jauhari arifin (surah al-baqarah ayat 30)
1. Surat
Al-Baqarah ayat 30
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي
جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيْفَةً قَلُوْا
أَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيْهَا وَ يُسْفِكُ الدِّمَآءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ
بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِّني أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
Artinya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
“Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang Khalifah dimuka bumi.” Mereka
berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) dibumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa
bertashbih dengan memuji Egkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman.”
Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
2. Mufradat
Khalifah خَلِيْفَةٌ :
3.
Asbabun Nuzul
Dengan dua ayat
berturut-turut, yaitu ayat 28 dan 29 perhatikan ketika Insan ini disadarkan
oleh Tuhan. Pertama, bagaimana kamu akan kufur kepada Allah, padahal dari mati
kamu Dia hidupkan. Kemudian Dia matikan, setelah itu akan dihidupkanNya kembali
untuk memperhitungkan amal.
Bagaimana kamu
akan kufur kepada Allah, padahal seluruh isi bumi telah disediakan untuk kamu.
Lebih dahulu persediaan untuk menerima kedatanganmu dibumi telah disiapkan,
bahkan dari amar perintah kepada ketujuh langit sendiri. Kalau demikian adanya,
pikirkanlah siapa engkau ini. Buat apa kamu diciptakan. Kemudian datanglah ayat
khalifah.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيْفَةً
“Dan(ingatlah) tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat: Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan dibumi seorang khalifah.”(Pangkal ayat 30).
Sebelum kita teruskan menafsirkan ayat ini, terlebih dahulu
haruslah dengan segala kerendahan hati dan imam kita, pegang apa yang telah dipimpinkan
Tuhan pada ayat yang tiga dipermulaan sekali, yaitu tentang percaya kepada yang
ghoib.
Ada dua macam cara
Ulama-ulama ikutan kita menghadapi wahyu ini. Pertama ialah Madzhab Salaf.
Mereka menerima berita wahyu itu dengan tidak bertanya-tanya dan berpanjang
soal.
Tuhan Allah telah
berkenaan menceritakan dengan wahyu tentang suatu kejadian didalam alam
ghoib, dengan kata yang dapat kita pahamkan, tetapi akal kita tidak mempunyai
daya upaya buat masuk lebih dalam kedalam arena ghoib itu. Sebab itu kita
terima dia dengan sepenuh iman.
Cara yang kedua
ialah penafsiran secara Khalaf, yaitu secara Ulama-ulama yang datang kemudian.
Yaitu dipakai penafsiran-penafsiran yang masuk akal, tetapi tidak melampaui
garis yang layak bagi kita sebagai makhluk.
Berdasar kepada
ini, maka Madzhab Khalaf berpendapat bahwasanya apa yang dihikayatkan Tuhan ini
niscaya tidak sebagai yang kita pikirkan. Niscaya pertemuan Allah dengan MalaikatNya
itu tidak terjadi disatu tempat, karena kalau terjadi disatu tempat, tentu
bertempatlah Allah Ta’ala. Dan bukanlah Allah. Karena kalu demikian tentulah
sama kedudukan mereka, malaikat sebagai makhluk, Allah sebagai Kholiq.
Menurut
penyelidikan perkembangan iman dan agama dan perbandingannya dengan Filsafat,
betapapun modernnya filsafat itu, maka madzhab khalajiah yang lebih
menentramkan iman, dan kesanalah tujuan kepercayaan. Umumnya filosof muslim
yang mukmin penganut madzhab Khalaf, seumpama filosof muslim yang besar Ibnu
Rusyd. Demikian majunya dalam aliran filsafat, namun berkenaan dengan soal-soal
ghoib, dia menjadi orang Khalaf yang tentram dengan pendiriannya.
Imam Ghozali, dia
berselisih tentang hukum akal. Bagi dia api wajib menghangusi, air membasahi,.
