Nama :
INAY NURUL INAYAH
NIM :
1414231048
Jurusan/Semester :
Perbankan Syari’ah B/ IV
Tugas :
Individu
Mata Kuliah :
Tafsir Ayat Eknomi
TAKARAN DAN TIMBANGAN
“Tafsir Q.S. Al-A’raaf [7]: 85”
4n<Î)ur útïôtB öNèd%s{r& $Y7øyèä© 3 tA$s% ÉQöqs)»t (#rßç7ôã$# ©!$# $tB Nà6s9 ô`ÏiB >m»s9Î) ¼çnçöxî ( ôs% Nà6ø?uä!$y_ ×poYÉit `ÏiB öNà6În§ ( (#qèù÷rr'sù @øx6ø9$# c#uÏJø9$#ur wur (#qÝ¡yö7s? }¨$¨Y9$# öNèduä!$uô©r& wur (#rßÅ¡øÿè? Îû ÇÚöF{$# y÷èt $ygÅs»n=ô¹Î) 4 öNà6Ï9ºs ×öyz öNä3©9 bÎ) OçFZà2 úüÏZÏB÷sB ÇÑÎÈ
Artinya:
“Dan (kami telah mengutus) kepada penduduk
Mad-yan[552] saudara mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah
Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang
kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan
timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan
timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan
memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu
orang-orang yang beriman".”(Q.S. Al-A’raaf [7]: 85)
[552] Mad-yan adalah nama putera Nabi Ibrahim a.s. kemudian menjadi
nama kabilah yang terdiri dari anak cucu Mad-yan itu. Kbilah ini diam di suatu
tempat yang juga dinamai Mad-yan yang terletak di pantai laut merah di tenggara
gunung Sinai.
Menurut Prof. DR. Hamka “Tafsir Al-Azhar”
“Dan kepada Madyan saudara mereka
Syu’aib." (pangkal ayat 85). Artinya, sebagaimana Nabi-nabi yang kita sebut di atas
tadi, diutus kepada kaum mereka, maka Tuhanpun telah mengutus pula Syu’aib
kepada kaumnya, yaitu orang Madyan. Syu’aib sebagai juga Nuh dan Shalih adalah
Rasul Arabi. Menurut keterangan ahli keturunan bangsa Arab yang terkenal,
bernama Asy-Syirqi bin Quthaami, nama Syu’aib dalam bahasa Ibrani ialah Yatrub
dan dalam bahasa Arab ialah Syu’aib bin Aifa bin Yuhab bin Ibrahim
‘Alaihissalam. Jadi beliu keturunan Nabi Ibrahim juga, yang karena telah
berdiam turun-temurun di negeri Arab telah menjadi Arab, sebagai juga Ismail. Nama Ibraninya inilah yang ditulis orang Yahudi dalam “Perjanjian
Lama” (Keluaran: Fasal 3 ayat 1) yaitu Jetri (Menurut Al-Kitab: Lembaga
Al-kitab Indonesia, Jakarta 1960).
Di dalam (Keluaran: Fasal 2 ayat 18)
dan (Bilangan: 10;29) disebut namanya Rehuil. Rehu artinya sahabat dan
il artinya Tuhan, atau Allah. Jadi Rehu-il, artinya sahabat Allah. Beliau
menjadi utusan Allah buat negerinya Madyan. Penduduk negeri itu ialah Arab.
Tentang nasab keturunan Syu’aib itu ada macam-macam riwayat selain kita
tuliskan tadi, tetapi ujungnya tetap Ibrahim. Inilah yang dijelaskan oleh
sebuah Hadits Nabi Muhammad SAW. bahwa Nabi bangsa Arab adalah empat, yaitu
Hud, Shalih, Syu’aib, dan Muhammad. Yaitu Hadits Ibnu Hibban dari Abu Zar.
