Thursday, March 17, 2016

jauhari arifin (surah al-baqarah ayat 30)

1. Surat Al-Baqarah ayat 30
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيْفَةً  قَلُوْا أَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيْهَا وَ يُسْفِكُ الدِّمَآءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِّني أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
Artinya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang Khalifah dimuka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) dibumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertashbih dengan memuji Egkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman.” Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
2. Mufradat
Khalifah  خَلِيْفَةٌ :
3. Asbabun Nuzul
            Dengan dua ayat berturut-turut, yaitu ayat 28 dan 29 perhatikan ketika Insan ini disadarkan oleh Tuhan. Pertama, bagaimana kamu akan kufur kepada Allah, padahal dari mati kamu Dia hidupkan. Kemudian Dia matikan, setelah itu akan dihidupkanNya kembali untuk memperhitungkan amal.
            Bagaimana kamu akan kufur kepada Allah, padahal seluruh isi bumi telah disediakan untuk kamu. Lebih dahulu persediaan untuk menerima kedatanganmu dibumi telah disiapkan, bahkan dari amar perintah kepada ketujuh langit sendiri. Kalau demikian adanya, pikirkanlah siapa engkau ini. Buat apa kamu diciptakan. Kemudian datanglah ayat khalifah.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيْفَةً
“Dan(ingatlah) tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan dibumi seorang khalifah.”(Pangkal ayat 30).
            Sebelum kita teruskan menafsirkan ayat ini, terlebih dahulu haruslah dengan segala kerendahan hati dan imam kita, pegang apa yang telah dipimpinkan Tuhan pada ayat yang tiga dipermulaan sekali, yaitu tentang percaya kepada yang ghoib.
            Ada dua macam cara Ulama-ulama ikutan kita menghadapi wahyu ini. Pertama ialah Madzhab Salaf. Mereka menerima berita wahyu itu dengan tidak bertanya-tanya dan berpanjang soal.
            Tuhan Allah telah berkenaan menceritakan dengan wahyu tentang suatu kejadian didalam alam ghoib, dengan kata yang dapat kita pahamkan, tetapi akal kita tidak mempunyai daya upaya buat masuk lebih dalam kedalam arena ghoib itu. Sebab itu kita terima dia dengan sepenuh iman.
            Cara yang kedua ialah penafsiran secara Khalaf, yaitu secara Ulama-ulama yang datang kemudian. Yaitu dipakai penafsiran-penafsiran yang masuk akal, tetapi tidak melampaui garis yang layak bagi kita sebagai makhluk.
            Berdasar kepada ini, maka Madzhab Khalaf berpendapat bahwasanya apa yang dihikayatkan Tuhan ini niscaya tidak sebagai yang kita pikirkan. Niscaya pertemuan Allah dengan MalaikatNya itu tidak terjadi disatu tempat, karena kalau terjadi disatu tempat, tentu bertempatlah Allah Ta’ala. Dan bukanlah Allah. Karena kalu demikian tentulah sama kedudukan mereka, malaikat sebagai makhluk, Allah sebagai Kholiq.
            Menurut penyelidikan perkembangan iman dan agama dan perbandingannya dengan Filsafat, betapapun modernnya filsafat itu, maka madzhab khalajiah yang lebih menentramkan iman, dan kesanalah tujuan kepercayaan. Umumnya filosof muslim yang mukmin penganut madzhab Khalaf, seumpama filosof muslim yang besar Ibnu Rusyd. Demikian majunya dalam aliran filsafat, namun berkenaan dengan soal-soal ghoib, dia menjadi orang Khalaf yang tentram dengan pendiriannya.
            Imam Ghozali, dia berselisih tentang hukum akal. Bagi dia api wajib menghangusi, air membasahi,. Dan tidak mungkin tidak begitu. Tetapi jika ditanyakan tentang Nabi Ibrahim a.s tidak hangus dibakar api, dia menjawab bahwa hal begitu tidaklah tugas filsafat. Itu adalah tempat iman. “Sebagai Muslim saya percaya,” katanya.
            Pelopor Filsafat Modern, yaitu Emmanuel Kant, dalam hal kepercayaan dia seakan-akan penganut dari madzhab Khalaf. Dia pernah berkata:“ Betapapun kemajuan saya dalam berfikir, namun saya mengosongkan sesudut dari jiwa saya buat percaya “
            Sekarang kita teruskan:
            Maka nampaklah dipangkal ayat, Tuhan telah bersabda kepada Malaikat menyatakan maksud hendak mengangkat seorang Khalifah di bumi ini.
