NAMA : HISYAM SAYUTI
JURUSAN/SMT : PERBANKAN SYARI’AH 2 / IV
MATA KULIAH : TAFSIR AYAT EKONOMI
MEMBERI
PINJAMAN ALLAH
`¨B #s Ï%©!$# ÞÚÌø)ã ©!$# $·Êös% $YZ|¡ym ¼çmxÿÏè»Òãsù ÿ¼ã&s! $]ù$yèôÊr& ZouÏW2 4 ª!$#ur âÙÎ6ø)t äÝ+Áö6tur Ïmøs9Î)ur cqãèy_öè? ÇËÍÎÈ
“Siapakah yang
mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di
jalan Allah), Maka Allah akan memperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan
lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan
kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”
TAFSIR
AL-MISBAH
Setelah
menganjurkan berjuang dengan jiwa raga, kini yang di anjurkan adalah berjuang
dengan harta benda. Memang perjuangan memerlukan harta. Kali ini anjurannya
lebih kukuh dari anjuran sebelumnya. Karena di sini di paparkan dalam bentuk
pertanyaan yang mengandung makna ujian tentang siapa yang membenarkan apa yang
Dia informasikan. Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman
yang baik.
Kata
yang meminjamkan dan pinjaman pada ayat ini adalah terjemahan dari kata qard
yang kemudian masuk dalam aneka bahasa dengan makna yang sama dengan kredit.
Dari tinjauan bahasa al-quran, kata tersebut padamulanya bermakna memotong
sesuatu dengan gigi, seperti tikus yang memotong kayu dengan giginya. Ini
memeberi kesan bahwa pijaman yang di berikan itu di berikan dalam situasi
kejiwaan yang sulit. Di sisi lain, pada saat seseorang menggigit sesuatu, maka
ijelas ia mengharapkan hasil yang memuaskan dari upayanya itu. Karena itu,
pakar tafsir al-qurtubi misalnya, mendefinisikan qard sebagai “segala sesuatu
yang di lakukan dengan mengharapkan imbalan.”nah, karena yang di beri pinjaman
itu adalah Allah, maka tentu saja jika anda percaya kepadanya pasti anda
percaya pula bahwa pinjaman itu tidak akan hilang bahkan akan mendapat imbalan
yang wajar.
Hanya
satu syarat yang di tekankan dalam pemberian pinjaman itu di sini, yakni
pinjaman yang baik dalam arti dengn niat bersih, hati yang tulus, serta harta
yang halal.
Apa
makna meminjamkan kepada Allah? Allah mengumpamakan, pemberian seseorang dengan
tulus nuntuk kemaslahatan hambaNya
sebagai pinjaman allah kepadaNya,
sehingga ada jaminan darinya bahwa pinjaman itu kelak akan di kembalikan.
Selanjutnya,
karena Allah yang meminjam, maka dia menjanjikan bahwa Dia akan melipat
gandakan pembayaran pinjaman itu kepadanya di dunia atau di akhirat, dengan
lipat ganda
yang banyak seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, dan pada setiap
butir satu biji (QS.al-baqarah : 261), bahkan lebih banyak. Jika anak kecil
berkata banyak, maka itu belum tentu banyak dalam ukuran orang dewasa, tetapi
sebaliknya, jika orang dewasa berkata banyak, maka pesti jumlahnya melebihi
dugaan anak kecil. Yang menyatakan banyak dalam ayat ini adalah Allah SWT, karena iitu sulit
di bayangkan, betapa banyak lipat gandaan
yang di janjikannya itu.
Kalau
pada ayat yang lalu perintah berjuang dengan jiwa raga di sertai dengan
prenjelasan bahwa kematian berrada di tangan Allah, dan bahwa jika telah datang
ketetapannya, maka segala usaha akan sia sia, maka dalam ayat yang
memerintahkan dalam pinjaman ini, hakikat lainnya di sebutkan, yaitu Allah
menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepadaNya lah kamu di kembalikan.
Karena itu, jangan khawatir memberi pinjaman dan berjuang dengan harta benda di
jalan Allah, apalagi pada akhirnya semua akan kembali kepadaNya.