Sedang Ismailpun sudah boleh disebutkan Arab, sebab dia telah bertugas menjadi
kalangan Arab di Makkah dan menurunkan Arab Adnan yang menimbulkan Nabi
Muhammad SAW. sebab belum dimasukkan dalam sabda Rasul SAW. sebab baru datang
(tingkat pertama) sebagai juga Ishak.; mereka masih orang Ur Kaldan sebagai
ayah mereka Ibrahim.
Menurut riwayat-riwayat lagi,
beliaulah mertua dari Nabi Musa, yang beliau kawinkan puterinya, sebab maharnya
adalah mengembalakan kambing beliau di antara 8 dengan 10 tahun. Sebagaimana
tersebut dalam Surat Al-Qashash (surat 28).
Maka diutus Tuhanlah Syu’aib kepada
penduduk Madyan itu : “Dia berkata: Wahai kaumku! Sembahlah olehmu akan
Allah, tidak ada bagi kamu sembarang Tuhanpun selain Dia.” Dengan ini, kita
melihat seruan yang serupa dari sekalian Rasul, sehingga seruan Syu’aib tidak
berbeda dengan seruan Nuh, Hud, dan Shalih; demikian juga Luth dan Nabi-nabi
yang lain. Keselamatan suatu Ummat ialah bila mereka kembali kepada pangkalan,
yaitu percaya kepada Allah yang Tunggal dan Esa sudah kokoh, maka perangai yang
mulia atau yang lain akan menurut. Tetapi kalau kepercayaan Tauhid ini kabur,
niscaya dosa-dosa yang lain mudah tumbuh. Oleh sebab itu, maka Tuhan menyatakan
, sebagaimana telah kita tafsirkan, di surat An-Nisa’[4]
ayat 48 dan ayat 116:
¨bÎ) ©!$# w ãÏÿøót br& x8uô³ç ¾ÏmÎ/ ãÏÿøótur $tB tbrß y7Ï9ºs `yJÏ9 âä!$t±o 4 `tBur õ8Îô³ç «!$$Î/ Ïs)sù #utIøù$# $¸JøOÎ) $¸JÏàtã ÇÍÑÈ
Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa
syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi
siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat
dosa yang besar.” (Q.S.
An-Nisaa’ [4] : 48)
¨bÎ) ©!$# w ãÏÿøót br& x8uô³ç ¾ÏmÎ/ ãÏÿøótur $tB crß Ï9ºs `yJÏ9 âä!$t±o 4 `tBur õ8Îô³ç «!$$Î/ ôs)sù ¨@|Ê Kx»n=|Ê #´Ïèt/ ÇÊÊÏÈ
Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa
mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain
syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka
Sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (Q.S. An-Nisaa’ [4] : 116)
Dari
ayat di atas dapat disimpulkan bahwa Tuhan tidak akan memberi ampun kalau Dia
dipersekutukan, tetapi dosa yang lain bisa diberinya ampun bagi barang siapa
yang dikehendaki-Nya. Orang Madyan diseru kembali kepada Tauhid. Lalu beliau
meneruskan seruannya pula: “Sesungguhnya telah datang kepada kamu suatu
keterangan daripada Tuhan kamu, sebab itu cukupkanlah sukatan dan timbangan,
dan janganlah kamu rugikan atas manusia hak milik mereka, dan janganlah kamu
berbuat kusut di bumi sesudah selelsainya.”
Di dalam ayat ini (Q.S. Al-A’raaf [7]: 85) diterangkan
bahwa Nabi Syu’aib telah menyebut ada suatu keterangan (بينة) dari Allah untuk mereka. Dahulupun Nabi Shalih ada Bayyinah , yaitu unta Allah. Bayyinah
berarti juga mu’jizat. Tetapi, baik dalam surat ini ataupun surat lain tidaklah
diberi penjelasan apakah mu’jizat Nabi Su’aib yang beliau perlihatkan kepada
kaumnya itu. Tetapi setengah ahli Tafsir
berpendapat kata-kata pasti dari Nabi Syu’aib. Kepada kaumnya itu bahwa
mereka pasti akan binasa, sebagaimana binasanya kaum Nuh, kaum Hud, dan kaum
Shalih, sebagaimana yang diterangkan dengan jalan ancaman beliau itu dalam
surat Hud (Surat 11, ayat 89), itu adalah mu’jizat dari beliau.