قُلُوْا أَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيْهَا مَنْ يُفْسِكُ الدِّمَاءَ وَ نَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَ نُقَدِّسُ لَكَ
“ Mereka berkata:Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak didalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami bertashbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau?“
            Artinya setelah Allah menyatakan maksudNya itu, maka Malaikat pun mohon pejelasan, khlaifah manakah lagi yang dikehendaki oleh Tuhan hendak menjadikan?. Didalam ayat terbayanglah oleh kita bahwa Malaikat, sebagai makhluk Illahi, yang tentu saja pengetahuannya tidak seluas pengetahuan Tuhan, meminta penjelasan, bagaimana agaknya corak khalifah itu ? Apakah tidak mungkin terjadi dengan adanya khalifah, kerusakan yang akan timbul dan penumpahan darahlah yang akan terjadi ? Padahal alam dengan kudrat iradat Allah Ta’ala telah tentram, sebab mereka, malaikat, telah diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang patuh, tunduk, taat, dan setia. Bertashbih, bersembah yang mensucikan nama Allah.
            Rupanya ada sedikit pengetahuan dari malaikat-malaikat itu bahwasanya yang akan diangkat menjadi khalifah itu ialah satu jenis makhluk. Dalam jalan pendapat malaikat, bilamana jenis makhluk itu telah ramai, maka akan berebut-rebut kepentingan diantara satu sama lain.
            Kepentingan satu orang atau satu golongan bertumbuk dengan satu orang atau satu golongan yang lain, maka beradulah yang keras timbullah pertentangan dan dengan demikian timbullah kerusakan bahkan akan timbul juga pertumpahan darah. Dengan demikian ketentraman yang telah ada dengan adanya makhluk, malaikat yang patuh, taat dan setia, menjadi hilang.
            Pertanyaan dan kemusykilan itu dijawab oleh Tuhan.
قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
 “ Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”(ujung ayat 30).
             Artinya, dengan jawaban itu, Allah Ta’ala tidak membantah pendapat dari MalaikatNya, Cuma menjelaskan bahwasanya pendapat dan ilmu mereka tidaklah seluas dan sejauh pengetahuan Allah. Bukanlah Tuhan memungkiri bahwa kerusakan pun akan timbul dan darah pun akan tertumpah tetapi ada maksud lain yang lebih jauh dari itu, sehingga kerusakan hanyalah sebagai pelengkap saja dan pembangunan dan pertumpahan darah hanyalah satu tingkat perjalanan hidup saja didalam menuju kesempurnaan. Dalam jawaban Tuhan yang demikian, Malaikat pun menerimalah dengan penuh khusyu dan taat.
            Tuhan menyebut didalam Al-Qur’an tentang adanya makhluk Allah bernama Malaikat. Disebutkan pekerjaan atau tugas mereka, ada yang mencatat amalan makhluk setiap hari, dan mencatat segala ucapan, ada yang membawa wahyu kepada Rasul-rasul dan Nabi-nabi, ada yang menjadi duta-duta (safarah) yang memelihasra Al-Qur’an, ada yang memikul Arsy Tuhan, ada yang menjaga surga dan yang menjaga neraka, dan ada yang siang dan malam berdo’a, memuji-muji Allah dan bersujud, dan ada pula yang mendo’akan agar makhluk yang taat diberi ampun dosanya oleh Tuhan. Dan banyak lagi yang lain.
             Tetapi Tuhan Allah tidak menyebutkan dari bahan apa Malaikat itu dijadikan. Dan tersebut juga bahwa ada Malaikat itu yang menyatakan dirinya, sebagai yang datang membawakan Ilham kepada Maryam bahwa dia akan di beri putra, atau yang kelihatan oleh Nabi kita Muhammad SAW seketika beliau mula- mula menerima wahyu. Dan disebut juga ada Malaikat itu yang bersayap, dua-dua, tiga-tiga, dan empat-empat.
            Orang-orang dijaman jahiliyah mencoba menggambarkan Malaikat itu sebagai manusia dan mereka pun menentukan jenisnya: yaitu perempuan. Ini dibantah keras oleh Al-Qur’an. Maka tidaklah pantas makhluk Ghoib itu ditentukan kelamin jantan atau betinanya.
