Nama : Jayatiara Dewi Rizqiyah
Jurusan/smt : Perbankan Syariah 2/4
Mata
kuliah : Tafsir Ayat Ekonomi
EKONOMI BAGIAN DARI IBADAH
(Tafsir QS. Al-Baqarah [2] : 177)
}§ø©9 §É9ø9$# br& (#q9uqè? öNä3ydqã_ãr @t6Ï% É-Îô³yJø9$# É>ÌøóyJø9$#ur £`Å3»s9ur §É9ø9$# ô`tB z`tB#uä «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# Ïpx6Í´¯»n=yJø9$#ur É=»tGÅ3ø9$#ur z`¿ÍhÎ;¨Z9$#ur tA#uäur tA$yJø9$# 4n?tã ¾ÏmÎm6ãm Írs 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur tûüÅ3»|¡yJø9$#ur tûøó$#ur È@Î6¡¡9$# tû,Î#ͬ!$¡¡9$#ur Îûur ÅU$s%Ìh9$# uQ$s%r&ur no4qn=¢Á9$# tA#uäur no4q2¨9$# cqèùqßJø9$#ur öNÏdÏôgyèÎ/ #sÎ) (#rßyg»tã ( tûïÎÉ9»¢Á9$#ur Îû Ïä!$yù't7ø9$# Ïä!#§Ø9$#ur tûüÏnur Ĩù't7ø9$# 3 y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# (#qè%y|¹ ( y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)GßJø9$# ÇÊÐÐÈ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah
timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu
ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan
shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah
orang-orang yang bertakwa”
.
M. Quraish Shihab dalam
Tafsir Al-Misbah
Firman-Nya: Bukanlah menghadapkan wajah kamu dalam shalat kea rah timur dan barat
itu suatu kebajikan. Maksudnya, kebajikan atau ketaatan yang mengantar
kepada kedekatan Allah bukanlah dalam menghadapkan wajah dalam shalat ke arah
timur dan barat tanpa makna, tetapi kebajikan - yang seharusnya mendapat perhatian
semua pihak – adalah yang mengantar kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, yaitu
keimanan kepada Allah, dan lain-lain yang disebut oleh ayat ini.
Redaksi ayat di atas dapat juga
bermakna: Bukannya menghadapkan wajah kea rah timut dan barat yang merupakan
kebajikan, atau bukannya semua kebajikan merupakan sikap menghadapkan wajah ke
timur dan barat. Menghadap ke timur atau ke barat, bukan sesuatu yang sulit,
atau membutuhkan perjuangan, tetapi ada tuntutan lain yang membutuhkan
perjuangan, dan disanalah kebajikan sejati ditemukan.
Kepada siapakah ayat ini
ditunjukkan? Kalau melihat konteks ayat-ayat sebelumnya, tidak keliru jika
dikatakan bahwa ia ditunjukkan kepada Ahl
al-Kitab. Mereka bukan saja berkeras untuk tetap menghadap ke al-quds Yarusalem di mana terdapat
Dinding Ratap dan Haikal Sulaiman, tetapi juga tidak henti-hentinya mengecam
dan mencemoohkan kaum muslimin yang beralih kiblat ke Mekkah. Ayat ini
seakan-akan berkata kepada mereka “Bukan demikian yang dinamakan kebajikan.”
Hubungan ayat yang dikemukakan di atas mengisyaratkan pandangan ini. Tetapi ada
juga yang berpendapat bahwa ayat ini ditunjukkan kepada kaum muslimin, ketika
mereka menduga bahwa mereka telah meraih harapan mereka dengan beralihnya
kiblat ke Mekkah. Nah, mereka itu yang diperingatkan oleh ayat ini. Pandangan
ini baik, apalagi hingga dewasa ini, masih ada yang menduga menghadapkan wajah
ke arah yang ditetapkan Allah yakni Ka’bah, apakah posisinya ketika itu
menjadikan Ka’bah berada di sebelah barat atau timurnya, tergantung posisi
masing-masing. Bukan hanya itu maknanya. Bisa jadi ayat ini bahkan bermakna:
Kebajikan bukan itu, jika shalat yang dilaksanakan hanya terbatas pada
menghadapkan wajah tanpa makna dan kehadiran kalbu. Bukankah Allah mengancam
mereka yang tidak menghayati makna shalatnya? “Maka celakalah orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang
lalai dari shalatnya, yaitu orang-orang yang berbuat riya dan enggan (menolong
dengan) barang berguna” (QS. Al-Ma’un [107]: 4-7).
