Thursday, March 17, 2016

Nama              : Jaenal Abidin
Prody/Smst    : Perbankan Syariah 2/IV
Nim                 : 1414231056
MK                 : Tafsir Ayat Ekonomi

BINATANG SEBAGAI SARANA TRANSPORTASI
DAN HARTA KEKAYAAN
Q.S. An-Nahl ayat 8
 Description: tulisan arab alquran surat an nahl ayat 8
“Dan (Dia telah menciptakan) kuda, baghal, dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak ketahui.”
(QS. An-Nahl: 8)
Tafsir Al-Mishbah :
Setelah ayat yang lalu menyebut binatang-binatang yang paling banyak dimiliki manusia sekaligus paling banyak manfaatnya, kini disebut lagi beberapa binatang lain dengan firman-Nya: dan Allah juga telah menciptakan untuk kamu manfaatkan kuda, begal, yakni binatang yang lahir dari seekor kuda dan keledai, dan keledai, itu semua diciptakan Allah agar kamu menungganginya dan Allah menjadikannya juga sebagai perhiasan dimuka bumi ini. Siapa yang memandang kuda-kuda yang tangguh dan kuat, atau binatang lain, maka hatinya akan berdecak kagum karena keindahannya.
Dan bukan hanya itu sebagai alat transportasi dan hiasan, tetapi Dia yakni Allah SWT. secara terus menerus menciptakan aneka ciptaan, baik alat transportasi maupun perhiasan apa yang kamu tidak mengetahuinya sekarang tetapi kelak akan kamu ketahui dan gunakan jika kamu mau berfikir dan mengarahkan segala potensi yang ada, dan Allah menciptakan juga apa yang kamu tidak akan mengetahuinya sama sekali hingga ciptaan itu kamu melihat dan ketahui.
            Ayat ini hanya menyebut fungsi ketiga binatang yang disebut diatas dalam tunggangan dan hiasan tanpa menyebutnya sebagai alat pengangkut sebagaimana halnya binatang ternak. Ini bukan berarti bahwaketiga binatang yang disebut disini tidak dapat digunakan sebagai alat angkut. Ayat ini berdialog dengan masyarakat arab yang ketika itu tidak terbiasa menjadikan kuda, bagal dan keledai kecuali sebagai tunggangan dan hiasan. Kuda dan bagal mereka gunakan untuk berperang atau berburu, sedang keledai mereka tunggangi sebagai alat transportasi dalam kota. Karena ayat ini bertujuan menguraikan nikmat-nikmat Allah SWT., maka tentu saja yang digarisbawahinya adalah hal-hal yang mereka rasakan langsung, walaupun yang tidak disebut itu merupaka juga aspek nikmat Ilahi.
            Atas dasar itu, bukanlah pada tempatnya menjadikan ayat ini sebagai argumentasi larangan memakan daging kuda, bagal atau keledai dengan dalih bahwa ayat ini tidak menyebut ketiga binatang itu sebagai bahan pangan. Sekian banyak nikmat Allah yang terhampar dibumi ini ysng tidak disebut secarakhusus manfaatnya namu dapat digunakan dan dimanfaatkan secara halal. Katakanlah jenis-jenis tumbuhan yang berfungsi sebagai obat bagi penyakit-penyakit tertentu.
            Memang, para ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya ketiga binatang itu dimakan berdasarkan berbagai argumentasi diluar ayat ini. Imam Malik dan Abu Hanifah mengharamkan daging kuda. Ada juga riwayat yang menyatakan bahwa Imam Malik hanya menilainya makruh. Demikian pakar tafsir dan hukum al-Qurthubi. Adapun keledai, maka ia  terdiri dari keledai jinak dan liar. Banyak ulama memblehkan memakan keledai liar dan melarang yang jinak. Pendapat ini antaralain dianut oleh Imam-imam Malik, Abu Hanifah dan Syafi’i. adapun bagal, mayoritas ulama mengharamkannya, paling tidak dengan alas an ia lahir dari percampuran dua binatang –kuda dan keledai-sedang keledai (yang jinak) tidak boleh dimakan.
