya tetap Ibrahim. Inilah yang dijelaskan oleh sebuah Hadits Nabi Muhammad SAW. bahwa Nabi bangsa Arab adalah empat, yaitu Hud, Shalih, Syu’aib, dan Muhammad. Yaitu Hadits Ibnu Hibban dari Abu Zar. Sedang Ismailpun sudah boleh disebutkan Arab, sebab dia telah bertugas menjadi kalangan Arab di Makkah dan menurunkan Arab Adnan yang menimbulkan Nabi Muhammad SAW. sebab belum dimasukkan dalam sabda Rasul SAW. sebab baru datang (tingkat pertama) sebagai juga Ishak.; mereka masih orang Ur Kaldan sebagai ayah mereka Ibrahim.
Menurut riwayat-riwayat lagi, beliaulah mertua dari Nabi Musa, yang beliau kawinkan puterinya, sebab maharnya adalah mengembalakan kambing beliau di antara 8 dengan 10 tahun. Sebagaimana tersebut dalam Surat Al-Qashash (surat 28).
Maka diutus Tuhanlah Syu’aib kepada penduduk Madyan itu : “Dia berkata: Wahai kaumku! Sembahlah olehmu akan Allah, tidak ada bagi kamu sembarang Tuhanpun selain Dia.” Dengan ini, kita melihat seruan yang serupa dari sekalian Rasul, sehingga seruan Syu’aib tidak berbeda dengan seruan Nuh, Hud, dan Shalih; demikian juga Luth dan Nabi-nabi yang lain. Keselamatan suatu Ummat ialah bila mereka kembali kepada pangkalan, yaitu percaya kepada Allah yang Tunggal dan Esa sudah kokoh, maka perangai yang mulia atau yang lain akan menurut. Tetapi kalau kepercayaan Tauhid ini kabur, niscaya dosa-dosa yang lain mudah tumbuh. Oleh sebab itu, maka Tuhan menyatakan , sebagaimana telah kita tafsirkan, di surat An-Nisa’[4] ayat 48 dan ayat 116:
¨bÎ) ©!$# Ÿw ãÏÿøótƒ br& x8uŽô³ç ¾ÏmÎ/ ãÏÿøótƒur $tB tbrߊ y7Ï9ºsŒ `yJÏ9 âä!$t±o 4 `tBur õ8ÎŽô³ç «!$$Î/ Ïs)sù #uŽtIøù$# $¸JøOÎ) $¸JŠÏàtã ÇÍÑÈ  
Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (Q.S. An-Nisaa’ [4] : 48)
¨bÎ) ©!$# Ÿw ãÏÿøótƒ br& x8uŽô³ç ¾ÏmÎ/ ãÏÿøótƒur $tB šcrߊ šÏ9ºsŒ `yJÏ9 âä!$t±o 4 `tBur õ8ÎŽô³ç «!$$Î/ ôs)sù ¨@|Ê Kx»n=|Ê #´Ïèt/ ÇÊÊÏÈ  
Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (Q.S. An-Nisaa’ [4] : 116)
 Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa Tuhan tidak akan memberi ampun kalau Dia dipersekutukan, tetapi dosa yang lain bisa diberinya ampun bagi barang siapa yang dikehendaki-Nya. Orang Madyan diseru kembali kepada Tauhid. Lalu beliau meneruskan seruannya pula: “Sesungguhnya telah datang kepada kamu suatu keterangan daripada Tuhan kamu, sebab itu cukupkanlah sukatan dan timbangan, dan janganlah kamu rugikan atas manusia hak milik mereka, dan janganlah kamu berbuat kusut di bumi sesudah selelsainya.”
Di dalam ayat ini (Q.S. Al-A’raaf [7]: 85) diterangkan bahwa Nabi Syu’aib telah menyebut ada suatu keterangan (بينة) dari Allah untuk mereka. Dahulupun Nabi Shalih ada Bayyinah , yaitu unta Allah. Bayyinah berarti juga mu’jizat. Tetapi, baik dalam surat ini ataupun surat lain tidaklah diberi penjelasan apakah mu’jizat Nabi Su’aib yang beliau perlihatkan kepada kaumnya itu. Tetapi setengah ahli Tafsir  berpendapat kata-kata pasti dari Nabi Syu’aib. Kepada kaumnya itu bahwa mereka pasti akan binasa, sebagaimana binasanya kaum Nuh, kaum Hud, dan kaum Shalih, sebagaimana yang diterangkan dengan jalan ancaman beliau itu dalam surat Hud (Surat 11, ayat 89), itu adalah mu’jizat dari beliau.