ÏQöqs)»tur w öNä3¨YtBÌøgs þÍ'$s)Ï© br& Nà6t7ÅÁã ã@÷WÏiB !$tB z>$|¹r& tPöqs% ?yqçR ÷rr& tPöqs% >qèd ÷rr& tPöqs% 8xÎ=»|¹ 4 $tBur ãPöqs% 7Þqä9 Nà6ZÏiB 7Ïèt7Î/ ÇÑÒÈ
Artinya:
“Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan
antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa
azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum shaleh, sedang kaum
Luth tidak (pula) jauh (tempatnya) dari kamu.” (Q.S. Hud [11]: 89)
Dia telah menerangkan terlebih
dahulu, sebagai wahyu dari Allah , suatu bahaya yang akan menimpa mereka. Dan
bencana itu tidak akan jadi datang kalau mereka lekas-lekas kembali kepada
jalan yang benar, pertama ingat kepada Allah yang Maha Esa, kedua merubah
perangai yang amat curang, yaitu merusak sukatan/takaran dan
timbangan. Asal mendapat keuntungan, mereka tidak keberatan menyediakan dua
buah sukat. Sukat pembeli, yang isinya lebih banyak dan sukat penjual yang
isisnya lebih sedikit. Tempat dia membeli ditipunya dan tempat dia menjual
kelak ditipunya pula. Demikian juga dalam hal timbangan. Dan kalu dia menjual
kelak kepada orang lain, diputarnya pula alatnya sedikit sehingga yang sebelas
menjadi sepuluh. Dengan demikian mereka telah berusaha merugikan hak milik
kepunyaan orang lain, untuk keuntungan diri sendiri. Ekonomi mereka tidak berdasarkan
lagi kepada kejujuran. Sebab itu kekayaan mereka adalah dengan merugikan dan
menipu orang lain. Yang di zaman kita termasuk dalam hal yang dinamai “Korupsi”
atau “Manipulasi”. Sebab itu, maka nama negeri Madyan terkenal oleh negeri
tetangganya di zaman itu, sebagai penduduk yang tidak dapat percaya. Orang
tidak mau berhubungan kalau tidak sangat terpaksa. Dan sebagai lanjutan
nasihat, Nabi Syu’aib mengatakan, janganlah sampai membuat kusust di bumi
setelah selesainya. Kekeusutanlah yang timbul kalau sukatan/takaran dan timbangan dicurangi. Bangsa-bangsa yang bertetangga yang
selalu ada hubungan jual-beli, tukar-menukar barang di zaman itu telah
menentukan berapa yang sesukat, berapa yang sepikul atau sekati atau seliter
dan ketentuan itu telah diterima bersama. Kalau ini dijalankan dengan baik,
selesailah hubungan di antara satu sama lain, sebab sebuah negeri memerlukan
hubungan dengan negeri-negeri lain. Asal amanat sukat menyukat dan
timbang-menimbang dipegang teguh, ekonomi akan lancar
jalannya. Inilah yang dinamai bumi yang selesai, atau bumi yang ikhlas, yang
baik. Tetapi
kalau telah mulai terjadi kecurangan alat penyukat dan penimbang itu, ekonomi
akan kusut dan keamanan pikiran akan hilang. Dari pencurangan sukatan dan
timbangan ini, dengan tidak disadari nanti, semuanya akan macet jalannya. Tentu
tukang tidak lagi akan menjaga mutu pertukangannya; sebab orang yang curang
lekas kaya. Tentu guru-guru yang mendidik kanak-kanak akan meninggalkan
kewajiban yang suci itu, sebab penghasilannya kecil, padahal kalau tukang
curang, sebentar waktu dapat mengumpulkan kekayaan besar. Tentu orang tanipun
malas bertani, sebab barang yang mereka jual ke pasar selalu dikicuh.