Namun demikian, pendapat yang lebih
baik adalah yang memahami redaksi ayat tersebut ditunjukan kepada semua pemeluk
agama, karena tujuannya adalah menggaris bawahi kekeliruan banyak di antara
mereka yang hanya mengandalkan shalat atau sembahyang saja. Ayat ini bermaksud
menegaskan bahwa yang demikian itu bukanlah kebajikan yang sempurna, atau bukan
satu-satunya kebajikan. Akan tetapi
sesungguhnya kebajikan sempurna ialah orang yang beriman kepada Allah dan hari
Kemudian sebenar-benarnya iman, sehingga meresap ke dalam jiwa dan
membuahkan amal-amal shaleh, percaya juga kepada malaikat-malaikat, sebagai
makhluk-makhluk yang ditugaskan Allah dengan aneka tugas, lagi amat ketat dan
sedikit pun tidak membangkang perintah-Nya, juga percaya kepada semua
kitab-kitab suci yang diturunkan, khususnya al-Qur’an, Injil, Taurat, dan Zabur
yang disampaikan melalui para malaikat dan diterima para nabi, juga percaya
kepada seluruh para nabi, manusia-manusia pilihan Tuhan yang diberi wahyu untuk
membimbing manusia.
Setelah menyebutkan sisi keimanan
yang hakikatnya tidak nampak, ayat ini melanjutkan penjelasan tentang
contoh-contoh kebajikan sempurna dari sisi yang lahir ke permukaan.
Contoh-contoh itu antara lain berupa kesediaan mengorbankan kepentingan pribadi
demi orang lain, sehingga bukan hanya memberi harta yang sudah tidak disenangi
atau dibutuhkan walaupun ini tidak terlarang, tetapi memberikan harta yang dicintainya secara tulus dan demi meraih cinta-Nya kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, musafir yang memerlukan pertolongan, dan orang-orang yang meminta-minta, dan juga memberi untuk tujuan
memerdekakan hamba sahaya, yakni
manusia yang diperjualbelikan, dan atau ditawan oleh musuh, maupun yang hilang
kebebasannya akibat penganiayaan, melaksanakan
shalat secara benar sesuai syarat, rukun, dan sunnah-sunnahnya, dan menunaikan zakat sesuai ketentuan dan
tanpa menunda-nunda, setelah sebelumnya memberikan harta yang dicintainya
selain zakat dan orang-orang yang
terus menerus menepati janji-nya apabila
ia berjanji. Dan adapun yang amat terpuji adalah orang-orang yang sabar
yakni tabah, menahan diri dan berjuang dalam mengatasi kesempitan, yakni
kesulitan hidup seperti krisis ekonomi; penderitaan, seperti penyakit atau
cobaan; dan dalam peperangan, yakni ketika perang sedang berkecambuk, mereka
itulah orang-orang yang benar, dalam arti sesuai sikap, ucapan, dan
perbuatannya dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Tafsir Al – Azhar
"Bukanlah kebajikan itu lantaran kamu memalingkan
mukamu ke arah timur dan barat. Akan tetapi kebajikan itu ialah bahwa kamu
percaya kepada Allah dan hari yang akhir dan malaikat dan kitab dan
Nabi-nabi."(pangkal ayat 177)
Artinya, meskipun telah kamu hadapkan mukamu ke timur dan ke
barat ke Baitullah yang di Makkah atau ke Baitui Maqdis dahulunya, belumlah
berarti bahwa pekerjaan menghadap itu telah bernama kebajikan, sebelum dia
diisi dengan iman. Terutama bagi kamu orang Islam, menghadapmu ke timur atau ke
barat, menurut tempat kamu berdiri seketika kamu mengerjakan shalat. Misalnya
kita orang Indonesia arah ke barat dan orang Amerika arah ke timur, belumlah
itu berarti suatu kebajikan, kalau imanmu kepada yang mesti diimani masih saja
goyah. Atau hendaklah menghadapmu ke arah timur dan ke arah barat didorong oleh
iman.