TAFSIR
IBNU KATSIR:
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang
yang keluar dari kampong halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya)
karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka: ‘Matilah kamu,’ kemudian
Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap
manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur. (QS. Al-Baqarah: 243) Dan
berperanglah kamu sekalian di jalan Allah, dan ketahuilah sesunggubnya Allah
Mahamendengar lagi Mahamengetahui. (QS. Al-Baqarah: 244) Siapakah yang mau
memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di
jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat
ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan
kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah: 245)
Dari Ibnu Abbas, mengenai
firman Allah: alam tara ilalladziina kharajuu min diyaariHim wa Hum uluufun
hadzaral mauti (“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari
kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu jumlahnya karena takut
mati,”) ia mengatakan, “Mereka berjumlah empat ribu orang. Mereka pergi untuk
menghindarkan diri dari wabah tha’un. Mereka mengatakan, “Kami akan pergi ke
daerah yang tidak ada kematian disana.” Dan ketika mereka sampai di suatu
tempat, Allah Ta’ala berfirman kepada mereka, “Matilah kamu.” Maka mereka pun mati
semuanya. Setelah itu ada seorang nabi yang melewati mereka. Ia berdo’a kepada
Rabb-Nya agar Dia menghidupkan mereka. Kemudian Allah Ta’ala menghidupkan
mereka. Dihidupkannya mereka kembali oleh Allah, mengandung pelajaran dan dalil
yang pasti akan adanya kebangkitan jasmani pada hari kiamat kelak. Oleh karena
itu Allah berfirman, innallaaHa dzuu fadlin ‘alannaasi (“Sesungguhnya Allah
mempunyai karunia terhadap manusia.”) Yaitu karunia berupa diperlihatkannya
tanda-tanda kekuasaan Allah yang jelas. Walaakinna aktsaran naasi laa
yasykuruun (“Tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.”) Artinya, mereka tidak
bersyukur atas nikmat yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka, baik nikmat
agama maupun dunia.
Dalam kisah tersebut
mengandung pelajaran dan dalil yang menunjukkan bahwa tindakan menghidarkan
diri dari takdir itu sama sekali tidak berguna. Dan bahwasanya tidak ada tempat
berlindung dari ketentuan Allah kecuali kepada-Nya. Karena mereka pergi dengan
tujuan menghindarkan diri dari wabah penyakit untuk meraih kehidupan yang
panjang, tetapi mereka mendapatkan kebalikan dari apa yang mereka tuju.
Kematian mendatangi mereka dengan cepat dan dalam satu waktu.
Termasuk dalam pengertian
ini adalah sebuah hadits shahih Yang diriwayatkan Imam Ahmad, bahwa Abdurrahman
bin Auf memberitahu Umar bin Khaththab di Syam, Nabi bersabda: “Sesungguhnya
penyakit ini dijadikan sebagai siksaan bagi umat-umat sebelum kalian. Jika
kalian mendengarnya melanda di suatu daerah, maka janganlah memasuki daerah
itu. Dan jika penyakit itu melanda di suatu daerah, sedangkan kalian berada di
sana, maka janganlah kalian keluar untuk menghindarinya.”
Ia menuturkan, kemudian
Umar bin Khaththab pulang kembali Syam (tidak jadi memasuki wilayah Syam).
Hadits senada juga
diriwayatkan Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab Shahihain, dari Malik,
dari az-Zuhri.
Firman Allah: wa qaatiluu
fii sabiilillaaHi wa’lamuu annallaaHa samii’un ‘aliim (“Dan peranglah kamu di
jalan Allah. Ketahuilah sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Mahamengetahui.”)
Maksudnya, sebagaimana tindakan menghindarkan diri dari takdir sama sekali
tidak bermanfaat, demikian juga halnya tindakan melarikan diri dan menghindar
dari jihad sama sekali tidak mendekatkan atau menjauhkan ajal kematian yang
telah ditetapkan dan rizki yang sudah digariskan, bahkan hal itu merupakan
ketentuan yang tidak ditambah ataupun dikurangi.
Sebagaimana firman Allah
Ta’ala yang artinya: “Orang-orang yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan
mereka tidak turut pergi berperang ‘Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah
mereka tidak bunuh.’ Katakanlah: ‘Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu
orang-orang yang benar.’” (QS. Ali Imraan: 168).