ÏQöqs)»tƒur Ÿw öNä3¨YtB̍øgs þÍ'$s)Ï© br& Nà6t7ŠÅÁムã@÷WÏiB !$tB z>$|¹r& tPöqs% ?yqçR ÷rr& tPöqs% >Šqèd ÷rr& tPöqs% 8xÎ=»|¹ 4 $tBur ãPöqs% 7Þqä9 Nà6ZÏiB 7Ïèt7Î/ ÇÑÒÈ  
Artinya:
“Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum shaleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (tempatnya) dari kamu.” (Q.S. Hud [11]: 89)
Dia telah menerangkan terlebih dahulu, sebagai wahyu dari Allah , suatu bahaya yang akan menimpa mereka. Dan bencana itu tidak akan jadi datang kalau mereka lekas-lekas kembali kepada jalan yang benar, pertama ingat kepada Allah yang Maha Esa, kedua merubah perangai yang amat curang, yaitu merusak sukatan/takaran dan timbangan. Asal mendapat keuntungan, mereka tidak keberatan menyediakan dua buah sukat. Sukat pembeli, yang isinya lebih banyak dan sukat penjual yang isisnya lebih sedikit. Tempat dia membeli ditipunya dan tempat dia menjual kelak ditipunya pula. Demikian juga dalam hal timbangan. Dan kalu dia menjual kelak kepada orang lain, diputarnya pula alatnya sedikit sehingga yang sebelas menjadi sepuluh. Dengan demikian mereka telah berusaha merugikan hak milik kepunyaan orang lain, untuk keuntungan diri sendiri. Ekonomi mereka tidak berdasarkan lagi kepada kejujuran. Sebab itu kekayaan mereka adalah dengan merugikan dan menipu orang lain. Yang di zaman kita termasuk dalam hal yang dinamai “Korupsi” atau “Manipulasi”. Sebab itu, maka nama negeri Madyan terkenal oleh negeri tetangganya di zaman itu, sebagai penduduk yang tidak dapat percaya. Orang tidak mau berhubungan kalau tidak sangat terpaksa. Dan sebagai lanjutan nasihat, Nabi Syu’aib mengatakan, janganlah sampai membuat kusust di bumi setelah selesainya. Kekeusutanlah yang timbul kalau sukatan/takaran dan timbangan dicurangi. Bangsa-bangsa yang bertetangga yang selalu ada hubungan jual-beli, tukar-menukar barang di zaman itu telah menentukan berapa yang sesukat, berapa yang sepikul atau sekati atau seliter dan ketentuan itu telah diterima bersama. Kalau ini dijalankan dengan baik, selesailah hubungan di antara satu sama lain, sebab sebuah negeri memerlukan hubungan dengan negeri-negeri lain. Asal amanat sukat menyukat dan timbang-menimbang dipegang teguh, ekonomi akan lancar jalannya. Inilah yang dinamai bumi yang selesai, atau bumi yang ikhlas, yang baik. Tetapi kalau telah mulai terjadi kecurangan alat penyukat dan penimbang itu, ekonomi akan kusut dan keamanan pikiran akan hilang. Dari pencurangan sukatan dan timbangan ini, dengan tidak disadari nanti, semuanya akan macet jalannya. Tentu tukang tidak lagi akan menjaga mutu pertukangannya; sebab orang yang curang lekas kaya. Tentu guru-guru yang mendidik kanak-kanak akan meninggalkan kewajiban yang suci itu, sebab penghasilannya kecil, padahal kalau tukang curang, sebentar waktu dapat mengumpulkan kekayaan besar. Tentu orang tanipun malas bertani, sebab barang yang mereka jual ke pasar selalu dikicuh.
Jadi, kacaulah semua. Sebab itu maka Nabi Syu’aib menyeru kaumnya: Pertama, kembali kepada Allah yang Esa, tidak ada Tuhan selain Dia. Kedua, membina kejujuran dan janganlah merugikan orang lain, dan jangan mengusut bumi yang sudah selesai, atau hubungan (relasi) yang telah teratur (stabil) dan kata beliau: “Begitulah yang baik bagi kamu, jika kamu percaya.” (ujung ayat 85).
Dengan ujung ayat seperti itu, Nabi Syu’aib telah memperingatkan bahwa dalam putaran roda masyarakat ini, dua tali wajib dipegang. Pertama tali Allah, kedua tali dengan sesama manusia. Iman kepada Allah menimbulkan Aman hubungan sesama manusia dengan manusia. Kalau orang telah berani mengicuh orang lain, tandanya imannya tidak sempurna lagi. Iman itu ialah Shiddiq. Benar hati kepada Allah, mengakibatkan sifat yang benar kepada masyarakat. Kalau aku tidak mau dikicuh orang tandanya tidak baik mengicuh orang lain. Orang lain itu adalah sama-sama hamba Allah dengan daku.