Rukun iman mudah saja menghafalnya. Tetapi dengan telah
menghafal rukun iman belumlah berarti bahwa orang telah beriman. Iman itu bisa
naik dan bertambah-tambah tidak ada batas, dan bisa juga menurun derjatnya dan
hilang samasekali. Iman adalah perjuangan hidup. Sebab akibat dari iman ialah
kesanggupan memikul cobaan. Tidak ada iman yang lepas dari cobaan. ltu kelak
akan kita temui dalam penafsiran ayat-ayat pertama dari Surat al'Ankabut
(Surat 29).
Lanjutan ayat ialah ujian yang pertama dari Iman: "Dan
memberikan harta atas cinta kepadanya."
Inilah ujian yang pertama dari iman yang tersebut tadi;
ujian untuk menyempurnakan kebajikan. Mencintai harta adalah naluri manusia.
Pada pokok asalnya manusia itu telah dijadikan Allah dalam keadaan loba akan
mengumpul harta banyak banyak dan kikir sekali buat mengeluarkannya kembali.
Ini ditegaskan Tuhan di dalam Surat 70 (al-Ma’arij, ayat 19). Maka kalau iman
tidak ada, manusia ini akan diperbudak oleh harta karena nalurinya itu. Oleh
sebab itu maka menurut penafsiran dari Abdullah bin Mas’ud , banyak orang
memberikan harta benda, berderma, berkurban, namun di dalam hati kecilnya
terselip rasa bakhil, karena dia ingin hidup dan dia takut akan kekurangan.
Menurut riwayat dari al-Baihaqi pernah seorang sahabat Rasulullah menanyakan
memberikan harta di dalam hal sangat cinta kepadanya, sedang tiap-tiap kami
ini memang mencintai harta benda kami. Rasulullah s.a.w, menjawab.
"Memang! Kamu berikan, sedang ketika kamu memberikan itu, hati kamu
sendiri berkata, bagaimana kalau umur panjang, bagaimana kalau kita jatuh
miskin?"
Oleh sebab itu maka bakhil adalah dasar jiwa manusia. Yang
akan memerangi rasa bakhil itu lain tidak hanyalah iman. Ada kepercayaan dalam
hati bahwa harta yang dikeluarkan itu pasti akan datang gantinya. Sebab harta
yang telah ada itupun dahulunya tidaklah ada pada kita. Kemudian itu disebutkan
pula, ke mana saja harta yang amat dikasihi itu hendak diberikan.
Rasulullah
s.a.w. telah bersabda:
"Sedekah kepada orang miskin adalah semata-mata sedekah. Tapi kepada keluarga terdekat rahim dia jadi dua, yaitu sedekah dan menghubung tali kasih-sayang." (Dirawikan oleh Ahmad, Termidzi, an-Nasa'i, Ibnu Majah, al Hakim dan al-Baihaqi dari Hadis Salman bin Amir).
Kemudian datanglah sambungan ayat, tentang siapa lagi yang
patut dibantu (yang kedua): "Dan anak-anak Yatim. Tentang anak yatim
kelak akan ditemui banyak ayat di dalam al-Quran, baik terhadap anak yatim yang
kaya, sebagai tersebut di ayat-ayat pertama dari Surat an-Nisa', ataupun anak
yatim yang miskin. Sampai Nabipun pernah bersabda bahwa satu rumah tangga yang
bahagia ialah rumah tangga yang memelihara anak yatim dengan baik. Rumah itu
akan diliputi oleh rahmat Allah. Niscaya pula anak yatim dari keluarga terdekat
(karib kerabat) lebih diutamakan dari yang lain.