Firman-Nya: man dzal
ladzii yuqridlullaaHa qardlan hasanan fayudlaa’ifaHuu laHuu ‘adl’aafan
katsiiran (“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
[Menafkahkan hartanya di jalan Allah], maka Allah akan melipatgandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.”) Allah menganjurkan
kepada hamba-hamba-Nya untuk berinfak di jalan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala telah
beberapa kali mengulangi ayat ini dalam kitab-Nya yang mulia tidak hanya di
satu tempat.
Ibnu Abi Hatim
meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, ia menceritakan, ketika turun ayat
tersebut, Abu Dahdah al-Anshari bertanya: “Ya Rasulullah, apakah Allah swt.
mengharapkan pinjaman dari kita?” “Ya, wahai Abu Dahdah,” jawab Rasulullah.
Kemudian Abu Dahdah berujar. “Perlihatkan tanganmu kepadaku, ya Rasulullah.”
Kemudian Rasulullah, mengulurkan tangannya dan Abu Dahdah berkata:
“Sesungguhnya aku akan meminjamkan kepada Rabbku kebunku.” Ibnu Mas’ud
menceritakan: “Di dalam kebun itu terdapat enam ratus pohon kurma dan di sana
tinggal pula ibu Abu Dahdah dan keluarganya.” Ibnu Masud melanjutkan, kemudian
Abu Dahdah datang dan memanggilnya: “Hai Ummu Dahdah.” “Labbaik,” jawabannya.
Dia berujar: “Keluarlah, karena aku telah meminjamkannya kepada Rabbku.” Hadits
ini juga diriwayatkan Ibnu Mardawaih.
Firman-Nya: qardlan
hasanan (“Pinjaman yang baik.”) Diriwayatkan dari Umar dan ulama salaf lainnya,
yaitu infak di jalan Allah. Ada juga yang mengatakan, yaitu pemberian nafkah
kepada keluarga. Tetapi ada juga yang berpendapat, yaitu tasbih dan “taqdis”
(penyucian).
Firman-Nya: fa yudlaa’ifu
laHuu adl’aafan katsiiratan (“Maka Allah akan melipat gandakan pembayaran
kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.”) Hal ini seperti firman Allah Ta’ala
yang artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai seratus biji. Allah melipatgandakan
(pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi
Mahamengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 261). Dan mengenai hal ini akan
diuraikanlebih lanjut.
Firman-Nya selanjutnya:
wallaaHu yaqbidlu wa yab-shuthu (“Dan Allah menyempitkan dan melapangkan
[rizki].”) Artinya, berinfaklah dan janganlah kalian pedulikan, karena Allah
Mahamemberi rizki. Dia akan sempitkan rizki siapa saja yang Diakehendaki, dan
meluaskan rizki orang yang Dia kehendaki pula. Dan dalam hal itu Dia mempunyai
hikmah yang sangat sempurna.
Wa ilaiHi turja’uun (“Dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”) Yaitu pada hari kiamat kelak.
Wa ilaiHi turja’uun (“Dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”) Yaitu pada hari kiamat kelak.
TAFSIR AL-MARAGHI
PENGERTIAN SECARA IJMAL
Didalam ayat yang telah lalu, Allah
memerintahkan kepada kita untuk berperang, menjelaskan tujuan perang di dalam
membela kebenaran, yang harus di keluarkan biaya yang di pakai untuk persiapan
untuk membela diri. Terutama setelah semakin majunya sistem ketentaraan yang
membutuhkan kemajuan teknologi, tentu akan memakan biaya yang tidak sedikit,
demi meninggikan agama dan mencegah penerangan musuh.
PENJELASAN
Infaq di Jalan
Allah
`¨B #s Ï%©!$# ÞÚÌø)ã ©!$# $·Êös% $YZ|¡ym
Allah memerintahkan
di dalam ayat ini agar menginfaqkan harta benda di jalan Allah dan
menambahkannya sebagai tabungan yang baik. Dengan demikian, masalah tersebut
dapat mendorong umat islam untuk lebih giat didalam melakukan kebajikan.