            Penggunaan bentuk mudhari’/kata kerja masa kini dan akan datang pada kata (  (يخلق yakhluqu/menciptakan, mengisyaratkan akan berkemangnya aneka alat transportasi, yang beklum tergambar dalam benak mitra bicara (manusia) ketika turunnya ayat ini. Alat-alat itu pastilah lebih baik dari apa yang selama ini mereka ketahui.
            Ayat ini dinilai oleh thahir Ibn ‘Asyur sebagai salah satu ayat yang mengandung mukjizat dari aspek pemberitaan gaib. Ayat ini, menurutnya, mengisyaratkan akan adanya ilham Allah kepada manusia guna menciptakan alat-alat transportasi yang lebih baik dan berguna daripada ketiga binatang yang disebut di atas, dimulai dengan lahirnya sepeda, berlanjut dengan kereta api, mobil, pesawat udara dan lain-lain yang kesemuanya tidak dikenal oleh generasi-generasi masa lalu sebelum terciptanya alat-alat tersebut.
            Sayid Quthub menggarisbawahi penggalan ayat ini ( ويخلق ما لا تعلمون) wayakhluqu maa laa ta’lamuun/dan Dia menciptakan apa yang kamu tidakk mengetahuinya antara lain bahwa ini membuka lapangann yang luas dalam pandangan manusia untuk menerima bentuk-bentuk baru dari alat-alat pengangkutann dan transpotasi serta keindahan. Dengan demikian, ayat ini tidak menutup pandangan mereka menyangkut hal-hal yang berada diluar batas lingkungan atau batas waktu dimana mereka hidup, karena dibalik apa yang terdapat pada lingkungan dan zaman mereka masih ada hal-hal lain.
            Memang Islam adalah agama yang terbuka, lentur dapat menerima segala sesuatu yang lahir dari kemampuan, ilmu dan apa yang dilahirkan oleh masa depan, selama hal-hal tersebut tidak bertentangan dengan fitrah manusia dan nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Esa.[1]
Tafsir Ibn Katsir :
Ini adalah bagian lain dari apa yang Allah ciptakan untuk hamba-Nya, Allah anugerahkan itu untuk mereka, yaitu kuda, baghal, dan keledai, yang Allah jadikan sebagai tunggangan dan perhiasan. Dan itu semua adalah tujuan yang paling besar. Dan ketika Allah merinci binatang-binatang ini dan menyebutkannya secara terpisah dari binatang-binatang ternak, sebagian ulama menjadikan hal itu sebagai dalil atas pendapat mereka bahwa daging kuda adalah haram, seperti Imam Abu Hanifah; dan para ulama fiqih yang sependapat dengan beliau, bahwa sesungguhnya Allah menyebutkannya bersamaan dengan baghal dan keledai, yang memang kedua-duanya adalah haram, seperti yang telah ditetapkan oleh Sunnah Nabawiyyah, ini adalah pendapat sebagian besar para ulama.
Imam Abu Ja’far Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Ibnu `Abbas, bahwa sesungguhnya Ibnu `Abbas memakruhkan daging kuda, keledai dan baghal. Dan beliau berkata: “Allah Ta’ala berfirman: ‘Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untukmu, padanya ada [bulu] yang menghangatkan dan berbagai manfaat dan sebagiannya kamu makan,’ berarti ini untuk di makan.”
“Dan Dia telah menciptakan kuda, baghal dan keledai agar kamu menungganginya.” Maka ini untuk di tunggangi. Begitu juga diriwayatkan melalui jalur Sa’id bin Jubair dan lainnya, dari Ibnu `Abbas dengan nada yang sama. Dan al-Hakam bin `Utaibah berkata seperti itu juga. Lalu para ulama itu melanjutkan dalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya, dari Khalid bin al-Walid, beliau berkata: “Rasulullah melarang makan daging kuda, baghal dan keledai.” Abu Dawud, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah meriwayatkan hadits tersebut dari Shalih bin Yahya bin Miqdam, dan hadits tersebut perlu dikaji.