Selanjutnya disebutkan pula yang ketiga: "Dan anak
perjalanan." Menurut tafsiran Ibnu Abbas, menurut riwayat yang dibawakan
oleh Ibnu Abi Hatim, anak perjalanan ialah tetamu yang singgah menumpang
bermalam ke rumah kaum Muslimin. Menurut Mujahid yang diriwayatkan oleh Ibnu
Jarir, sama juga dengan itu, yaitu orang musafir, di dalam perjalanan , lalu
singgah menumpang ke rumah kita, maka selenggarakanlah dia dengan baik. Beri
makan dan tempat bermalam, dan kalau kita mampu berilah sokongan belanja
perjalanannya.
Keempat: "Dan orang-orang yang meminta."
Dalam adab sopan Islam, kalau belum terdesak benar,
janganlah minta bantu kepada orang; Sebab tangan yang di atas (memberi) lebih
mulia dari tangan yang di bawah (meminta atau menadah). Sebab itu kalau iman
seseorang telah mendalam, kalau tidak terdesak benar, tidaklah dia akan
meminta. Oleh sebab itu bagi seorang yang mampu, yang ingin berbuat kebajikan
menurut ajaran Allah, kalau telah sampai terjadi seorang meminta kepada kita,
sekali-kali janganlah pengharapannya dikecewakan. Makanya dia meminta kepada
kita, sedang harga dirinya sebagai mu'min merasa berat menadahkan tangan kepada
sesama manusia meminta-minta, adalah karena dia,percaya bahwa permintaannya itu
tidak akan di kecewakan. Maka janganlah sampai air mukanya jatuh karena
harapannya dihampakan.
Kelima "Dan penebus hamba sahaya. "
Sebagaimana telah kita maklumi di dalam sejarah manusia
hidup dalam dunia ini, sejak beribu-ribu tahun, telah terjadi ada manusia yang
dirampas kemerdekaannya, lalu mereka itu disebut budak, atau hamba sahaya.
Perbudakan pada zaman purbakala itu terjadi karena adanya peperangan dan
penaklukkan suatu negeri. Penyerang yang menang menjadikan penduduk negeri yang
ditaklukkan itu menjadi budak.
Dan apa juga di zaman purbakala perbudakan timbul oleh
karena seseorang terlalu banyak dan besar hutangnya kepada seseorang yang kaya,
lalu dia menyerahkan diri buat diperbudak sebagai pembayar hutangnya. Oleh
sebab itu maka Nabi Muhaminad s.a.w. seketika diutus Tuhan membawa ajaran Islam
telah mendapati perbudakan itu. Padahal pada hakikatnya, ajaran Islam yang
berdasar Tauhid dan kasih-sayang sesama manusia itu, tidaklah menyukai perbudakan.
Tidaklah masuk di akal kalau agama yang suci menyukai pemerasan tenaga manusia
oleh sesama manusia. Oleh sebab itu membrantas perbudakan dan mengembalikan
kemerdekaan manusia adalah salah satu maksud utama dari Islam.
Ayat berikutnya yang keenam: "Dan mendirikan '
shalat."
Tegas di dalam ayat ini bahwasanya. shalat bukanlah
semata-mata dikerjakan, melainkan didirikan. Artinya, timbul dari dasar iman
dan kesadaran. Tidaklah lagi orang merasa keberatan mendirikan shalat itu,
karena dia telah ditimbul daripada iman kepada Allah dan kasih-sayang kepada
sesama manusia; tidak lagi shalat karena semata-mata menghadap muka atau
beralih paling ke pihak timur atau ke pihak barat. Tidak lagi shalat karena
turut-turutan, atau tunggang-tunggik ke atas ke bawah; berdiri, sujud, duduk
dan lain sebagainya, padahal kosong daripada iman. Niscaya shalatnya itu
menghadap kiblat; itu sudah terang. Tetapi karena iman dan kasih-sayang sudah
terhunjam dalam jiwanya, maka bukan saja tagi mukanya yang dihadapkartnya
kepada kiblat , melainkan batinnya yang terlebih dahulu dihadapkannya kepada
Tuhan.