Allah Maha Kaya dan Mengetahui bahwa
amal seperti ini hanya di gunakan untuk kepentingan mereka sendiri. Pada
umumnya, orang tidak berminat menginfakkan harta yang bertalian dengan
kepentingan umum. Saat ini, anda sering melihat bahwa banyak kalangan muslim
kaya yang menginfaqkan hartanya kepada orang-oran tertentu di sekitarnya,yang
motovasinya adalah karena takut kejahatan. Atau terkadang ingin dirinya
dihormati atau disukai mereka, sebagaimana yang di katakan oleh penyair :
“Berbuat baiklah terhada orang lain,
maka engau akan daat menguasai hatinya, sebab kebajikan itu dapat menjinakkan
hati seseorang”.
Lebih-lebih jika pemberian atau
santunannya itu di berikan kepada kaum kerabat yang terdekat. Maka, akibatnya
pun positif dan hartanya akan semakin terpelihara. Sebab, seseorang mustahil
bisa hidup aman dan tentram jika di sekelilingnya di penuhi dengan oran-orang
yang menderita, sengsara, bahkan kaum faqir.
Kemudian, jika menginfaqkan harta di
jalan Allah demi meninggikan kaamu I’Lah, maka akibat-akibat seperti tersebut
tidak akan terjadi. Kecuali jika pelaksanaannya secara sukarela dan terang
terangan, serta di koordinir oleh pemerintah atau raja.
Mengingat kenyataan tersebut, maka
perintah atau anjuran berinfaq di jalan Allah ini membutuhkan perhatian khusus
yang bisa mengetuk hati khalayk ramai. Dalam masalah ini, janganlah anda
berendapat pada masalah-masalah yang memang tidak bisa di kerjakan oleh
manusia. Atau, andaikata bisa di kerjakan, jarang di antara mereka yang mampu
karena berat, sehingga sedikit orang-orang yang mengamalkannya. Janganlah anda
berpendapat sebagaimana pengertian yang tersebut di dalam firman Allah berikut
ini:
ö@è% `tB #s Ï%©!$# /ä3ßJÅÁ÷èt z`ÏiB «!$# ...
“ Katakanlah:
"Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah...” (Al-Ahzab,
33:17)
`tB #s Ï%©!$# ßìxÿô±o ÿ¼çnyYÏã wÎ) ¾ÏmÏRøÎ*Î/
“...Siapakah
yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? ...” (Al-Baqarah, 2:
255)
Tabungan yang
baik yang dimaksudkan di dalam ayat ini ialah mengeluarkan infak yang dipakai
dijalan semestinya, dan selaras dengan kemaslahatan umum. Jadi, bukan untuk
kesombongan atau memamerkan diri. Memang, mengeluarkan infak dengan maksud
ingin mahsyur memang baik. Tetapi cara tersebut tidak menunjukkan kepercayaan
pelakunya kepada Allah yang akan membalas kebaikannya. Dengan kata lain, berarti
pemberi infak itu tidak ingin mendapatkan ridha Allah, atau memang ia sendiri
hanya menginginkan “keharuman nama”. Jadi, yang ia harapkan hanyalah keharuman
atau pujian, bukan semakin bertambah dekat kepada Allah melalui infak ini.
Kesimpulannya,
infak yang baik itu tidak akan dicapai melainkan jika diletakkan pada tempat
sebenarnya, yang disertai dengan niat ikhlas dan mengetahui kebutuhan yang
perlu mendapatkan bantuan, sehingga bisa dimanfaatkan kaum muslimin dengan cara
yang telah digariskan Allah.
Kebajikan Akan Dilipatgandakan
Kata Adh’af, bentuk tunggalnya adalah dha’fun. Artinya adalah dilipatgandakan
beberapa kali dari modalnya. Dalam ayat diatas dikatakan bahwa infak di jalan
Allah dinamakan sebagai tabungan baik. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang sudah
diinfakkan itu tidak akan hilang dan tetap berada di sisi Allah. Kemudian
dijelaskan pula di akhir bahwa pahalanya itu akan dilipat gandakan. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan dorongan agar semangat beramal lebih meningkat.
Pahala yang
berlipat ganda ini sampai mencapai hitungan 700 kali lipat, seperti yang di
sebutkan di dalam ayat lain, maksudnya ialah pahala di dunia dan di akhirat.