Jadi, kacaulah semua. Sebab itu maka
Nabi Syu’aib menyeru kaumnya: Pertama, kembali kepada Allah yang Esa, tidak ada
Tuhan selain Dia. Kedua, membina kejujuran dan janganlah merugikan orang lain,
dan jangan mengusut bumi yang sudah selesai, atau hubungan (relasi) yang telah
teratur (stabil) dan kata beliau: “Begitulah yang baik bagi kamu, jika kamu
percaya.” (ujung ayat 85).
Dengan ujung ayat seperti itu, Nabi
Syu’aib telah memperingatkan bahwa dalam putaran roda masyarakat ini, dua tali
wajib dipegang. Pertama tali Allah, kedua tali dengan sesama
manusia. Iman kepada Allah menimbulkan Aman hubungan sesama
manusia dengan manusia. Kalau orang telah berani mengicuh orang lain, tandanya
imannya tidak sempurna lagi. Iman itu ialah Shiddiq. Benar hati kepada Allah,
mengakibatkan sifat yang benar kepada masyarakat. Kalau aku tidak mau dikicuh
orang tandanya tidak baik mengicuh orang lain. Orang lain itu adalah sama-sama
hamba Allah dengan daku.
Gambaran Umum Q.S. Al-A’raaf [7] ayat 85
Ayat
ini berisi cerita tentang nabi Syu’aib. Nabi Syu’aib diutus kepada suku atau
kota Madyan. Madyan pada mulanya adalah nama putra nabi Ibrahim as, dari istri
yang ketiga yang bernama qathhura. Kemudian Madyan nikah dengan putri nabi Luth
as. Selanjutnya Madyan dikenal dengan arti suku keturunan Madyan putra nabi
Ibrahim as, tepatnya di pantai laut Merah sebelah selatan gurun Sunai diantara
Hijaz dan Teluk ‘Aqabah. Ayat ini berisi cerita tentang nabi Syu’aib. Nabi
Syu’aib diutus kepada suku atau kota Madyan. Madyan pada mulanya adalah nama
putra nabi Ibrahim as, dari istri yang ketiga yang bernama qathhura. Kemudian Madyan
nikah dengan putrid nabi Luth as. Selanjutnya Madyan dikenal dengan arti suku
keturunan Madyan putra nabi Ibrahim as, tepatnya di pantai laut Merah sebelah
selatan gurun Sinai diantara Hijaz dan Teluk ‘Aqabah.
Nabi
Syu’aib as (seterusnya disebut Nabi) diutus kepada penduduk Madyan tersebut.
Pertama Nabi berseru pada kaumnya yaitu penduduk Madyan tentang tauhid yaitu
menyembah Allah SAW. yang satu, tidak tuhan selain Allah SAW.. Kedua Nabi
berseru pada kaumnya untuk menyempurnakan takaran dan timbangan serta tidak
merugikan atas hak orang lain. selanjutnya tidak membuat kerusakan di muka
bumi. Hal yang sama disebutkan kembali di awal kisah Syu’aib pada surat Hud 84.