Dan tidak mungkin tidak begitu. Tetapi jika ditanyakan tentang Nabi Ibrahim a.s
tidak hangus dibakar api, dia menjawab bahwa hal begitu tidaklah tugas
filsafat. Itu adalah tempat iman. “Sebagai Muslim saya percaya,” katanya.
Pelopor Filsafat
Modern, yaitu Emmanuel Kant, dalam hal kepercayaan dia seakan-akan penganut
dari madzhab Khalaf. Dia pernah berkata:“ Betapapun kemajuan saya dalam
berfikir, namun saya mengosongkan sesudut dari jiwa saya buat percaya “
Sekarang kita
teruskan:
Maka nampaklah dipangkal
ayat, Tuhan telah bersabda kepada Malaikat menyatakan maksud hendak mengangkat
seorang Khalifah di bumi ini.
قُلُوْا أَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيْهَا مَنْ يُفْسِكُ الدِّمَاءَ
وَ نَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَ نُقَدِّسُ لَكَ
“ Mereka berkata:Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang
merusak didalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami bertashbih dengan memuji
Engkau dan memuliakan Engkau?“
Artinya setelah
Allah menyatakan maksudNya itu, maka Malaikat pun mohon pejelasan, khlaifah
manakah lagi yang dikehendaki oleh Tuhan hendak menjadikan?. Didalam ayat
terbayanglah oleh kita bahwa Malaikat, sebagai makhluk Illahi, yang tentu saja
pengetahuannya tidak seluas pengetahuan Tuhan, meminta penjelasan, bagaimana
agaknya corak khalifah itu ? Apakah tidak mungkin terjadi dengan adanya
khalifah, kerusakan yang akan timbul dan penumpahan darahlah yang akan terjadi
? Padahal alam dengan kudrat iradat Allah Ta’ala telah tentram, sebab mereka,
malaikat, telah diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang patuh, tunduk, taat, dan
setia. Bertashbih, bersembah yang mensucikan nama Allah.
Rupanya ada
sedikit pengetahuan dari malaikat-malaikat itu bahwasanya yang akan diangkat
menjadi khalifah itu ialah satu jenis makhluk. Dalam jalan pendapat malaikat,
bilamana jenis makhluk itu telah ramai, maka akan berebut-rebut kepentingan diantara
satu sama lain.
Kepentingan satu
orang atau satu golongan bertumbuk dengan satu orang atau satu golongan yang
lain, maka beradulah yang keras timbullah pertentangan dan dengan demikian
timbullah kerusakan bahkan akan timbul juga pertumpahan darah. Dengan demikian
ketentraman yang telah ada dengan adanya makhluk, malaikat yang patuh, taat dan
setia, menjadi hilang.
Pertanyaan dan
kemusykilan itu dijawab oleh Tuhan.
قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
“ Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”(ujung
ayat 30).
Artinya, dengan jawaban itu, Allah Ta’ala
tidak membantah pendapat dari MalaikatNya, Cuma menjelaskan bahwasanya pendapat
dan ilmu mereka tidaklah seluas dan sejauh pengetahuan Allah. Bukanlah Tuhan
memungkiri bahwa kerusakan pun akan timbul dan darah pun akan tertumpah tetapi
ada maksud lain yang lebih jauh dari itu, sehingga kerusakan hanyalah sebagai
pelengkap saja dan pembangunan dan pertumpahan darah hanyalah satu tingkat
perjalanan hidup saja didalam menuju kesempurnaan. Dalam jawaban Tuhan yang
demikian, Malaikat pun menerimalah dengan penuh khusyu dan taat.