Pada
dasarnya, orang yang mengeluarkan infaq demi meninggalkan kalimatu ‘i-Lah,
memperkuat bangsanya dan membela hak-haknya, sebenarnya ia telah membela
dirinya dan melindungi hak-haknya sendiri. Kelemahan
suatu bangsa dan lenyapnya hak-haknya
berasal dari kelakuan para personinya yang rusak dan menyukai kelaliman. Hanya
karena kedermawanan para dermawanlah dan karena mereka aktif memberikan
pertolongan dan santunan antar ssesama, yakni menanggung beban kaum miskin dan
menolong kaum yang lemah. Semua faktor tersebut memperluas lapangan kerja bagi
masyarakat secara keseluruhan, yang berarti telah meningkatkan taraf hidup
mereka, dengan syarat selama mereka masih tetap berpegang pada prinsip ini dan
berjalan di atas kaidah-kaidahnya. Dengan demikian, mereka akan memperoleh
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Pahala mereka pun akan di lipat gandakan
di samping mendapatkan keridhaanAllah
itu lebih besar.
Yaqbidhu,artinya
menyempit. Yabsuthu, artinya melebar.
Arti ayat : Allah mempersempit rizki sebagian orang karena kesalahan mereka
sendiri, yakni tidak memperhatikan sunnatu ‘i-Lah di dalam mencari upaya peghidupan.
Di samping itu, karena kemalasa mereka di daam mencari rizki di seluruh bumi
Allah, sesuai yang di tetapkan Allah untuk hamba-hambaNya. Dan Allah membuka
pintu rizki kepada sebagian yang lain karena mereka pandai membawa diri dan
menyesuaikan diri dengan situasi yang ada, di sertai dengan usaha mereka yang
sungguh-sungguh dan bersifat positif, sesuai dengan keadaan alam.
Jika Allah menjadikan kaum miskin menjadi kaya
secara mendadak, atau menjadikan orang kaya menjadi miskin secara mendadak, hal
itu bagi Allah sangat mudah. Dan jika Allah menghendaki demikian, maka Allah
pasti mampu membuatnya. Sebab, segala sesuatu itu akan berjalan sesuai dengan
kenendak Allah. Allahlah yang akan memberi rizki, dan Allahlah yang akan
mencabut rizki.
Perintah Allah kepada kaum hartawan
ini jangan di artikan bahwa Allah membutuhkan demikian, atau Allah tidak mampu
memberi rizki. Sebab, perintah itu hanya semata-mata untuk memberikan petunjuk
kepada hamba-hambanya agar belajar dan mensyukuri nikmat Alah. Dengan demikian,
Allah akan menambah nikmat untuk mereka. Hal ini seperti yang di ungkapkan
dalam firman Allah :
øÎ)ur c©r's? öNä3/u ûÈõs9 óOè?öx6x© öNä3¯RyÎV{ ( ûÈõs9ur ÷Länöxÿ2 ¨bÎ) Î1#xtã ÓÏt±s9 ÇÐÈ
“ Dan (ingatlah
juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Dengan demikian, manusia ini
benar-benar teah mencapai berkat kemanusiaan secara sempurna, sebagaimana telah
allah ciptakan sejak permulaan dan berhak menjadi khalifah di bumi. Mereka akan
mebangun, dan akan menjadi manudia secara utuh.
Kemudian, Allah SWT. Menjelaskan
tempat kembali semua makhluq dan balasan amal perbuatan mereka ketika di bumi,
baik perbuatan baik maupun tidak baik. Dalam ayat berikut ini terkandung sebuah
janji dan ancaman.
Kembali kepaada Allah itu terdapat
dua macam :
1. Menyerahkan diri dalam kehidupan dunia, yakni dengan cara
mempelajari sunahnya yang bijaksana, dan kembali kepada tata aturan Allah ysng
telah di tetapkan untuk makhluknya.