Imam Ahmad meriwayatkan hadits tersebut dari jalan lain dengan nada yang lebih terbuka dan lebih jelas dalam menunjukkan dalil, lalu beliau berkata: “Dari Miqdam bin Ma’d Yakrab berkata: ‘Kami telah melakukan peperangan bersama Khalid bin al-Walid di negeri ash-Sha-ifah, lalu sahabat-sahabat kami mendatangi daging, lalu mereka meminta batu dariku lalu aku berikan batu kepada mereka dan mereka mengikatkan tali pada batu itu (untuk menyembelih) lalu aku berkata kepada mereka: ‘Tetaplah kalian di tempat kalian sehingga aku menemui Khalid untuk bertanya kepadanya,’ setelah aku temui dia dan bertanya kepadanya, lalu beliau berkata: `Kami telah berperang bersama Rasulullah dalam perang Khaibar, lalu orang-orang bergegas menuju kebun orang Yahudi, lalu Rasulullah menyuruhku untuk memanggil bahwa shalat telah didirikan, dan tidak masuk surga kecuali orang muslim,’ lalu Rasulullah bersabda: “Hai orang-orang, sesungguhnya kalian telah tergesa-gesa (untuk mengambil) kebun orang-orang Yahudi, ingatlah!!! Tidak halal hartanya orang-orang yang hidup di bawah perjanjian kecuali dengan haknya, dan haram atas kalian daging keledai jinak, kuda jinak dan baghal jinak, dan setiap binatang-binatang yang memiliki taring dari jenis binatang buas, dan setiap binatang yang memiliki kuku pencakar dari jenis burung.” Seolah-olah kejadian ini terjadi setelah diberikannya kepada mereka (orang-orang Yahudi) perjanjian dan muamalah dengan syarat, wallahu a’lam.
Sekiranya hadits ini shahih, tentu akan menjadi nash dalam keharaman daging kuda, tetapi hadits ini tidak dapat menandingi apa yang telah ditetapkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Jabir Ibnu `Abdillah berkata: “Rasulullah perbolehkan daging kuda.” Imam Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan hadits ini dengan dua isnad yang masing-masing isnad atas syarat Imam Muslim, dari Jabir Ibnu Abdillah berkata: Kami menyembelih pada perang Khaibar kuda, baghal dan keledai, lalu Rasulullah melarang kami dari baghal dan keledai dan beliau tidak melarang kami dari kuda.
Dan riwayat dalam Shahih Muslim, dari Asma’ binti Abu Bakr radhiallahu ‘anha berkata: “Kami menyembelih kuda pada zaman Rasulullah, lalu kami memakannya, sedangkan kami (waktu itu) di Madinah.” Hadits-hadits ini merupakan dalil yang lebih jelas, lebih kuat dan lebih tetap. Maka sebagian besar para ulama, Malik, asy-Syafi’i, Ahmad, pengikut-pengikut mereka, dan sebagian besar ulama Salaf dan Khalaf (mengarah) kepada pemahaman itu.
(ويخلق ما لا تعلمون) Berupa menciptakan sesuatu yang menarik dan ajaib. Tidak disebutkan contohnya oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala, karena Dia tidaklah menyebutkan di dalam kitab-Nya selain sesuatu yang diketahui hamba-hamba-Nya atau yang serupa dengannya, karena jika tidak begitu hamba-hamba-Nya tidak akan tahu dan tidak akan memahami maksudnya, Dia menyebutkan asal (dasar) yang mencakup apa yang mereka ketahui dan yang tidak mereka ketahui. Misalnya menyebutkan kenikmatan surga, disebutkan di antaranya yang kita ketahui dan yang kita saksikan persamaannya, seperti pohon kurma, anggur dan delima, sedangkan yang tidak kita ketahui, Dia menyebutkan secara garis besar, seperti dalam firman-Nya, “Di dalam kedua surga itu terdapat aneka buah-buahan yang berpasang-pasangan.” (terj. Ar Rahman: 52)
Nash (ayat) di atas menunjukkan dalil atas diperbolehkannya menunggang binatang-binatang tersebut, di antaranya adalah baghal. Rasulullah pemah dihadiahi seekor baghal, dan waktu itu Rasulullah menungganginya, sedangkan beliau melarang perkawinan keledai atas kuda agar keturunan tidak putus.       



[1] Tafsir Al-Mishbah

No comments:

Post a Comment