Tuhan menyebut didalam
Al-Qur’an tentang adanya makhluk Allah bernama Malaikat. Disebutkan pekerjaan
atau tugas mereka, ada yang mencatat amalan makhluk setiap hari, dan mencatat
segala ucapan, ada yang membawa wahyu kepada Rasul-rasul dan Nabi-nabi, ada
yang menjadi duta-duta (safarah) yang memelihasra Al-Qur’an, ada yang memikul
Arsy Tuhan, ada yang menjaga surga dan yang menjaga neraka, dan ada yang siang
dan malam berdo’a, memuji-muji Allah dan bersujud, dan ada pula yang mendo’akan
agar makhluk yang taat diberi ampun dosanya oleh Tuhan. Dan banyak lagi yang
lain.
Tetapi Tuhan Allah tidak menyebutkan dari
bahan apa Malaikat itu dijadikan. Dan tersebut juga bahwa ada Malaikat itu yang
menyatakan dirinya, sebagai yang datang membawakan Ilham kepada Maryam bahwa
dia akan di beri putra, atau yang kelihatan oleh Nabi kita Muhammad SAW
seketika beliau mula- mula menerima wahyu. Dan disebut juga ada Malaikat itu
yang bersayap, dua-dua, tiga-tiga, dan empat-empat.
Orang-orang dijaman
jahiliyah mencoba menggambarkan Malaikat itu sebagai manusia dan mereka pun
menentukan jenisnya: yaitu perempuan. Ini dibantah keras oleh Al-Qur’an. Maka
tidaklah pantas makhluk Ghoib itu ditentukan kelamin jantan atau betinanya.
Tersebut pula
bahwa Malaikat yang datang membawa wahyu
kepada Rasul-rasul itu namanya Jibril, dan disebut juga Ruhul-Amin, dan disebut
juga Ruhul-Qudus. Tetapi manusia yang beriman dan istiqomah(tetap hati) didalam
Iman kepada Allah, juga akan didatangi oleh Malaikat-malaikat, untuk
menghilangkan rasa takut dan duka cita mereka. Dan didalam peperangan Badar
Malaikat itu pun datang, sampai 3.000 banyaknya.
Seperti itulah
yang tersebut dalam Al-Qur’an. Dan dijelaskan pula oleh hadits-hadits bahwa
Malaikat-malaikat itu memberikan ilham yang baik kepada manusia, dan
menimbulkan keteguhan semangat dan iman. Sebagai juga tersebut didalam hadits
bahkan didalam Al-Qur’an sendiri bahwa setan, sebaliknya dari Malaikat, selalu
membawa ilham buruk dan was-was kepada manusia. Tetapi ketika orang diberi
ilham baik oleh Malaikat atau was-was buruk oleh setan maka yang menerima ilham
atau was-was itu bukanlah badan kasar, melainkan roh manusia.
Tidaklah ada orang
yang nampak dengan matanya seketika Malaikat atau setan datang memberinya ilham
atau was-was melainkan masuk pengaruhnya ke dalam jiwa atau perasaan orang itu.
Ini dikuatkan oleh sebuah hadits yang dirawikan oleh Tirmidzi, an-Nasa’i dan
Ibnu Hibban, demikian bunyinya:
“Sesungguhnya
dari setan ada semacam gangguan kepada anak Adam, dan dari Malaikat pun ada
pula. Adapun gangguan setan ialah menjanjikan kejahatan dan mendustakan
kebenaran dan sentuhan Malaikat ialah menjanjikan kebaikan dan kebenaran. Maka
siapa yang merasai yang demikian, hendaklah dai mengetahui bahwa perkara itu
dari Allah, dan berterima-kasihlah dai kepadaNya. Tetapi kalau didapatnya lain,
hendaklah dia berlindung kepada Allah dari setan. (Kemudian dibacanya ayat yang
artinya:“Setan menyuruh menjanjikan melarat untukmu dan menyuruhmu berbuat yang
keji-keji.”
Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan ghoib. Syaikh Muhammad Abduh
seketika ayat ini berkata:
“Sudah menjadi suatu kenyataan bahwa didalam batin segala yang
tercinta ini memang tersembunyi kekuatan-kekuatan besar yang menjadi sendi dari
kekuatan dan kerapiannya, yang tidak mungkin di pungkari sedikitpun oleh orang
yang mempergunakan akal. Orang yang tidak beriman kepada wahyu, mungkin
keberatan menemaninya Malaikat, sebab itu setentah menemaninya tenaga alam atau
Natuurkrachten tetapi sudah nyata bahwa mereka tidak dapat memungkiri dengan
akal sehat akan adanya makhluk itu, yang didalam agama dinamai Malaikat. Namun
hakikatnya hanyalah satu. Adapun orang yang berakal tidaklah nama-nama itu mendindingnya
buat sampai kepada yang dinamai.
Demikianlah sedikit penjelasan tentang Malaikat. Kemudian kita
teruskan lanjutan ayat. Setelah itu Allah pun melanjutkan apa yang telah Dia
tentukan, yaitu menciptakan khalifah itu; itulah Adam.
وَ عَلَّمَ آدَمَ الأَسْمَاءَ كُلَّهَا
“Dan telah diajarkanNya kepada Alam nama-namanya semuanya. “
(pangkal ayat 31).
Artinya diberikan oleh Allah kepada Adam itu semua ilmu:
ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَي المَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُوْنِي بِأَسْمَاءِ
هؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ
Kemudian Dia
kemukakan semuanya kepda Malaikat. Lalu Dia berfirman: Beritakanlah
kepadaKU nama-nama itu semua, jika adalah kamu makhluk-makhluk yang benar.
(ujung ayat 31).
Sesudah Adam
dijadikan, kepadanya telah diajarkan oleh Tuhan nama-nama yang dapat dicapai
oleh kekuatan manusia, baik dengan pancaindra ataupun dengan akal semata-mata,
semuanya diajarkan kepadanya.
Kemudain Tuhan
panggillah Malaikat-malaikat itu dan Tuahn tanyakan adakah mereka tahu
nama-nama itu? Jika benar pendapat mereka selama ini bahwa jika khalifah itu
terjadi akan timbul bahaya kerusakan dan pertumpahan darah, sekarang cobalah
jawab pertanyaan Tuhan: Dapatkah mereka menunjukan nama-nama itu ?
قَلُوْا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ
أَنْتَ العَلِيْمُ الحَكِيْمُ
“Mereka mejawab: Maha Suci Engkau! tidak
ada pengetahuan bagi kami, kecuali apa yang Engkau ajarkan kepada kamu.
Kerena sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Tahu, lagi Maha Bijaksana.” (ayat 32).
Disini nampak
penjawaban Malaikat yang mengakui kekurangan mereka. Tidak ada pada mereka pengetahuan,
kecuali apa yang diajarkan Tuhan juga. Mereka memohon ampun dan karunia,
menjunjung kesucian Allah bahwasanya pengetahuan mereka tidak lebih dari apa
yang diajarkan juga yang lain. Yang mengetahui akan semua hanya Allah. Yang
bijaksana membagi-bagikan ilmu kepada barang siapa yang Dia kehendaki, hanyalah
Dia juga. Sebagai Tuhan menghadapkan pertanyaanNya kepada Adam:
قَالَ يَا آدَمَ أَنْبِئُهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ
“Berkata Dia: Wahai Adam! Beritakanlah
kepada mereka nama-nama itu semuanya.”(pangkal ayat 33)
Oleh Adam titah
Tuhan itupun dijunjung. Segala yang ditanyakan Allah dia jawab, dia terangkan
semuanya dihadapan Malaikat banyak itu.
فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَّكُمْ إِنِّي
أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُوْنَ وَ مَا كُنْتُمْ
تَكْتُمُوْنَ
“Maka tatkala diberitahukannya kepada
mereka nama-nama itu semuanya berfirmanlah Dia: Bukanlah telah Aku katakan
kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku lebih mengetahui rahasia langit dan bumi, dan
lebih Aku ketahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan.”(ujung
ayat33).