            Tersebut pula bahwa Malaikat yang  datang membawa wahyu kepada Rasul-rasul itu namanya Jibril, dan disebut juga Ruhul-Amin, dan disebut juga Ruhul-Qudus. Tetapi manusia yang beriman dan istiqomah(tetap hati) didalam Iman kepada Allah, juga akan didatangi oleh Malaikat-malaikat, untuk menghilangkan rasa takut dan duka cita mereka. Dan didalam peperangan Badar Malaikat itu pun datang, sampai 3.000 banyaknya.
            Seperti itulah yang tersebut dalam Al-Qur’an. Dan dijelaskan pula oleh hadits-hadits bahwa Malaikat-malaikat itu memberikan ilham yang baik kepada manusia, dan menimbulkan keteguhan semangat dan iman. Sebagai juga tersebut didalam hadits bahkan didalam Al-Qur’an sendiri bahwa setan, sebaliknya dari Malaikat, selalu membawa ilham buruk dan was-was kepada manusia. Tetapi ketika orang diberi ilham baik oleh Malaikat atau was-was buruk oleh setan maka yang menerima ilham atau was-was itu bukanlah badan kasar, melainkan roh manusia.
            Tidaklah ada orang yang nampak dengan matanya seketika Malaikat atau setan datang memberinya ilham atau was-was melainkan masuk pengaruhnya ke dalam jiwa atau perasaan orang itu. Ini dikuatkan oleh sebuah hadits yang dirawikan oleh Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Hibban, demikian bunyinya:
            “Sesungguhnya dari setan ada semacam gangguan kepada anak Adam, dan dari Malaikat pun ada pula. Adapun gangguan setan ialah menjanjikan kejahatan dan mendustakan kebenaran dan sentuhan Malaikat ialah menjanjikan kebaikan dan kebenaran. Maka siapa yang merasai yang demikian, hendaklah dai mengetahui bahwa perkara itu dari Allah, dan berterima-kasihlah dai kepadaNya. Tetapi kalau didapatnya lain, hendaklah dia berlindung kepada Allah dari setan. (Kemudian dibacanya ayat yang artinya:“Setan menyuruh menjanjikan melarat untukmu dan menyuruhmu berbuat yang keji-keji.”
            Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan ghoib. Syaikh Muhammad Abduh seketika ayat ini berkata:
“Sudah menjadi suatu kenyataan bahwa didalam batin segala yang tercinta ini memang tersembunyi kekuatan-kekuatan besar yang menjadi sendi dari kekuatan dan kerapiannya, yang tidak mungkin di pungkari sedikitpun oleh orang yang mempergunakan akal. Orang yang tidak beriman kepada wahyu, mungkin keberatan menemaninya Malaikat, sebab itu setentah menemaninya tenaga alam atau Natuurkrachten tetapi sudah nyata bahwa mereka tidak dapat memungkiri dengan akal sehat akan adanya makhluk itu, yang didalam agama dinamai Malaikat. Namun hakikatnya hanyalah satu. Adapun orang yang berakal tidaklah nama-nama itu mendindingnya buat sampai kepada yang dinamai.
            Demikianlah sedikit penjelasan tentang Malaikat. Kemudian kita teruskan lanjutan ayat. Setelah itu Allah pun melanjutkan apa yang telah Dia tentukan, yaitu menciptakan khalifah itu; itulah Adam.
وَ عَلَّمَ آدَمَ الأَسْمَاءَ كُلَّهَا
 “Dan telah diajarkanNya kepada Alam nama-namanya semuanya. “ (pangkal ayat 31).
Artinya diberikan oleh Allah kepada Adam itu semua ilmu:
ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَي المَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُوْنِي بِأَسْمَاءِ هؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ
            Kemudian Dia kemukakan semuanya kepda Malaikat. Lalu Dia berfirman: Beritakanlah kepadaKU nama-nama itu semua, jika adalah kamu makhluk-makhluk yang benar. (ujung ayat 31).
            Sesudah Adam dijadikan, kepadanya telah diajarkan oleh Tuhan nama-nama yang dapat dicapai oleh kekuatan manusia, baik dengan pancaindra ataupun dengan akal semata-mata, semuanya diajarkan kepadanya.
            Kemudain Tuhan panggillah Malaikat-malaikat itu dan Tuahn tanyakan adakah mereka tahu nama-nama itu? Jika benar pendapat mereka selama ini bahwa jika khalifah itu terjadi akan timbul bahaya kerusakan dan pertumpahan darah, sekarang cobalah jawab pertanyaan Tuhan: Dapatkah mereka menunjukan nama-nama itu ?
