Nama : Hana Aisyah
NIM : 1414231041
Jurusan/SMT : Perbankan Syariah 2/ IV
Mata
Kuliah : Tafsir Ayat Ekonomi
AYAT
EKONOMI TENTANG REZKI
AL-BAQARAH
(2) : 254
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& $£JÏB Nä3»oYø%yu `ÏiB È@ö7s% br& uÎAù't ×Pöqt w Óìøt/ ÏmÏù wur ×'©#äz wur ×pyè»xÿx© 3 tbrãÏÿ»s3ø9$#ur ãNèd tbqãKÎ=»©à9$# ÇËÎÍÈ
Artinya:
254. Hai orang-orang yang beriman,
belanjakanlah (dijalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan
kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan
tidak ada lagi syafa’at [160], dan orang-orang kafir itulah orang-orang zalim.
[160] Syafa'at: usaha perantaraan dalam
memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat
bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at
bagi orang-orang kafir.
Dengan
ayat ini, Allah swt. memerintahkan kepada orang-orang yang beriman supaya
mereka menafkahkan sebagian dari harta benda yang telah dilimpahkan-Nya kepada
mereka untuk kepentingan diri dan keluarga, atau kepentingan masyarakat umum.
Mereka harus ingat bahwa nanti akan datang suatu hari di mana tidak akan ada
lagi kesempatan bagi mereka untuk membelanjakan harta benda tersebut, sebab
pada hari itu terjadi hari kiamat yang diikuti oleh hari pembalasan. Tidak ada
lagi teman karib yang akan memberikan pertolongan, dan tak ada lagi orang-orang
yang dapat menyelamatkan dan memberikan bantuan. Harta benda dan anak cucu pun
tak dapat memberikan pertolongan apa-apa. Kecuali orang-orang yang datang
menghadap Tuhan dengan hati yang suci dan amal yang banyak. Pada hari itu akan
tampak jelas kekayaan Allah swt. Orang-orang yang tidak mau membelanjakan harta
bendanya di dunia untuk kepentingan umum (fisabilillah) adalah orang-orang yang
mengingkari nikmat Allah. Dan dengan demikian mereka akan menjadi orang-orang
yang zalim terhadap diri sendiridan terhadap orang lain. Zalim terhadap diri
sendiri adalah karena dengan keingkaran itu ia akan mendapat azab dari Allah
swt. . dan zalim terhadap orang lain, karena ia enggan memberikan hak orang
lain yang ada pada harta bendanya itu, baik berupa zakat yang telah diwajibkan
kepadanya maupun berupa sedekah dan sumbangan-sumbangan yang dianjurkan oleh
agama. Ada beberapa pendapat para ulama mengenai infak atau "pembelanjaan
harta" yang dimaksudkan dalam ayat ini. Sebagian mengatakan bahwa yang
dimaksud dalam ayat ini ialah infak wajib, yaitu zakat, karena di akhir ayat
iniAllah menyebut orang-orang yang tidak mau berinfak itu sebagai orang-orang
kafir. Seandainya yang dimaksudkan dengan infak di sini hanya sunat, yaitu
"sedekah", tentulah mereka yang tidak bersedekah itu tidak akan
disebut sebagai orang-orang kafir. Dan sebagian ulama berpendapat bahwa yang
dimaksudkan dengan infak dalam ayat ini ialah infak untuk kepentingan jihad
fisabilillah, yaitu untuk kepentingan perjuangan menegakkan agama Allah, ,
serta mempertahankan diri dan negara terhadap ancaman musuh. Sedang ulama yang
lain berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan infak dalam ayat ini adalah
infak wajib dan infak sunat, yaitu zakat dan sedekah. Adapun kata-kata
"kafir" dalam ayat itu adalah dengan arti "enggan
berzakat"bukan kafir, tidak beriman. Harta benda menurut Islam adalah
mempunyai fungsi sosial, di samping untuk kepentingan pribadi. Oleh sebab itu,
apabila seseorang telah berhasil memperoleh harta benda dengan cara-cara yang
halal, maka ia mempunyai kewajiban untuk membelanjakan sebahagian dari harta
benda itu untuk kepentingan diri dan keluarganya, dan sebagiannya lagi untuk
kepentingan umum, baik berupa zakat, atau sedekah-sedekah dan sumbangan suka
rela untuk kemaslahatan umum. Menunaikan zakat mengandung dua macam faedah;
pertama faedah bagi orang yang menunaikan zakat itu ialah membebaskannya dari
kewajiban yang telah dipikulkan Allah kepadanya dan dengan demikian ia akan
memperoleh rida dan ganjaran-Nya, dan juga akan menghilangkan sifat kikir dari
dirinya. Faedah kedua ialah bahwa penunaian zakat itu berarti pula mensucikan
harta bendanya yang tinggal setelah zakat itu dikeluarkan, sebab selama zakat
itu belum dikeluarkan, senantiasalah pada hartanya itu tersangkut hak orang
lain, yaitu hak kaum kerabat, fakir miskin, ibnu sabil dan orang-orang lain
yang memerlukan pertolongan. Sungguh amat tinggilah hikmah yang terkandung
dalam syariat Islam yang berkenaan dengan zakat ini. Sebab manusia pada umumnya
adalah bersifat kikir. Apabila ia berhasil memperoleh harta benda, , beratlah
hatinya untuk membelanjakan harta bendanya itu untuk kepentingan orang lain.