Dan merenung ayat
ini, ahli-ahli tafsir dan kerohanian Islam mendapat kesimpulan bahwasanya
dengan menjadikan manusia, Tuhan Allah memperlengkap pernyataan kuasaNya.
Mereka namai
tingkat-tingkat alam itu menurut tarafnya masing-masing. Ada alam Malaikat yang
disebut Alam Malaikat sebagai kekuatan yang tersembunyi pada seluruh yang ada
ini.
Ada pula Alam Nabati,
yaitu alam tumbuh-tumbuhan yang mempunyai hidup juga, tetapi hidup yang tidak
mempunyai kemajuan.
Ada Alam Hayawan,
yaitu alam binatang yang hidupnya hanya dengan naluri belaka (instict,
gharizah) dan lain-lain sebagainya.
Maka diciptakan
Tuhanlah manusia, yang dinamai oleh setengah orang Alam Insan atau Alam Nasut.
Maka penciptaan
Insan itu lainlah dari yang lain. Kalau Malaikat sebagai salah satu kekuatan
bersembunyi dan pelaksana tugas-tugas tertentu, dan kalau alam hayawan (hewan)
hanya hidup menuruti naluri, maka insan diberi kekuatan lain yang bernama akal.
Insan adalah dari
gabungan tubuh kasar yang terjadi dari pada tanah dan nyawa atau roh yang
terjadi dalam rahasia Allah termasuk didalamnya akal itu sendiri. Dan kal itu
tidak sekaligus diberikan, tetapi diangsur, sedikit demi sedikit. Mulai lahir
ke dunia dia hanya pandai menangis, tetapi kelak, lama-kelamaan, dia akan
menjadi sarjana, dia akan menjadi Failasuf, dia akan mengemukakan
pendapat-pendapat yang baru tentang rahasia alam ini.
Bahkan dia akan
membongkar rahasia alam yang masih tersembunyi, untuk membuktikan kekayaan
Allah. Dan dia akan akan menjadi Nabi. Tuhan menciptakan manusia menjadi
alatNya untuk menyatakan kekuasaanNya yang masih Dia sembunyikan dalam alam
ini.
Bukan karena
Malaikat tidak sanggup berbuat demikian. Tetapi karena Tuhan telah oleh jawaban
Malaikat itu adalah Maha Bijaksana.
Untuk itulah
manusia dijadikan sebagai khalifah. Kerena tugas menjadi khalifah itu memang
berat, maka manusia itupun selalu selalu dipimpin. Tentu sebab di kirim
kelaknya Rasul-rasul dan wahyu, sehingga pantaslah sebagaimana tersebut di
dalam Surat Al-Qiyamah (Surat 75, ayat 36):
أَيَحْسَبُ الإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًي
“Apakah
manusia menyangka bahwa dia akan diberikan percuma?”(AL-Qiyamah: 36)
Akan dibiarkan menjadi khalifah dengan tidak ada tuntunan ? dengan
demikian bukanlah Tuhan tidak tahu bahwa akan ada kerusakan dan pertumpahan
darah, sebagai yang disembahkan oleh Malaikat itu.
Bahkan pengetahuan
Malaikat tentang itu pun adalah dari Tuhan juga. Tetapi kerusakan tidak akan
banyak, jika dibandingkan dengan manfaat bagi alam. Dan penumpahan darah
niscaya akan terjadi juga tetapi bumi akan mengalami perubahan besar karena
pekerjaan dan usaha dari pada makhluk yang dilantik menjadi khalifah ini.
4. Tafsir
a.