Di pangkal ayat sudah disebutkan bahwa memalingkan muka ke
timur ataupun ke barat, belumlah bernama kebajikan. Kebajikan ialah apabila
jiwa terlebih dahulu diisi dengan iman, dibuktikan dengan kasih sayang kepada
manusia, dan dengan demikian timbullah shalat. Sebab shalat hendaklah timbul
dari iman dan cinta kasih.
Kemudian datanglah lanjutan ayat (ketujuh): "Dan
mengeluarkan zakat "
Mengeluarkan zakat; seka!i lagi disebut kemurahan hati
mengeluarkan harta yang dicintai. Ada agaknya orang yang akan bertanya, apa
perlunya lagi menyebutkan mengeluarkan zakat, padahal tadi di atas sudah
dijelaskan bahwa alamat kebajikan ialah kemurahan hati mengeluarkan harta yang
dicintai? Jawabnya ialah bahwasanya ini bukan kata berulang. Mengeiuarkan
harta yang amat dicintai, untuk membantu keluarga terdekat dan fakir miskin
tidaklah tergantung kepada zakat saja. Orang yang beriman dan berbuat kebajikan,
akan senantiasa mengeluarkan harta yang dicintainya.
Mengeluarkan zakat tiap tahun adalah minimum, ukuran paling
rendah. Zakat adalah kewajiban tertentu tiap tahun, kewajiban routin Tetapi
banyak lagi pintu lain di luar zakat , yang timbul dari hati yang dermawan Ada
sadaqoh Tathawwu', sedekah sukarela yang tidak wajib menurut hukum Fiqh ,
tetapi wajib menurut perasaan halus budiman. Ada orang yang membagi sepiring
nasi yang sedianya akan dimakannya sendiri, untuk fakir miskin yang
mengharapkan bantuannya. Ada sedekah yang bernama hadiah, bernama hibah,
bernama ihsan dan ada yang bernama wakaf. Semuanya itu adalah dalam golongan
mengeluarkan harta yang dicintai tadi.
Kemudian datanglah lanjutan ayat (kedelapan):
"Dan orang-orang yang memenuhi
akan janji mereka apabila mereka telah berjanji."
Janji kita ada dua macam. Pertama.janji dengan Tuhan. Kedua
janji dengan manusia. Kehidupan ini seluruhnya diikat dengan janji. Mengakui
sebagai hamba dari Allah, artinya akan menepati janji dengan Allah. Naik saksi
bahwa Muhammad adalah Utusan Allah, artinya ialah janji bahwa awak akan
mematuhi segala perintah dan larangan Rasul. Kedua ialah janji dengan sesama
manusia. Seluruh hidup kita ini adalah ikatan janji belaka. Mendirikan suatu
negara adalah suatu janji bersama hendak hidup dengan rukun, kepentingan diriku
terhenti bilamana telah bergabung dengan kepentingan kita bersama; itulah
negara. Bahkan akad-nikah seorang ayah ketika dia menyerahkan anak perempuan
nya kepada seorang laki-laki untuk menjadi isteri orang itu, yang dinamai ijab,
lalu disambut dan diterima oleh si laki-laki di hadapan dua saksi, yang dinamai
qabul, adalah janji.
Ada orang yang teguh memegang janjinya dengan manusia,
tetapi rapuh janjinya dengan Tuhan. Seumpama satu perkumpulan agama yang sedang
musyawarat mengatur siasat perjuangan Islam. Saking asyiknya rapat, teledor dia
shalat ashar. Ada pula orang yang teguh janjinya dengan Tuhan, shalat di awal
waktu, tetapi anaknya tidak diberikan pendidikan yang baik, atau isterinya
tidak diberikan nafkah. Oleh sebab itu mungkir janji dengan manusiapun berarti memungkiri
janji dengan Allah.