قَلُوْا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ العَلِيْمُ الحَكِيْمُ
“Mereka mejawab: Maha Suci Engkau! tidak ada pengetahuan bagi kami, kecuali apa yang Engkau ajarkan kepada kamu. Kerena sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Tahu, lagi Maha Bijaksana.” (ayat 32).
            Disini nampak penjawaban Malaikat yang mengakui kekurangan mereka. Tidak ada pada mereka pengetahuan, kecuali apa yang diajarkan Tuhan juga. Mereka memohon ampun dan karunia, menjunjung kesucian Allah bahwasanya pengetahuan mereka tidak lebih dari apa yang diajarkan juga yang lain. Yang mengetahui akan semua hanya Allah. Yang bijaksana membagi-bagikan ilmu kepada barang siapa yang Dia kehendaki, hanyalah Dia juga. Sebagai Tuhan menghadapkan pertanyaanNya kepada Adam:
قَالَ يَا آدَمَ أَنْبِئُهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ
“Berkata Dia: Wahai Adam! Beritakanlah kepada mereka nama-nama itu semuanya.”(pangkal ayat 33)
            Oleh Adam titah Tuhan itupun dijunjung. Segala yang ditanyakan Allah dia jawab, dia terangkan semuanya dihadapan Malaikat banyak itu.
فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَّكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُوْنَ وَ مَا كُنْتُمْ تَكْتُمُوْنَ
“Maka tatkala diberitahukannya kepada mereka nama-nama itu semuanya berfirmanlah Dia: Bukanlah telah Aku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku lebih mengetahui rahasia langit dan bumi, dan lebih Aku ketahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan.”(ujung ayat33).
            Dan merenung ayat ini, ahli-ahli tafsir dan kerohanian Islam mendapat kesimpulan bahwasanya dengan menjadikan manusia, Tuhan Allah memperlengkap pernyataan kuasaNya.
            Mereka namai tingkat-tingkat alam itu menurut tarafnya masing-masing. Ada alam Malaikat yang disebut Alam Malaikat sebagai kekuatan yang tersembunyi pada seluruh yang ada ini.
            Ada pula Alam Nabati, yaitu alam tumbuh-tumbuhan yang mempunyai hidup juga, tetapi hidup yang tidak mempunyai kemajuan.
            Ada Alam Hayawan, yaitu alam binatang yang hidupnya hanya dengan naluri belaka (instict, gharizah) dan lain-lain sebagainya.
            Maka diciptakan Tuhanlah manusia, yang dinamai oleh setengah orang Alam Insan atau Alam Nasut.
            Maka penciptaan Insan itu lainlah dari yang lain. Kalau Malaikat sebagai salah satu kekuatan bersembunyi dan pelaksana tugas-tugas tertentu, dan kalau alam hayawan (hewan) hanya hidup menuruti naluri, maka insan diberi kekuatan lain yang bernama akal.
            Insan adalah dari gabungan tubuh kasar yang terjadi dari pada tanah dan nyawa atau roh yang terjadi dalam rahasia Allah termasuk didalamnya akal itu sendiri. Dan kal itu tidak sekaligus diberikan, tetapi diangsur, sedikit demi sedikit. Mulai lahir ke dunia dia hanya pandai menangis, tetapi kelak, lama-kelamaan, dia akan menjadi sarjana, dia akan menjadi Failasuf, dia akan mengemukakan pendapat-pendapat yang baru tentang rahasia alam ini.
            Bahkan dia akan membongkar rahasia alam yang masih tersembunyi, untuk membuktikan kekayaan Allah. Dan dia akan akan menjadi Nabi. Tuhan menciptakan manusia menjadi alatNya untuk menyatakan kekuasaanNya yang masih Dia sembunyikan dalam alam ini.
            Bukan karena Malaikat tidak sanggup berbuat demikian. Tetapi karena Tuhan telah oleh jawaban Malaikat itu adalah Maha Bijaksana.