Bahkan ada pula orang yang enggan membelanjakan harta bendanya bagi kepentingan
dirinya sendiri padahal ia telah bersusahpayah mengumpulkannya. Kalau dia ingat
bahwa padasuatu ketika ia akan meninggalkan dunia fana ini dan meninggalkan
harta benda itu sendiri niscaya ia tidakakan bersifat demikian. Agama Islam
telah menunjukkan obat yang sangat manjur untuk membasmi penyakit bakhil dari
hati manusia. Islam memberikan didikan dan latihan kepada manusia untuk
bersifat dermawan, murah hati, dan suka berkorban untuk kepentingan diri
sendiri dan kepentingan orang lain, ialah dengan peraturan zakatdan sedekah. Di
samping itu sedekah dan sumbangan-sumbangan yang kita berikan untuk kepentingan
umum oleh agama dinilai sebagai amal jariah, yaitu suatu amal yang pahalanya
akan tetap mengalir kepada orang yang melakukannya walaupun ia telah meninggal
dunia selama hasil sumbangannya itu dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh
masyarakat umum. Akan tetapi dalam penunaian zakat dan sedekah itu diperlukan
niat yang ikhlas, yaitu mencari rida Allah dan terjauh dari sifat riya, ingin
dipuji dan disanjung oleh sesama manusia. Tambahan pula menunaikan zakat dan
sedekah itu adalah merupakan suatu manifestasi dari rasa iman dan syukur kepada
Allah yang telah menjanjikan akan menambah rahmat-Nya kepada siapa saja yang mau
bersyukur. Sebaliknya orang-orang yang tidak mau bersyukur sehingga ia enggan
berzakat dan bersedekah telah diancam dengan azab di hari kemudian. Allah
berfirman:
øÎ)ur c©r's? öNä3/u ûÈõs9 óOè?öx6x© öNä3¯RyÎV{ ( ûÈõs9ur ÷Länöxÿ2 ¨bÎ) Î1#xtã ÓÏt±s9 ÇÐÈ
7. dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih". (Q.S Ibrahim: 7)
Tafsir
Indonesia Jalalain Surah Al Baqarah 254:
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& $£JÏB Nä3»oYø%yu `ÏiB È@ö7s% br& uÎAù't ×Pöqt w Óìøt/ ÏmÏù wur ×'©#äz wur ×pyè»xÿx© 3 tbrãÏÿ»s3ø9$#ur ãNèd tbqãKÎ=»©à9$# ÇËÎÍÈ
(Hai orang-orang yang beriman!
Nafkahkanlah sebagian dan rezeki yang telah Kami berikan padamu), yakni
zakatnya, (sebelum datang suatu hari tidak ada lagi jual beli) atau tebusan
(padanya, dan tidak pula persahabatan)yang akrab dan memberi manfaat, (dan
tidak pula syafaat) tanpa izin dari-Nya, yaitu di hari kiamat. Menurut satu
qiraat dengan baris di depannya ketigakata, bai`u, khullatu dan syafaa`atu.
(Dan orang-orang yang kafir) kepada Allah atau terhadap apa yang
diwajibkan-Nya, (merekalah orang-orang yang aniaya) karena menempatkan perintah
Allah bukan pada tempatnya.