Lanjutan ayat (kesembilan):
"Dan orang-orang yang sabar di waktu kepayahan dan kesusahan dan
seketika peperangan.”
Di sinilah kita bertemu kunci rahasia dari iman dan
kebajikan. Di dalam membina iman dan kabajikan, syaratnya yang utama ialah
sabar. Mulut bisa dibuka lebar buat menyerukan iman. Beribu-ribu orang tampil
ke muka menyerukan iman, tetapi hanya berpuluh yang dapat melanjutkan
perjalanan. Sebahagian terbesar jatuh tersungkur di tengah jalan karena tidak
tahan menderita, karena tiada sabar. Di sini disebutkan ujian pertama ialah
kepayahan; termasuk di dalamnya kemiskinan dan serba kekurangan. Kurang
sandang,kurang pangan. Kekurangan alat untuk berjuang, kekurangan.belarija
untuk mengatasi kesulitan. Kadang-kadang bagai gunung kesulitan yang ditempuh,
namun kita mesti terus menegakkan iman. Kesulitan dan rintangan kedua ialah
kesusahan. Kesusahan ialah lantaran penyakit. Baik penyakit rohani apalagi
karena penyakit jasmani. Kadang-kadang seisi rumah yang tadinya hidup tenteram
dan mempunyai rezeki yang lumayan , tiba-tiba tiang keluarga yang berusaha
ditimpa sakit payah, ataupun langsung mati.
Di dalam saat susah itulah iman diuji. Orang yang beriman
berpandangan jauh. Mereka mempunyai kepercayaan bahwa keadaan tidak akan selalu
begitu-begitu saja. Sesudah susah mestilah akan timbul kemudahan. Bahkan iman
mengajarkan bahwa di dalam susah itu selalu terdapat kemudahan. Tidak ada dalam
dunia,satu saatpun yang hanya semata susah ataupun semata mudah. Pedoman
kesusahan dan kemudahan tidaklah terletak di luar, melainkan di dalam diri
kita sendiri. Lantaran itu dapatlah dikatakan bahwasanya jalan kebajikan yang
telah digariskan dalam ayat, yaitu sejak daripada iman kepada Allah dan hari
akhirat, kepada,Malaikat dan Kitab dan Nabi-nabi; sampai kepada kesudian
berkurban, mengeluarkan harta benda yang dicintai untuk menolong orang-orang
yang patut ditolong, sampai kepada mendirikan shalat dengan khusyu dan mengeluarkan
zakat dengan hati rela, dan keteguhan memegang janji, semua susunan itu akan
runtuh belaka kalau tidak ada sendi utamanya, yaitu sabar.
Kita di dunia mempunyai banyak keinginan dan cita-cita.
Kadang-kadang kita mengharap kan sesuatu daripada Allah dengan sangat rindu.
Tetapi kadang-kadang kita lupa kelema han kita, bahwa kita yang diatur oleh
Tuhan, bukan kita yang mengatur Tuhan. Kita meminta segera hendaknya kesusahan
hilang, dan kita meminta segera hendaknya permintaan dikabulkan. Kalau kehendak
kesegeraan itu tidak lekas dikabulkan, kitapun mendongkol. Kitapun tidak sabar
lagi. Maka yang menggagalkan kita bukanlah orang lain, melainkan diri kita
sendiri. Ketahuilah bahwasanya tidak kurang daripada 98 ayat di dalam al-Quran
yang menyebutkan keutamaan sabar. Sesudah semuanya itu diisi menurut tertibnya,
barulah datang lanjutan ayat:
"Mereka
ilulah orang-orang yang benar."
Artinya, isilah semuanya itu dengan tertib, mulailah dengan
iman, turutilah dengan rasa cinta kepada sesama manusia, dan iringilah lagi
iman kepada Allah dengan shalat yang khusyu`, lalu berzakatlah bila telah
datang waktunya dan teguhlah memegang janji, karena binatang diikat dengan
tali, sedang manusia diikat dengan katanya sendiri. Dan sabarlah memikul tugas
hidup itu semuanya. Kalau ini semuanya sudah diisi, barulah pengakuan iman
dapat diterima oleh Allah, dan barulah kita terhitung dan termasuk dalam daftar
Tuhan sebagai seorang yang benar, yang cocok isi hatinya dengan amalannya. Lalu
di ujung ayat menjelaskan lagi:
"Dan mereka. itulah orang-orang yang bertakwa."