Allah SWT berfirman:
4n<Î)ur tûtïôtB óOèd%s{r& $Y6øyèä© 4 tA$s% ÉQöqs)»t (#rßç7ôã$# ©!$# $tB Nà6s9 ô`ÏiB >m»s9Î) ¼çnçöxî ( wur (#qÝÁà)Zs? tA$uò6ÏJø9$# tb#uÏJø9$#ur 4 þÎoTÎ) Nà61ur& 9ös¿2 þÎoTÎ)ur ß$%s{r& öNà6øn=tæ z>#xtã 5Qöqt 7ÝÏtC ÇÑÍÈ
Artinya:
“Dan kepada (penduduk) Mad-yan (kami utus)
saudara mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. dan janganlah kamu kurangi takaran
dan timbangan, Sesungguhnya aku melihat kamu dalam Keadaan yang baik (mampu)
dan Sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan
(kiamat)." (QS. Hud [11]:84)
4n<Î)ur útïôtB öNèd%s{r& $Y7øyèä© tA$s)sù ÉQöqs)»t (#rßç6ôã$# ©!$# (#qã_ö$#ur tPöquø9$# tÅzFy$# wur (#öqsW÷ès? Îû ÇÚöF{$# tûïÏÅ¡øÿãB ÇÌÏÈ
Artinya:
“Dan (kami telah mengutus) kepada penduduk
Mad-yan, saudara mereka Syu'aib, Maka ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah
olehmu Allah, harapkanlah (pahala) hari akhir, dan jangan kamu berkeliaran di
muka bumi berbuat kerusakan.” (QS. al-’Ankabut [29]:36)
Di
awal tiga ayat di atas disebutkan dengan redaksi yang persis sama, bahwa kepada
kaum Madyan diutus saudara mereka sendiri yaitu Syu’aib. Madyan adalah sebuah
negeri atau kawasan yang terletak antara tanah Hijaz dan Syam, sebelah timur
teluk Aqabah. Menurut Muhammad al-Washfi dalam Tarikh Al-Anbiya’ wa ar-Rusul wa
al-Irtibath az-Zamani wa al-’Aqaidi(2001:177), Madyan sendiri aslinya adalah
nama nenek moyang mereka yaitu Madyan ibn Ibrahim ‘alaihis salam dari isteri
beliau bernama Qathurah.
Nama dan Nasab
Disebut-sebut
juga oleh sebagian mufassir seperti Hamka dalam Tafsir Al-Azhar (VIII:2960)
bahwa Nabi Syu’aib adalah mertua dari Nabi Musa. Tatkala pemuda Musa -dalam statusnya
sebagai buronan Fir’aun membantu puteri Nabi Syu’aib mengambilkan air dari
sumur untuk minuman ternak gembalaan keluarga Syu’aib, puteri Syu’aib tertarik
dengan kebaikan dan ketulusan pemuda itu, sehingga dia mengusulkan kepada
bapaknya untuk mempekerjakan Musa. Akhirnya Musa diundang dan ditawari untuk
dinikahkan dengan salah seorang puteri beliau dengan mahar bekerja delapan
tahun, tetapi lebih baik kalau secara sukarela menggenapkannya menjadi sepuluh
tahun.
Allah
swt. menceritakan bahwa kaum Madyan, yaitu kaum Nabi Syu’aib tidaklah bersyukur
kepada swt. mereka di samping mereka mempersekutukan-Nya. Akhlak mereka sangat
merosot sekali sehingga kehidupan mereka bergelimang dalam penipuan sampai
kepada urusan takar-menakar, timbang-menimbang. Menurut suatu riwayat jika
orang asing datang berkunjung, mereka sepakat menuduh bahwa uang yang dibawa
orang asing itu palsu, dengan demikian mereka menukarnya dengan harga (kurs)
yang rendah sekali. Kepada kaum ini Allah swt. mengutus Nabi Syuaib supaya dia
menunjukkan kepada mereka berupa jalan benar meninggalkan kezaliman terutama
yang berupa pengurangan hak manusia yang mereka lakukan dengan cara khianat
dalam takaran dan timbangan.