Berdasarkan
tafsir jalalain
(Dan) ingatlah, hai Muhammad!(Ketika
Tuhanmu berfirman kepada pada Malaikat,”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah dimuka bumi”) yang akan mewakili Aku dalam melaksanakan hukum-hukum
atau peraturan-pereturanKu padanya, yaitu Adam.(Kata mereka, “Kenapa hendak
Engkau jadikan di bumi itu orang yang akan berbuat kerusakan padanya) yakni
dengan berbuat maksiat (dan menumpahkan darah) artinya mengalirkan darah dengan
jalan pembunuhan sebagaimana dilakukan oleh bangsa jin yang juga mendiami bumi?
Tatkala mereka telah berbuat kerusakan, Allah mengirim Malaikat kepada mereka,
maka dibuanglah mereka ke pulau-pulau dan ke gunung-gunung(padahal kami selalu
bertshbih) maksudnya selalu mengucapkan tashbih(dengan memujiMu) yakni dengan
membaca ‘Subhanallah wabihamdih’, artinya ‘Maha Suci Allah dan aku memujiNya.’(dan
MenyucikanMU) membersihkanMu dari hal-hal yang tidak layak bagiMu. Huruf lam
pada ‘laka’itu hanya sebagai tambahan saja, sedangkan kalimat semenjak
‘padahal’ berfungsi sebagai ‘hal’ atau menunjukan keadaan dan maksudnya adalah
“padahal kami lebih layak untuk diangkat sebagai khalifah itu!”
Allah berfirman: “Sesungguhnya akau
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui tantang maslahat atau kepentingan
mengenai pengangkatan Adam dan bahwa diantara mereka” Jawab mereka, “Tuhan
tidak pernah menciptakan makhluk yang lebih mulia dan lebih tahu dari kami,
karena kami lebih dulu dan melihat apa yang tidak dilihatnya.” Maka Allah
Ta’ala pun menciptakan Adam dari tanah atau lapisan bumi dengan mengambil dari
setiap corak atau warnanya barang segenggam, lalu diadukNya dengan bermacam-macam
jenis air lalu dibentuk dan ditiupkanNya roh hingga menjadi makhluk yang dapat
merasa, setelah sebelumnya hanya barang beku dan tidak bernyawa.
b.
Berdasarkan
tafsir Ibnu Katsir.
Allah SWT memberitahukan ikhwal
penganugerahan karunianya kepada anak cucu Adam, yaitu berupa perhormatan
kepada mereka dengan membicarakan mereka dihadapan “المَلَاءُ” (para Malaikat) sebelum
mereka diciptakan. Dia berfirman,(وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ) “Dan ingatlah ketika
Rabbmu berfirman kepada para Malaikat.” Artinya, hai Muhammad, ingatlah ketika
Rabbmu berkata kepada para Malaikat, dan diceritakan pula hal itu kepada kaummu.
“Sesungguhnya aku hendak menjadikan
seseorang khalifah di bumi. “yakni suatu kaum yang akan menghentikan suatu kaum
lainnya, kurun demi kurun, dan generasi demi generasi, sebagai firmannya
“dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah dibumi.(Q.S. Al-An’am
165).
Juga firmannya “dan kalau kami
meghendaki, benar-benar kami jadikan sebagai gantimu dimuka bumi ini
malaikat-malaikat yang turun temurun.
Yang jelas bahwa Allah tidak hanya
menghendaki Adam saja, kerena jika dikehendaki hanya Adam, niscaya tidak tepat
pertanyaan Malaikat, “mengapa kau hendak menjadikan (khalifah) dibumi ini orang
yang akan membuat kerusakan kepadanya dan menumpahkan darah. “Artinya, para
malaikat itu bermaksud bahwa diantara jenis makhluk ini terdapat orang yang
akan melakukan hal tersebut. Seolah-olah para Malaikat mengetahui hal itu berdasarkan
ilmu khusus, atau mereka memahami kata dari “khalifah” yaitu orang yang
memutuskan perkara diantara manusia tentang kedzaliman yang terjadi ditengah-tengah
mereka dan mencegah mereka dari perbuatan terlarang dan dosa. Demikian yang dikemukakan
oleh al-Qurthubi. Atau mereka membandingkan manusia dengan makhluk sebelumnya.