(ujung ayat 177).
Kita sudah tahu arti asli dari takwa , yaitu pemeliharaan.
Itulah orang yang selalu memelihara hubungannya dengan AIlah. Mereka selalu
berusaha, sehingga martabat imannya bukan menurun; melainkan selalu mendaki
kepada yang Iebih tinggi .
Dengan penutup ayat menyebut bahwa
itulah orang-orarg yang bertakwa, menjadi lebih jelaslah bahwasanya setiap saat
kita wajib memelihara hubungan kita dengan Allah. Tingkat iman kita harus
diusahakan bertambah tinggi, jangan bertambah menurun. Pokok hidup adalah
keteguhan jiwa, kekuatan peribadi. Jangan sampai kita mengerjakan agama hanya
pada kulit saja. Shalat tunggak tunggik , tetapi jiwa gelap: Sebab hanya
karena keturunan belaka. Banyak orang yang taat shalat , padahal tidak tahan
kena cobaan. Ada orang yang taat shalat, padahal dia bakhil; saku-sakunya
dijahitnya, tidak mau menolong orang lain. Banyak orang yang shalat, padahal
pemungkir janji. Sebab ini kehidupan yang sejati tidak diisinya, yaitu takwa.
Ada juga orang yang kelihatan taat selain shalat dan puasa, diapun berzikir,
dia tekun i'tikaf dalam mesjid. Tetapi setelah ditanyakan mengapa dia setaat
itu, dia menjawab karena dia mengharapkan pahala sekian dan sekian , untuk
dirnya. Sebab itu cara berfikirnya ialah untuk kapentingan dirinya sendiri, baik
di dunia ataupun di akhirat.
Setelah direnungkan ayat 177 ini
dengan, seksama, teringatlah kita akan sebuah tatsir yang dikemukakan oleh Ibnu
Abbas , menurut riwayat yang dirawikan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abbas berkata:
"Ayat ini diturunkan di
Madinah. Tafsirnya ialah bahwa : Tuhan telah bersabda kebajikan itu bukanlah
semata-mata telah mengerjakan shalat. Tetapi kebajikan ialah apa yang telah
teguh (berurat berakar) di dalam hatimu, dari rasa taat kepada Allah.
Shalat lima waktu sudah nyata wajib.
Dia adalah tiang agama. Kitapun dianjurkan menambah nya dengan shalat-shalat
sunnat yang berasal dari ajaran Rasulu!lah. Tetapi ayat ini telah memberi
ketegasan , bahwa kewajiban mengerjakan tiang agama itu, yang kamu kerjakan
dengan susah-payah, akan tetapi tidak ada artinya untuk membangunkan kebajikan
, kalau rasa takwa tidak selalu dipupuk. Karena takwa itulah yang meninggikan
akhlak, menimbulkan budi pekerti, dermawan , peneguh janji dan sabar menderita.
Dapat disimpulkan dalam ayat ini
bahwa orang yang bertakwa itu bukan dilihat dari menghadap mana ia shalat,
tetapi dilihat dari perbuatan mereka. Orang yang bertakwa akan selalu
mengerjakan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya, akan selalu
mengimplementasikan keimanannya dengan baik. Jika dilihat dari aspek ekonomi,
orang yang bertakwa akan memilih jalan ekonomi yang sesuai dengan koridor Islam
dan berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari kegiatan ekonomi yang
dilarang oleh Allah, dan juga tidak lupa infak dan membayar zakat serta
memanfaatkan hartanya sesuai ketentuan Allah. Dan juga dalam ayat ini menganjurkan
bagi umat muslim untuk beramal shaleh yang mana sangat erat kaitannya dengan
iman.
No comments:
Post a Comment