            Untuk itulah manusia dijadikan sebagai khalifah. Kerena tugas menjadi khalifah itu memang berat, maka manusia itupun selalu selalu dipimpin. Tentu sebab di kirim kelaknya Rasul-rasul dan wahyu, sehingga pantaslah sebagaimana tersebut di dalam Surat Al-Qiyamah (Surat 75, ayat 36):
أَيَحْسَبُ الإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًي
“Apakah manusia menyangka bahwa dia akan diberikan percuma?”(AL-Qiyamah: 36)
            Akan dibiarkan menjadi khalifah dengan tidak ada tuntunan ? dengan demikian bukanlah Tuhan tidak tahu bahwa akan ada kerusakan dan pertumpahan darah, sebagai yang disembahkan oleh Malaikat itu.
            Bahkan pengetahuan Malaikat tentang itu pun adalah dari Tuhan juga. Tetapi kerusakan tidak akan banyak, jika dibandingkan dengan manfaat bagi alam. Dan penumpahan darah niscaya akan terjadi juga tetapi bumi akan mengalami perubahan besar karena pekerjaan dan usaha dari pada makhluk yang dilantik menjadi khalifah ini.
4. Tafsir
a.      Berdasarkan tafsir jalalain
(Dan) ingatlah, hai Muhammad!(Ketika Tuhanmu berfirman kepada pada Malaikat,”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi”) yang akan mewakili Aku dalam melaksanakan hukum-hukum atau peraturan-pereturanKu padanya, yaitu Adam.(Kata mereka, “Kenapa hendak Engkau jadikan di bumi itu orang yang akan berbuat kerusakan padanya) yakni dengan berbuat maksiat (dan menumpahkan darah) artinya mengalirkan darah dengan jalan pembunuhan sebagaimana dilakukan oleh bangsa jin yang juga mendiami bumi? Tatkala mereka telah berbuat kerusakan, Allah mengirim Malaikat kepada mereka, maka dibuanglah mereka ke pulau-pulau dan ke gunung-gunung(padahal kami selalu bertshbih) maksudnya selalu mengucapkan tashbih(dengan memujiMu) yakni dengan membaca ‘Subhanallah wabihamdih’, artinya ‘Maha Suci Allah dan aku memujiNya.’(dan MenyucikanMU) membersihkanMu dari hal-hal yang tidak layak bagiMu. Huruf lam pada ‘laka’itu hanya sebagai tambahan saja, sedangkan kalimat semenjak ‘padahal’ berfungsi sebagai ‘hal’ atau menunjukan keadaan dan maksudnya adalah “padahal kami lebih layak untuk diangkat sebagai khalifah itu!”
Allah berfirman: “Sesungguhnya akau mengetahui apa yang tidak kamu ketahui tantang maslahat atau kepentingan mengenai pengangkatan Adam dan bahwa diantara mereka” Jawab mereka, “Tuhan tidak pernah menciptakan makhluk yang lebih mulia dan lebih tahu dari kami, karena kami lebih dulu dan melihat apa yang tidak dilihatnya.” Maka Allah Ta’ala pun menciptakan Adam dari tanah atau lapisan bumi dengan mengambil dari setiap corak atau warnanya barang segenggam, lalu diadukNya dengan bermacam-macam jenis air lalu dibentuk dan ditiupkanNya roh hingga menjadi makhluk yang dapat merasa, setelah sebelumnya hanya barang beku dan tidak bernyawa.
b.      Berdasarkan tafsir Ibnu Katsir.
Allah SWT memberitahukan ikhwal penganugerahan karunianya kepada anak cucu Adam, yaitu berupa perhormatan kepada mereka dengan membicarakan mereka dihadapan “المَلَاءُ” (para Malaikat) sebelum mereka diciptakan. Dia berfirman,(وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ) “Dan ingatlah ketika Rabbmu berfirman kepada para Malaikat.” Artinya, hai Muhammad, ingatlah ketika Rabbmu berkata kepada para Malaikat, dan diceritakan pula hal itu kepada kaummu.
“Sesungguhnya aku hendak menjadikan seseorang khalifah di bumi. “yakni suatu kaum yang akan menghentikan suatu kaum lainnya, kurun demi kurun, dan generasi demi generasi, sebagai firmannya “dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah dibumi.(Q.S. Al-An’am 165).
Juga firmannya “dan kalau kami meghendaki, benar-benar kami jadikan sebagai gantimu dimuka bumi ini malaikat-malaikat yang turun temurun.