Ucapan Malaikat ini bukan sebagai
penentangan terhadap Allah Azza Wajalla , atau kedengkian terhadap anak cucu
Adam, sebagaimana yang diperkirakan oleh sebagian musafir. Mereka ini telah disifati
Allah sebagai makhluk yang tidak mendahuluiNya dengan ucapan, yaitu tidak
menanyakan sesuatu yang tidak Dia izinkan. Disini tatkala Allah telah
memberitahukan kepada mereka bahwa Dia akan menciptakan makhluk dibumi,” Maka
mereka bertanya,“ Mengapa Engkau hendak menjadikan(khalifah) dibumi ini orang
yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah.” Pernyataan itu
hanya di maksudkan untuk meminta penjelasan dan keterangan tentang hikmah yang
terdapat di dalamnya, maka untuk memberikan jawaban atas pertanyaan para
Malaikat itu, Allah berfirman” Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui.” Artinya,Aku(Allah) mengetahui dalam penciptaan golongan ini(manusia)
terdapat kemaslahatan yang lebih besar dari pada kerusakan yang kalian
khawatirkan, dan kalian tidak mengetahui, bahwa Aku akan menjadikan diantara
mereka para Nabi dan Rasul yang diutus ketengah-tengah mereka. Dan diantara
mereka juga terdapat shiddiqun, ahli zuhud, para wali, orang-orang yang dekat
kepada Allah, para ulama, orang-orang yang khusyu, dan orang-orang yang cinta
kepadaNya, serta orang-orang yang mengikuti para RasulNya.
Dalam hadits shahih telah ditegaskan
bahwa jika para Malaikat naik menhadap Rabb dengan membawa amal hamba-hambaNya,
maka Dia akan menanyakan kepada mereka, padahal Dia lebih tahu tentang manusia,
“ dalam keadaan bagaimana kalian meninggalkan hamba-hambaKu?mereka menjawab,
“kami datang kepada kepada manusia ketika mereka sedang mengerjakan shalat, dan
kami tinggalkan dalam dalam keadaaan mengerjakan shalat pula.” Yang demikian
itu karena mereka datang silih berganti mengawasi kita berkumpul dan bertemu
pada waktu shalat subuh dan shalat ashar. Maka diantara mereka ada yang tetap
tinggal mengawasi, sedang yang lain lagi naik menghadap Allah dengan membawa
amal para hambaNya ucapan para Malaikat,”kami detangi mereka ketika sedang
mengerjakan shalat dan kami tinggalkan mereka juga ketika dalam mengerjakan
shalat,”merupakan tafsiran firman Allah kepada mereka(إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ)sesungguhnya aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.
Ada juga pendapat yang mengatakan,
hal itu merupakan jawaban atas ucapan para Malaikat, yaitu firmanNya,(وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ)“Padahal kami senantiasa bertshbih dengan memujiMu dan
menyucikanMu.”Maka Dia pun berfirmanإِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.” Yakni mengetahui akan adanya iblis diantara kalian, dan iblis
itu bukanlah seperti yang kalian sifatkan untuk diri kalian sendiri.
Ada juga yang berpendapat, ucapan
para Malaikat yang terdapat dalam firman Allah(قَلُوْا أَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيْهَا وَيُفْسِكُ الدِّمَاءَ
وَ نَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَ نُقَدِّسُ لَكَ )“mengapa Engkau hendak
menjadikan(khalifah)dibumi ini orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah.
Daftar pustaka
Abdullah Muhammad Bin Abdurrahman Bin Ishaq Al-Syeikh, Tafsir
Ibu Katsir, 2005, Pustaka Imam Asy-Syafi’I, Jakarta
Imam Jalalluddin Al-Mahalli dan Imam
Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Al-Jalalain (Bandung: Sinar Baru
Algesindo.2005
No comments:
Post a Comment