Perbedaan
pendapat, berbunuh-bunuhan, mengharuskan adanya kelompok yang tampil
menyelesaikan perbedaan itu. Kelompok itu dituntut mencurahkan kemampuannya
untuk menghalangi perbedaan pendapat dan berbunuhan itu, lebih-lebih menghadapi
siapa yang dilukiskan oleh akhir ayat ini sebagai orang-orang zalim.
Rezeki
pada mulanya berarti pemberian untuk waktu tertentu. Namun makna asal
ini berkembang sehingga kata rezeki juga dipahami antara lain dalam arti pangan,
hujan, dan gaji. Bahkan al-Qur’an menggunakannya untuk makna anugrah
kenabian. Al-Qur’an mengabdikan ucapan Nabi Syu’aib as yang berkata, “Hai
kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku
dan dianugrahi-Nya aku dari-Nya rezeki yang baik (yakni kenabian)patutkah aku
menyalahi perintah-Nya?” (QS. Hud[11]: 88). Atas dasar itu kita dapat
berkata, bahwa rezeki adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan,
baik material maupun spiritual. Dengan demikian, agaknya kurang tepat bila
perintah menafkahkan rezeki dalam ayat ini dan ayat-ayat lain dipahami dalam
arti menafkahkan harta benda saja, tetapi menafkahkan dalam arti memberikan apa
saja yang berada dalam kemampuan seseorang.
Sementara
ulama berpendapat, bahwa yang dinamai rezeki hanyalah pemberian yang bersifat
halal. Tetapi pendapat ini ditolak oleh mayoritas ulama. Salah satu alasannya
adalah ayat Hud diatas yang menggunakan istilah “rezeki yang baik”
sebagai isyarat bahwa ada rezeki yang tidak baik, yakni yang haram.
Ayat
diatas menyatakan, “Kami rezekikan kepada kamu,” Yang dimaksud dengan Kami
adalah Allah swt. Penggunaan bentuk jamak untuk menunjuk Tuhan Yang Maha Esa
mengisyaratkan ada dan perlunya keterlibatan manusia bersama Allah dalam dan
guna perolehan rezeki itu. Ini sesuai dengan kebiasaan Al-Qur’an bila
menggunakan bentuk jamak menujukan kepada Allah. Artinya, bentuk jamak itu
menunjukan adanya keterlibatan pihak lain bersama Allah dalam kegiatan yang
diinformasikan. Penggunaan bentuk jamak itu mengisyaratkan juga perlunya
menafkahkan yang halal, karena keterlibatan Allah dalam perolehan rezeki itu
pastilah mencerminkan kehalalan rezeki, sebab Allah tidak akan terlibat dalam
suatu aktivitas yang haram. Disamping itu rezeki tersebut bersumber dari Allah
swt, dari siapa pun dia tidak dapat memperolehnya kecuali atas izin-Nya.
Nafkahkanlah
sebagian rezeki itu sebelum datang hari yang tidak ada lagi jual beli, dan
tidak ada lagi persahabatan yang akrab, dan tidak ada lagi syafa’at. Yakni
sebelum datang kematian serta tibanya hari Kiamat. Karena ketika itu, semua
orang akan menyesal dan ingin memperbanyak amal-amal kebajikannya, semua orang
ingin bertaubat menebus dosa-dosanya, padahal pada hari itu tidak ada lagi
jual beli untuk menebus dosa, tidak juga persahabatan yang memungkinkan
seseorang membantu walau sahabatnya yang amat dekat, sebagaimana dipahami dar
kata ('©#äz) khullah,
yakni persahabatan yang dijalin oleh cinta dan ridha yang sedemikian meresap
masuk kecelah-celah relung hati. Kalau persahabatannya yang demikian dekat saja
tidak akan mampu member bantuan, apalagi sahabat biasa. Tidak juga syafa’at
yang tidak diizinkan Allah untuk diberikan. Dan Dia tidak mengizinkannya
kecuali oleh dan terhadap yang berhak.