Gambaran Umum Q.S. Al-A’raaf [7] ayat 85
            Ayat ini berisi cerita tentang nabi Syu’aib. Nabi Syu’aib diutus kepada suku atau kota Madyan. Madyan pada mulanya adalah nama putra nabi Ibrahim as, dari istri yang ketiga yang bernama qathhura. Kemudian Madyan nikah dengan putri nabi Luth as. Selanjutnya Madyan dikenal dengan arti suku keturunan Madyan putra nabi Ibrahim as, tepatnya di pantai laut Merah sebelah selatan gurun Sunai diantara Hijaz dan Teluk ‘Aqabah. Ayat ini berisi cerita tentang nabi Syu’aib. Nabi Syu’aib diutus kepada suku atau kota Madyan. Madyan pada mulanya adalah nama putra nabi Ibrahim as, dari istri yang ketiga yang bernama qathhura. Kemudian Madyan nikah dengan putrid nabi Luth as. Selanjutnya Madyan dikenal dengan arti suku keturunan Madyan putra nabi Ibrahim as, tepatnya di pantai laut Merah sebelah selatan gurun Sinai diantara Hijaz dan Teluk ‘Aqabah.
            Nabi Syu’aib as (seterusnya disebut Nabi) diutus kepada penduduk Madyan tersebut. Pertama Nabi berseru pada kaumnya yaitu penduduk Madyan tentang tauhid yaitu menyembah Allah SAW. yang satu, tidak tuhan selain Allah SAW.. Kedua Nabi berseru pada kaumnya untuk menyempurnakan takaran dan timbangan serta tidak merugikan atas hak orang lain. selanjutnya tidak membuat kerusakan di muka bumi. Hal yang sama disebutkan kembali di awal kisah Syu’aib pada surat Hud 84. Allah SWT berfirman:

4n<Î)ur tûtïôtB óOèd%s{r& $Y6øyèä© 4 tA$s% ÉQöqs)»tƒ (#rßç7ôã$# ©!$# $tB Nà6s9 ô`ÏiB >m»s9Î) ¼çnçŽöxî ( Ÿwur (#qÝÁà)Zs? tA$uò6ÏJø9$# tb#uÏJø9$#ur 4 þÎoTÎ) Nà61ur& 9Žösƒ¿2 þÎoTÎ)ur ß$%s{r& öNà6øn=tæ z>#xtã 5Qöqtƒ 7ÝÏtC ÇÑÍÈ  
Artinya:
“Dan kepada (penduduk) Mad-yan (kami utus) saudara mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, Sesungguhnya aku melihat kamu dalam Keadaan yang baik (mampu) dan Sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)." (QS. Hud [11]:84)
 4n<Î)ur šútïôtB öNèd%s{r& $Y7øŠyèä© tA$s)sù ÉQöqs)»tƒ (#rßç6ôã$# ©!$# (#qã_ö$#ur tPöquø9$# tÅzFy$# Ÿwur (#öqsW÷ès? Îû ÇÚöF{$# tûïÏÅ¡øÿãB ÇÌÏÈ  
Artinya:
“Dan (kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan, saudara mereka Syu'aib, Maka ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah olehmu Allah, harapkanlah (pahala) hari akhir, dan jangan kamu berkeliaran di muka bumi berbuat kerusakan.” (QS. al-’Ankabut [29]:36)
            Di awal tiga ayat di atas disebutkan dengan redaksi yang persis sama, bahwa kepada kaum Madyan diutus saudara mereka sendiri yaitu Syu’aib. Madyan adalah sebuah negeri atau kawasan yang terletak antara tanah Hijaz dan Syam, sebelah timur teluk Aqabah. Menurut Muhammad al-Washfi dalam Tarikh Al-Anbiya’ wa ar-Rusul wa al-Irtibath az-Zamani wa al-’Aqaidi(2001:177), Madyan sendiri aslinya adalah nama nenek moyang mereka yaitu Madyan ibn Ibrahim ‘alaihis salam dari isteri beliau bernama Qathurah.