Misalnya, seorang bisa menjadi kaya jika ia bekerja
secara sungguh-sungguh dan karena mendapatkan taufiq dan pertolongan Allah. Dan
sebagian tanda syukurnya, ia harus menginfakkan harta atau sebagian nikmat yang
di perolehnya. Infaq ini di keluarkan untuk kepentingan umum sehingga mereka
pun ikut merasakan kenikmatan tersebut. Di samping itu, manfaatnya juga bisa di
rasakan oleh pemberi infaq. Perlu di ingat bahwa melalaikan amal infaq ini akan
mengkibatkan kerussakan dan bahaya secara umum, terutama sekali akan menimpa
masyarakat dan individu-individunya.
Seorang, sudah barang tentu sangat mustahil melakukan
pekerjaan sendirian meskipun tinggi kepandaiannya dan kecerdikannya. Mau tidak
mau, ia harus membutuhkan pertolongsn dan taufiq dari Allah untuk bisa
menjinakan berbagai media atau sarana yang dapat mengantarnya ke jenjang
keberhasilan.
2. Kembali kepada Allah besok di akhirat, ketika semua orang
tempat menerima akibat dari amal perbuatannya masing-masiang selama hidup di
dunia.
Pelajaran dari ayat yang mulia di atas:
Di antara pelajaran yang dapat dipetik dari ayat di atas adalah
sebagai berikut:
1. Keutamaan berinfak dari rizki yang telah Allah karuniakan kepada
kita.
2. Bahwasanya infak adalah salah satu konsekuensi dari keimanan, dan
kikir (belit/bakhil) adalah kekurangan dalam iman. Oleh sebab itu seorang
mukmin bukanlah orang yang pelit, namun orang mukmin adalah orang yang dermawan.
3. Peringatan bahwa seseorang tidak memperoleh rizki semata-mata
dengan usahanya sendiri, usaha hanyalah sebab namun yang menjadikan sebab itu
adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala4. Bahwasanya pada hari itu (Kiamat)
tidak ada lagi kemungkinan (kesempatan) untuk sampai kepada apa yang diinginkan,
dengan sarana/sebab apapun yang biasa mereka gunakan di dunia untuk meraih apa
yang mereka inginkan, seperti jual beli, persahabatan, syafa’at. Akan tetapi
yang bisa menyampaikan seseorang kepada apa yang diiginkan adalah ketaatan
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
5. Bahwasanya syafa’at tidak bermanfaat bagi orang kafir, karena
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengakhiri firman-Nya وَلاَ شَفَاعَةٌ (tidak
ada syafa’at) dengan fiman-Nya:وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُون (Dan
orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim) dan ini diuatkan dengan
firman-Nya:
فَمَا
تَنفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ {48}
”Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa’at dari orang-orang yang
memberikan syafa’at.”(QS. A-Mudatstsir:48)
6. Sesungguhnya kekufuran adalah kezhaliman yang paling besar,
sisi pendalilannya adalah pembatasan kezhaliman hanya pada orang kafir. Cara
pembatasan dalam ayat ini adalah dengan adanya dhamir fashl (kata ganti
pemisah) هم
7. Bahwasanya seseorang tidak bisa mengambil manfaat dari hartanya
setelah dia meninggal, berdasarkan firman-Nya:
… أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ
أَن يَأْتِيَ يَوْمُُ ….{254}
”… Infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami
berikan kepadamu sebelum datang hari …(kematian).”
(QS.Al-Baqarah: 254)
Namun hal ini dibatasi (kamsudnya hal ini tidak berlaku secara
mutlak namun ia dibatasi) dengan hadits yang shahih dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam:
إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من
ثلاث: صدقة جارية، أو علم ينتفع به، أو ولد صالح يدعواله
Jika manusia mati terputuslah amalnya kecuali tiga: shadaqah
jariyah, atau ilmu yang dia amalkan atau anak shalih yang mendoakannya.”(HR.
Muslim)
8. Menafkahkan
seluruh harta itu boleh. Hal ini kalau kita mengatakan bahwa makna huruf من
(dari) dalam firman Allah مما رزقناكم adalah untuk
penjelasan bahwa yang dinafkahkan adalah rizki yang Allah karuniakan, dan uruf
tersebut bukan sebagai kata yang menunjukkan sebagian (tab’idhiyyah).
Namun hal ini disyaratkan bahwasanya orang tersebut hendaklah yakin bahwa dia
masih mampu berusaha, dan jujur dalam bertawakal kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
No comments:
Post a Comment