Ayat
ini ditutup dengan frase, “Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang
zalim,” untuk mengisyaratkan bahwa perselisihan dan bunuh-membunuh setelah
datangnya penjelasan dari para nabi, dapat mengantar mereka kepada kekufuran
dan penganiayaan. Kenyataan menunjukan kebenaran isyarat ini. Bukankah sekian
banyak kelompok yang mengaku sama-sama mengikuti nabi tertentu, yang justru
saling kafir mengkafirkan, serta menyesatkan, menganiaya satu sama dengan yang
lainnya, bahkan bunuh membunuh atas nama agama dan ajaran nabi yang mereka
yakini? Lihatlah sejarah dan kenyataan yang dialami oleh umat beragama = Budha,
Hindu, Yahudi, Kristen dan tidak terkecuali Islam.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam
menafsirkan ayat di atas:”Allah Ta’ala memerintahkan hamba-hamba-Nya
untuk menginfakkan rizki yang telah Allah karuniakan kepada mereka di jalan-Nya
yaitu jalan kebaikan, supaya mereka menyimpan pahala perbuatan tersebut di sisi
Rabb mereka, Raja mereka (Allah), dan supaya mereka bersegera untuk melakukan
hal itu (infak) di kehidupan dunia ini, sebelum datang suatu hari, yaitu hari
Kiamat.”
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah
berkata:”Seruan
dalam ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang beriman. Hal ini menunjukkan
bahwa berpegang teguh dengan apa yang akan disebutkan dalam ayat ini adalah
termasuk konskwensi dari keimanan, sama saja apakah ia berbentuk perintah
ataupun larangan. Dan juga menunjukkan bahwa tidak merealisasikannya mengurangi
keimanan. Dan juga menunjukkan motivasi dan anjuran, seolah-olah Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ”Wahai orang-orang yang beriman, karena
keimananmu maka kerjakanlah ini dan itu”, seperti ketika kita memotivasi
seseorang dengan mengataan:”Hai laki-laki kerjakanlah ini dan itu” karena
pekerjaan tersebut adalah konsekwensi dari kelelakian/kejantanannya.”
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah
berkata:”Allah
menganjurkan kepada kaum mukminin untuk berinfak pada segala macam bentuk
kebaikan, karena menghilang-kan obyek kalimat menunjukkan pada keumuman, dan
Allah juga mengingatkan tentang nikmatNya atas mereka, bahwa Allah-lah yang
telah memberi rizki kepada mereka, dan memberikan berbagai macam nikmat atas
mereka, dan Allah tidak memerintahkan kepada mereka untuk mengeluarkan seluruh
harta yang ada pada mereka, akan tetapi ayat ini datang dengan kata “min” yang
menunjukkan arti sebagian, maka hal ini di antara perkara yang mengajak mereka
untuk berinfak, dan juga di antara hal yang mengajak mereka untuk berinfak
adalah kabar Allah kepada mereka bahwa infak-infak ter-sebut akan tersimpan
rapi di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala pada suatu hari yang tidak
ada gunanya lagi saling tawar menawar untuk berjual beli dan semacamnya, tidak
pula bantuan-bantuan sosial maupun syafaat, setiap orang akan berkata apa yang
telah saya persembahkan untuk kehidupan saya, maka seluruh sebab-sebab akan
lenyap, kecuali sebab-sebab yang berkaitan dengan ketaatan kepada Allah dan
keimanan kepadaNya,
يَوْمَ لاَيَنفَعُ مَالٌ وَلاَبَنُونَ {88}
إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ {89}
”(Yaitu)
di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. kecuali orang-orang yang
menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu-‘ara: 88-89),
dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَآأَمْوَالُكُمْ وَلآأَوْلاَدُكُم بِالَّتِي
تُقَرِّبُكُمْ عِندَنَا زُلْفَى إِلاَّ مَنْ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
فَأُوْلَئِكَ لَهُمْ جَزَآءُ الضِّعْفِ بِمَا عَمِلُوا وَهُمْ فِي الْغُرُفَاتِ
ءَامِنُونَ {37}
”Dan
sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan
kamu kepada Kami sedikit pun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal-amal shalih, mereka itulah yang memper-oleh balasan yang berlipat ganda
disebabkan apa yang telah mereka kerja-kan; dan mereka aman sentosa di
tempat-tempat yang tinggi (dalam surga).” (QS. Saba’: 37),
dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
…وَمَاتُقَدِّمُوا لأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ
تَجِدُوهُ عِندَ اللهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ
إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ {20}
”Dan
kebaikan sekecil apapun yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh
(balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling
besar pahalanya.”(QS. Al-Muzammil: 20)
Kemudian Allah berfirman, وَالْكَافِرُونَ
هُمُ الظَّالِمُونَ “Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang
zhalim” hal itu karena Allah menciptakan mereka hanya untuk beribadah
kepadaNya, Dia memberi rizki dan menyehatkan mereka agar mereka mampu
mengerjakan ketaatan dengannya, namun mereka berpaling dari tujuan Allah
menciptakan mereka, mereka menyekutukan Allah dengan apa yang tidak Allah
turunkan keterangan tentangnya, mereka melakukan kekufuran, kefasikan dan
kemaksiatan dengan kenikmatan itu, mereka tidak meletakkan keadilan pada
tempat-nya, oleh karena itulah kezhaliman yang mutlak meliputi mereka.