Sebagaimana
biasanya setiap nabi, Allah perkuatkan kenabiannya dengan mukjizat sebagaimana
diketahui dari hadis dari Abu Hurairah yaitu:
ما من الأنبياء نبي إلا أعطي من الآيات مثلها
آمن عليه البشر وإنما كان الذي أوتيت وحيا أوحى الله إلي فارجون أن أكون أكثرهم
تابعا يوم القيامة ( رواه بخاري و مسلم )
Artinya:
“Tidak seorang nabi pun dari kalangan nabi-nabi
kecuali diberikan kepadanya tanda-tanda kenabiannya yang menjadikan manusia
percaya kepadanya. Sesungguhnya yang diberikan kepadaku ialah wahyu yang
disampaikan kepadaku yaitu (Alquran). Maka aku mengharap bahwa aku akan
mempunyai pengikut yang lebih banyak daripada pengikut-pengikut nabi-nabi pada
hari kiamat.” (H.R Bukhari dan Muslim)
Akan tetapi tidak terdapat satu ayat pun dalam Alquran yang
menerangkan tentang mukjizat yang diberikan kepada Nabi Syuaib. Fakhrul Razi
dalam tafsirnya mengemukakan pendapat "Al-Kasyisyaf" bahwa di antara
mukjizat Nabi Syuaib yaitu dia memberikan tongkatnya kepada Nabi Musa. Tongkat
itu membinasakan ular-ular besar. Juga dia berkata kepada Nabi Musa bahwa
kambing-kambing ini akan beranak semuanya lelaki yang bulunya hitam putih
kemudian ternyata benar sebagaimana yang diucapkannya itu.
Madyan
adalah nama kabilah yang terdiri dari anak-anak dari keturunan Madyan. Madyan
ini adalah anak Nabi Ibrahim dari Siti Qaturah, demikian menurut Taurat. Syuaib
adalah orang yang terbaik dari kalangan kabilah Madyan. Syu’aib anak Mikail
a.s. bin Yasijab bin Madyan istri Yasifar adalah putri Nabi Luth a.s., demikian
menurut Taurat Muhammad bin Ishak, Syu’aib meskipun matanya buta ia adalah
seorang orator (ahli pidato) sehingga mendapat julukan "Khatibul
Anbiya" (orator terkemuka dari kalangan nabi-nabi).
Allah
mengutus Nabi Syuaib kepada kaum Madyan. Setelah itu Syuaib menjalankan
tugasnya menyampaikan amanat-amanat Tuhannya kepada kaumnya supaya mereka
meninggalkan kemusyrikan dan hendaklah mereka menyembah Allah Tuhan Yang Maha
Esa. Tidak ada Tuhan melainkan Dia. Dialah yang menciptakan segala sesuatu.
Nabi Syu’aib meyakinkan kaumnya bahwa dia adalah utusan Allah supaya mencabut
seruannya. Setelah dikemukakan kepada mereka tentang akidah ketuhanan maka Nabi
Syu’aib memulai pula memperbaiki kebobrokan masyarakatnya dengan mengajak
mereka supaya jujur dalam menimbang dan menakar supaya tidak mengurangi hak
manusia dalam jual beli begitu juga menyeru mereka supaya meninggalkan
perbuatan-perbuatan yang merusak masyarakat setelah berjalan dengan baik
umpamanya perbuatan kerusakan berupa sogokan, memakan harta orang lain dengan
jalan batil, mengerjakan perbuatan yang keji dan membiarkan kerusakan akhlak.
Nabi
Syuaib selalu mengakhiri seruannya bahwa apa yang disampaikannya kepada mereka
itu adalah hal yang paling baik untuk mereka karena akan membawa kebahagiaan
bagi mereka di dunia dan di akhirat jika mereka benar-benar beriman kepada
kerasulannya.
Tafsir Kosa-Kata
Bayyinah (بَيِّنَةٌ)
artinya mu’jizat, tetapi belum ditemukan penjelasan dalam surat ini atau surat
yang lain tentang mukjizat nabi Syu’aib. Akan tetapi sebagian ahli tafsir
menyebutkan perkataan Nabi Syu’aib kepad kaumnya bahwa mereka akan binasa
adalah mukjizat itu sendiri.
Kata اَوْفُوا
ditafsiri dengan kata أتموا sempurnakanlah.