Nama dan Nasab
            Disebut-sebut juga oleh sebagian mufassir seperti Hamka dalam Tafsir Al-Azhar (VIII:2960) bahwa Nabi Syu’aib adalah mertua dari Nabi Musa. Tatkala pemuda Musa -dalam statusnya sebagai buronan Fir’aun membantu puteri Nabi Syu’aib mengambilkan air dari sumur untuk minuman ternak gembalaan keluarga Syu’aib, puteri Syu’aib tertarik dengan kebaikan dan ketulusan pemuda itu, sehingga dia mengusulkan kepada bapaknya untuk mempekerjakan Musa. Akhirnya Musa diundang dan ditawari untuk dinikahkan dengan salah seorang puteri beliau dengan mahar bekerja delapan tahun, tetapi lebih baik kalau secara sukarela menggenapkannya menjadi sepuluh tahun.
            Allah swt. menceritakan bahwa kaum Madyan, yaitu kaum Nabi Syu’aib tidaklah bersyukur kepada swt. mereka di samping mereka mempersekutukan-Nya. Akhlak mereka sangat merosot sekali sehingga kehidupan mereka bergelimang dalam penipuan sampai kepada urusan takar-menakar, timbang-menimbang. Menurut suatu riwayat jika orang asing datang berkunjung, mereka sepakat menuduh bahwa uang yang dibawa orang asing itu palsu, dengan demikian mereka menukarnya dengan harga (kurs) yang rendah sekali. Kepada kaum ini Allah swt. mengutus Nabi Syuaib supaya dia menunjukkan kepada mereka berupa jalan benar meninggalkan kezaliman terutama yang berupa pengurangan hak manusia yang mereka lakukan dengan cara khianat dalam takaran dan timbangan.
            Sebagaimana biasanya setiap nabi, Allah perkuatkan kenabiannya dengan mukjizat sebagaimana diketahui dari hadis dari Abu Hurairah yaitu:
ما من الأنبياء نبي إلا أعطي من الآيات مثلها آمن عليه البشر وإنما كان الذي أوتيت وحيا أوحى الله إلي فارجون أن أكون أكثرهم تابعا يوم القيامة ( رواه بخاري و مسلم )                                                                   
Artinya:
“Tidak seorang nabi pun dari kalangan nabi-nabi kecuali diberikan kepadanya tanda-tanda kenabiannya yang menjadikan manusia percaya kepadanya. Sesungguhnya yang diberikan kepadaku ialah wahyu yang disampaikan kepadaku yaitu (Alquran). Maka aku mengharap bahwa aku akan mempunyai pengikut yang lebih banyak daripada pengikut-pengikut nabi-nabi pada hari kiamat.” (H.R Bukhari dan Muslim)
            Akan tetapi tidak terdapat satu ayat pun dalam Alquran yang menerangkan tentang mukjizat yang diberikan kepada Nabi Syuaib. Fakhrul Razi dalam tafsirnya mengemukakan pendapat "Al-Kasyisyaf" bahwa di antara mukjizat Nabi Syuaib yaitu dia memberikan tongkatnya kepada Nabi Musa. Tongkat itu membinasakan ular-ular besar. Juga dia berkata kepada Nabi Musa bahwa kambing-kambing ini akan beranak semuanya lelaki yang bulunya hitam putih kemudian ternyata benar sebagaimana yang diucapkannya itu.
            Madyan adalah nama kabilah yang terdiri dari anak-anak dari keturunan Madyan. Madyan ini adalah anak Nabi Ibrahim dari Siti Qaturah, demikian menurut Taurat. Syuaib adalah orang yang terbaik dari kalangan kabilah Madyan. Syu’aib anak Mikail a.s. bin Yasijab bin Madyan istri Yasifar adalah putri Nabi Luth a.s., demikian menurut Taurat Muhammad bin Ishak, Syu’aib meskipun matanya buta ia adalah seorang orator (ahli pidato) sehingga mendapat julukan "Khatibul Anbiya" (orator terkemuka dari kalangan nabi-nabi).
            Allah mengutus Nabi Syuaib kepada kaum Madyan. Setelah itu Syuaib menjalankan tugasnya menyampaikan amanat-amanat Tuhannya kepada kaumnya supaya mereka meninggalkan kemusyrikan dan hendaklah mereka menyembah Allah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan melainkan Dia. Dialah yang menciptakan segala sesuatu. Nabi Syu’aib meyakinkan kaumnya bahwa dia adalah utusan Allah supaya mencabut seruannya. Setelah dikemukakan kepada mereka tentang akidah ketuhanan maka Nabi Syu’aib memulai pula memperbaiki kebobrokan masyarakatnya dengan mengajak mereka supaya jujur dalam menimbang dan menakar supaya tidak mengurangi hak manusia dalam jual beli begitu juga menyeru mereka supaya meninggalkan perbuatan-perbuatan yang merusak masyarakat setelah berjalan dengan baik umpamanya perbuatan kerusakan berupa sogokan, memakan harta orang lain dengan jalan batil, mengerjakan perbuatan yang keji dan membiarkan kerusakan akhlak.