Para Ulama berbeda pendapat tentang infak yang
dieprintahkan dalam ayat ini; apakah ia infak wajib yaitu zakat ataukah ia
infak seecara umum mencakup yang wajib dan yang sunnah? Al-Hasan al-Bahsri rahimahullah
berpendapat bahwa infak dalam ayat ini adalah khsusus untuk zakat saja (infak
wajib), bukan infak sunnah namun Ulama yang lain (Jumhur) berpendapat infak
dalam ayat ini adalah umum mencakup infak yang wajib yaitu zakat dan juga infak
yang sunnah seperti sedekah dan lain-lain.
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& $£JÏB Nä3»oYø%yu `ÏiB È@ö7s% br& uÎAù't ×Pöqt w Óìøt/ ÏmÏù wur ×'©#äz wur ×pyè»xÿx© 3 tbrãÏÿ»s3ø9$#ur ãNèd tbqãKÎ=»©à9$# ÇËÎÍÈ
254. Hai orang-orang yang
beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami
berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual
beli dan tidak ada lagi syafa'at dan orang-orang kafir Itulah orang-orang yang
zalim.
Melalui ayat ini Allah Swt memerintah kan
kepada hamba -hamba-Nya untuk berinfak, yakni membelanjakan sebagian dari apa
yang Allah rezeki kan kepada mereka dijalan -Nya , yaitu jalan kebaikan. Dengan
demikian, berarti mereka menyimpan pahala hal tersebut di sisi Tuhan yang
memiliki mereka semua ; dan agar mereka ber segera melakukan hal tersebut dalam
kehidupan di dunia ini , yaitu :
`ÏiB È@ö7s% br& uÎAù't ×Pöqt ÇËÎÍÈ
sebelum datang suatu hari. (Al-Baqarah:254)
Hari yang dimaksud adalah hari
kiamat.
w Óìøt/ ÏmÏù wur ×'©#äz wur ×pyè»xÿx© 3
yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi
persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. (Al-Baqarah:254)
Artinya , pada hari itu seseorang
tidak dapat membeli dirinya sendiri; tidak dapat pula menebusnya dengan harta,
sekalipun ia menyerah-kan nya dan sekalipun ia mendatang kan emas sepenuh bumi
untuk tujuan itu. Persahabatan yang akrab dengan seseorang tidak dapat
memberikan manfaat apapun kepada dirinya, bahkan nasabnya sekalipun, seperti
yang dinyatakan di dalam firman lainnya :
#sÎ*sù yÏÿçR Îû ÍqÁ9$# Ixsù z>$|¡Sr& óOßgoY÷t/ 7ͳtBöqt wur cqä9uä!$|¡tFt ÇÊÉÊÈ
Apabila sangkakala ditiup, maka tidak lah ada lagi pertalian nasab
diantara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya.
(Al-Mu-miriun:101)
Firman Allah Swt :
wur ×pyè»xÿx© 3
dan tidak ada lagi syafaat. (Al-Baqarah:254)
Yakni tiada bermanfaat bagi mereka
syafaat orang–orang yang mem-berikan syafaatnya.
Firman Allah Swt :
tbrãÏÿ»s3ø9$#ur ãNèd tbqãKÎ=»©à9$# ÇËÎÍÈ
Dan orang – orang kafir itu lah orang–orang yang zalim.