Yang jelas bahwa Allah tidak hanya menghendaki Adam saja, kerena jika dikehendaki hanya Adam, niscaya tidak tepat pertanyaan Malaikat, “mengapa kau hendak menjadikan (khalifah) dibumi ini orang yang akan membuat kerusakan kepadanya dan menumpahkan darah. “Artinya, para malaikat itu bermaksud bahwa diantara jenis makhluk ini terdapat orang yang akan melakukan hal tersebut. Seolah-olah para Malaikat mengetahui hal itu berdasarkan ilmu khusus, atau mereka memahami kata dari “khalifah” yaitu orang yang memutuskan perkara diantara manusia tentang kedzaliman yang terjadi ditengah-tengah mereka dan mencegah mereka dari perbuatan terlarang dan dosa. Demikian yang dikemukakan oleh al-Qurthubi. Atau mereka membandingkan manusia dengan makhluk sebelumnya.
Ucapan Malaikat ini bukan sebagai penentangan terhadap Allah Azza Wajalla , atau kedengkian terhadap anak cucu Adam, sebagaimana yang diperkirakan oleh sebagian musafir. Mereka ini telah disifati Allah sebagai makhluk yang tidak mendahuluiNya dengan ucapan, yaitu tidak menanyakan sesuatu yang tidak Dia izinkan. Disini tatkala Allah telah memberitahukan kepada mereka bahwa Dia akan menciptakan makhluk dibumi,” Maka mereka bertanya,“ Mengapa Engkau hendak menjadikan(khalifah) dibumi ini orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah.” Pernyataan itu hanya di maksudkan untuk meminta penjelasan dan keterangan tentang hikmah yang terdapat di dalamnya, maka untuk memberikan jawaban atas pertanyaan para Malaikat itu, Allah berfirman” Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Artinya,Aku(Allah) mengetahui dalam penciptaan golongan ini(manusia) terdapat kemaslahatan yang lebih besar dari pada kerusakan yang kalian khawatirkan, dan kalian tidak mengetahui, bahwa Aku akan menjadikan diantara mereka para Nabi dan Rasul yang diutus ketengah-tengah mereka. Dan diantara mereka juga terdapat shiddiqun, ahli zuhud, para wali, orang-orang yang dekat kepada Allah, para ulama, orang-orang yang khusyu, dan orang-orang yang cinta kepadaNya, serta orang-orang yang mengikuti para RasulNya.
Dalam hadits shahih telah ditegaskan bahwa jika para Malaikat naik menhadap Rabb dengan membawa amal hamba-hambaNya, maka Dia akan menanyakan kepada mereka, padahal Dia lebih tahu tentang manusia, “ dalam keadaan bagaimana kalian meninggalkan hamba-hambaKu?mereka menjawab, “kami datang kepada kepada manusia ketika mereka sedang mengerjakan shalat, dan kami tinggalkan dalam dalam keadaaan mengerjakan shalat pula.” Yang demikian itu karena mereka datang silih berganti mengawasi kita berkumpul dan bertemu pada waktu shalat subuh dan shalat ashar. Maka diantara mereka ada yang tetap tinggal mengawasi, sedang yang lain lagi naik menghadap Allah dengan membawa amal para hambaNya ucapan para Malaikat,”kami detangi mereka ketika sedang mengerjakan shalat dan kami tinggalkan mereka juga ketika dalam mengerjakan shalat,”merupakan tafsiran firman Allah kepada mereka(إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ)sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.
Ada juga pendapat yang mengatakan, hal itu merupakan jawaban atas ucapan para Malaikat, yaitu firmanNya,(وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ)“Padahal kami senantiasa bertshbih dengan memujiMu dan menyucikanMu.”Maka Dia pun berfirmanإِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ  Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Yakni mengetahui akan adanya iblis diantara kalian, dan iblis itu bukanlah seperti yang kalian sifatkan untuk diri kalian sendiri.
Ada juga yang berpendapat, ucapan para Malaikat yang terdapat dalam firman Allah(قَلُوْا أَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيْهَا وَيُفْسِكُ الدِّمَاءَ وَ نَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَ نُقَدِّسُ لَكَ )“mengapa Engkau hendak menjadikan(khalifah)dibumi ini orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah.
Daftar pustaka
Abdullah Muhammad Bin Abdurrahman Bin Ishaq Al-Syeikh, Tafsir Ibu Katsir, 2005, Pustaka Imam Asy-Syafi’I, Jakarta
Imam Jalalluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Al-Jalalain (Bandung: Sinar Baru Algesindo.2005



            

No comments:

Post a Comment