            Nabi Syuaib selalu mengakhiri seruannya bahwa apa yang disampaikannya kepada mereka itu adalah hal yang paling baik untuk mereka karena akan membawa kebahagiaan bagi mereka di dunia dan di akhirat jika mereka benar-benar beriman kepada kerasulannya.
Tafsir Kosa-Kata
Bayyinah  (بَيِّنَةٌ) artinya mu’jizat, tetapi belum ditemukan penjelasan dalam surat ini atau surat yang lain tentang mukjizat nabi Syu’aib. Akan tetapi sebagian ahli tafsir menyebutkan perkataan Nabi Syu’aib kepad kaumnya bahwa mereka akan binasa adalah mukjizat itu sendiri.
Kata اَوْفُوا ditafsiri dengan kata أتموا sempurnakanlah. Maksudnya takaran atau timbangan tersebut harus sepuna tidak ada unsur kecurangan. Akan tetapi didasari dengan unsur kejujuran.
La tabkhasu (لاَ تَبْخسُ) artinya la tangqusu (لاَ تَنْقُصُ) jangan mengurangi yang diambil dari kata (بخس) bahkasha artinya kekurangan yang diambil dari kecurangan. Ibnu ‘Arabi seperti yang dikutib oleh Ibnu ‘Asyur, mendefinisikan kata ini dengan arti pengurangan dalam bentuk mencela atau memperburuk sehingga tidak disenangi, atau penipuan dalam nilai atau kecurangan dalam timbangan dan takaran dengan melebihi atau mengurangi. Kecurangan atau ketidak jujuran dalam ekonomi menjadi cara dan sistem untuk mendapatkan kekayaan, hal ini adalah merugikan dan merampas hak-hak orang lain. Dizaman sekarang ini hal seperti ini biasa disebut korupsi atau manipulasi. Sebab negeri Madyan pada saat itu penduduknya tidak dapat dipercaya.
            Nabi Syu’aib menjelaskan terlebih dahulu tentang suatu bahaya yang menimpa akan kuam Madyan akan tetapi bencana tersebut tidak akan datang jika mereka kembali kepada jalan yang benar, pertama ingat kepa Allah yang Esa dan menyembahNya. Kedua merubah perbuatan curang yaitu menambah atau mengurangi takaran atau timbangan tanpa ada kejujuran asal mendapatkan keuntungan. Ketika membeli mereka kurangi takaran atau timbangan yang dipakainya dan menanbah berat takaran dan timbangan ketika menjual. Dengan demikian mereka mengabil hak-hak orang lain.
Kesimpulan
            Dari uraian di atas mengenai tafsir surah Al-A’raaf ayat 85 tentang takaran dan timbangan dapat disimpulkan bahwa Madyan adalah suatu daerah yang di pantai laut Merah sebelah selatan gurun Sinai diantara Hijaz dan Teluk ‘Aqabah, Madyan itu sendiri pada awalnya adalah nama putra Nabi Ibrahim as yang  kemudian difahami bahwa kata Madyan suku keturunan Madyan putra Nabi Ibrahim as. Daerah Madyan ini Nabi Syu’aib diutus oleh Allah SWT untuk meluruskan dan kembali kepada jalan Allah SWT. yaitu  menyembah pada Allah tiada Tuhan selain Dia. Selanjutnya Nabi Syu’aib melarang melakukan kecurangan dalam takaran dan timbangan serta membuat kerusakan di muka bumi. Serta perintah menyempurnakan takaran dan timbangan dan larangan mengambil hak milik orang lain. Dari ini ditarik beberapa hukum yang akan berlaku sampai sekarang, antara lain:
Ø  Wajib menyempurnakan timbangan dan takaran sebagaimana mestinya.
Ø  Haram mengambil hak orang lain, dengan cara dan jalan apa saja. Baik hak tersebut milik perseorangan atau milik orang banyak seperti harta pemerintah dan perusahaan.
Ø  Haram berbuat sesuatu yang bersifat merusak atau mengganggu keamanan dan ketenteraman di muka bumi, seperti mencopetan, mencuri, merampok, korupsi, menteror dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Hamka, 1990, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4, Singapura: Pustaka nasional Pte. Ltd.
Prof. Dr. Hamka, 1984, Tafsir Al Azhar, juz VIII, Jakarta: PT Pustaka Panjimas.

Http://abdulaziznia.blogspot.co.id/2011/11/tafsir-tentang-timabagang-dan-takaran.html (Diposting pada hari Kamis, 10 Maret 2016 pukul 18.08 WIB).

No comments:

Post a Comment