(Al-Baqarah:254)
Mubtada dalam ayat ini dibatasi oleh
khabar–nya ,yakni orang-orang yang benar- benar zalim diantara mereka yang
datang menghadap kepada Allah adalah orang yang kafir.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari
Atau ibnu Dinar, bahwa ia pernah
berkata, "Segala puji bagi
Allah yang telah berfirman :
tbrãÏÿ»s3ø9$#ur ãNèd tbqãKÎ=»©à9$# ÇËÎÍÈ
Dan orang- orang kafir itulah orang- orang yang zalim' (Al-Baqarah:254)
Dan tidak mengatakan dalam firman-
Nya, 'Orang- orang zalim itulah
orang- orang yang kafir'. "
Kandungan surat Al-baqarah ayat 254
:
1. Ayat ini adalah seruan
untuk semua orang beriman tanpa pandang suku, ras, warna kulit dan bangsa.
2. Orang beriman adalah
orang mengimani semua yang wajib diimani dengan ucapan lisan, keyakinan hati
dan pengamalan dengan anggota tubuh. Iman bisa bertambah dengan ketaatan kepada
Allah dan bisa berkurang dengan kedurhakaan kepada Allah.
3. Allah menunjukkan
kepada hamba-hambaNya akan kelembutanNya dengan memerintahkan kepada mereka
agar mempersembahkan sesuatu dari rezeki yang telah Allah berikan kepada
mereka.
4. Sungguh beruntung orang
yang dermawan, yaitu yang mengeluarkan harta yang wajib seperti zakat dan
nafkah kepada keluarga serta lainnya, dan yang sunnah seperti sedekah dan
lainnya.
5. Semua ini adalah untuk
kebaikan diri mereka sendiri agar menjadi simpanan bagi mereka sehingga
mendapatkan pahala yang berlimpah pada hari ketika semua manusia sangat
mengharapkan kebaikan walau sekecil atom.
6. Pada hari itu tidak ada
lagi jual beli walau seseorang hendak menebus dirinya dengan sepenuh bumi emas
agar terbebas dari adzab pasti tidak akan diterima, yaitu pada hari kiamat.
7. Pada hari itu tidak
bermanfaat pula teman dan sahabat karib serta pertolongan dan syafa'at
(perantara) untuk mendapatkan kebaikan atau menolak keburukan kecuali dengan
seijin Allah.
8. Pada hari itu merugilah
orang-orang yang melakukan kebatilan dan mendapatkan kehinaan, yaitu
orang-orang yang dzalim yang menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya, yang
meninggalkan kewajibannya kepada Allah dan kepada sesama serta meninggalkan
yang halal menuju yang haram.
9. Kedzaliman yang paling
besar adalah syirik dan kufur kepada Allah yaitu menempatkan ibadah yang
semestinya hanya untuk Allah semata ternyata dialihkan untuk makhluk. Orang
kafir dan musyrik itu adalah orang dzalim yang berada di puncak kedzaliman dan
dzalim yang hakiki.
10. Hendaklah kita waspada
untuk tidak berbuat syirik dan kekafiran.
Ayat ini merupakan ancaman atau peringatan untuk
orang-orang Mukmin bahwa selagi kalian masih berada didunia, maka gunakanlah
kesempatan dan sediakanlah bekal untuk hari kiamat kalian. Lakukan transaksi
dengan Allah didunia dan infakkanlah sebagian dari harta kalian untuk orang
lain, karena dihari kiamat kelak, tiada lagi transaksi dan perdagangan sehingga
dapat menjadi penolong kebahagiaan dan keselamatan kalian dari siksa. Janganlah
kalian berharap kepada para pembesar kalian, karena disana nanti tidak ada
seorangpun yang dapat membantu kalian dan tidak ada syafaat.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat
dipetik:
1.
Apa yang kalian punya bukanlah milik kalian, Kamilah yang
memberikan kepada kalian.
2.
Kami telah katakana bahwa infakkanlah sebagian dari apa yang kami
berikan, bukannya semua harta kalian.
3.
Infak tersebut pada hari kiamat nanti lebih baik bagi kalian
disbanding dengan setiap kawan dan sahabat.
REFERENSI
M. Quraish Shihab. Tafsir
Al-Mishbah, pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an. Lentera Hati. Jakarta :
2002.
Al-Imam Abul Fida
Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi. Tafsir Ibnu Kasir Juz 3. Sinar Baru
Algensindo.
No comments:
Post a Comment