Maksudnya takaran atau timbangan tersebut harus sepuna tidak ada unsur
kecurangan. Akan tetapi didasari dengan unsur kejujuran.
La tabkhasu (لاَ
تَبْخسُ) artinya la tangqusu (لاَ تَنْقُصُ)
jangan mengurangi yang diambil dari kata (بخس) bahkasha artinya kekurangan yang diambil
dari kecurangan. Ibnu ‘Arabi seperti yang dikutib oleh Ibnu ‘Asyur,
mendefinisikan kata ini dengan arti pengurangan dalam bentuk mencela atau
memperburuk sehingga tidak disenangi, atau penipuan dalam nilai atau kecurangan
dalam timbangan dan takaran dengan melebihi atau mengurangi. Kecurangan atau
ketidak jujuran dalam ekonomi menjadi cara dan sistem untuk mendapatkan
kekayaan, hal ini adalah merugikan dan merampas hak-hak orang lain. Dizaman
sekarang ini hal seperti ini biasa disebut korupsi atau manipulasi. Sebab
negeri Madyan pada saat itu penduduknya tidak dapat dipercaya.
Nabi
Syu’aib menjelaskan terlebih dahulu tentang suatu bahaya yang menimpa akan kuam
Madyan akan tetapi bencana tersebut tidak akan datang jika mereka kembali
kepada jalan yang benar, pertama ingat kepa Allah yang Esa dan menyembahNya.
Kedua merubah perbuatan curang yaitu menambah atau mengurangi takaran atau
timbangan tanpa ada kejujuran asal mendapatkan keuntungan. Ketika membeli
mereka kurangi takaran atau timbangan yang dipakainya dan menanbah berat
takaran dan timbangan ketika menjual. Dengan demikian mereka mengabil hak-hak
orang lain.
Kesimpulan
Dari
uraian di atas mengenai tafsir surah Al-A’raaf ayat 85 tentang takaran dan
timbangan dapat disimpulkan bahwa Madyan adalah suatu daerah yang di pantai
laut Merah sebelah selatan gurun Sinai diantara Hijaz dan Teluk ‘Aqabah, Madyan
itu sendiri pada awalnya adalah nama putra Nabi Ibrahim as yang kemudian difahami bahwa kata Madyan suku
keturunan Madyan putra Nabi Ibrahim as. Daerah Madyan ini Nabi Syu’aib diutus
oleh Allah SWT untuk meluruskan dan kembali kepada jalan Allah SWT. yaitu menyembah pada Allah tiada Tuhan selain Dia. Selanjutnya Nabi Syu’aib melarang melakukan kecurangan dalam
takaran dan timbangan serta membuat kerusakan di muka bumi. Serta perintah
menyempurnakan takaran dan timbangan dan larangan mengambil hak milik orang lain.
Dari ini ditarik beberapa hukum yang akan
berlaku sampai sekarang, antara lain:
Ø Wajib menyempurnakan timbangan dan takaran sebagaimana mestinya.
Ø Haram mengambil hak orang lain, dengan cara dan jalan apa saja.
Baik hak tersebut milik perseorangan atau milik orang banyak seperti harta
pemerintah dan perusahaan.
Ø Haram berbuat sesuatu yang bersifat merusak atau mengganggu
keamanan dan ketenteraman di muka bumi, seperti mencopetan, mencuri, merampok,
korupsi, menteror dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Hamka, 1990, Tafsir Al-Azhar, Jilid
4, Singapura: Pustaka nasional Pte. Ltd.
Prof. Dr. Hamka, 1984, Tafsir Al Azhar, juz VIII, Jakarta: PT Pustaka
Panjimas.
Http://abdulaziznia.blogspot.co.id/2011/11/tafsir-tentang-timabagang-dan-takaran.html
(Diposting pada hari Kamis, 10 Maret 2016 pukul 18.08 WIB).
No comments:
Post a Comment