Thursday, March 17, 2016

Nama: Lisna Lusyanti
Nim : 1414231064
Smt/jurusan : IV/Perbankan Syrari’ah 2

TAFSIR AYAT EKONOMI SURAT AN-NISSA AYAT 29

A.    Menurut Tafsir Ibbnu Katsir

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian. Dan baranng siapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Allah Swt. melarang hamba-hamba-Nya yang beriman memakan harta sebagian dari mereka atas sebagian yang lain dengan cara yang batil, seperti dengan cara riba dan judi serta cara-cara lainnya yang termasuk ke dalam kategori tersebut dengan menggunakan berbagai macam tipuan dan pengelabuan. Sekalipun pada lahiriahnya cara-cara tersebut memakai cara yang diakui oleh hukum syara', tetapi Allah lebih mengetahui bahwa sesungguhnya para pelakunya hanyalah semata-mata menjalankan riba, tetapi dengan cara hailah (tipu muslihat). Demikianlah yang terjadi pada kebanyakannya. Hingga Ibnu Jarir mengatakan, telahmenceritakan kepadaku Ibnul MuSanna, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Daud, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan seorang lelaki yang membeli dari lelaki lain sebuah pakaian. Lalu lelaki pertama mengatakan, "Jika aku suka, maka aku akan mengambilnya, dan jika aku tidak suka, maka akan kukembalikan berikut dengan satu dirham."Ibnu Abbas mengatakan bahwa hal inilah yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil. (An-Nisa: 29)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Harb Al-Musalli, telah menceritakan kepada kami lbnul Fudail, dari Daud Al-Aidi, dari Amir, dari Alqamah, dari Abdullah sehubungan dengan ayat ini, bahwa ayat ini muhkamah, tidak di-mansukh dan tidak akan di-mansukh sampai hari kiamat. Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Allah menurunkan firman-Nya:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil. (An-Nisa: 29)         
Maka kaum muslim berkata, "Sesungguhnya Allah telah melarang kita memakan harta sesama kita dengan cara yang batil, sedangkan makanan adalah harta kita yang paling utama. Maka tidak halal bagi seorang pun di antara kita makan pada orang lain, bagaimanakah nasib orang lain (yang tidak mampu)?" Maka Allah Swt. menurunkan firman- Nya:

Tiada dosa atas orang-orang tuna netra. (Al-Fath: 17), hingga
akhir ayat.
Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Qatadah.
Firman Allah Swt.:
إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٖ مِّنكُمۡۚ
terkecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian. (An-Nisa: 29)
Lafaz tijaratan dapat pula dibaca lijaratun. ungkapan ini menipakan bentuk istisna munqati'. Seakan-akan dikatakan, "Janganlah kalian menjalankan usaha yang menyebabkan perbuatan yang diharamkan, tetapi berniagalah menurut peraturan yang diakui oleh syariat, yaitu perniagaan yang dilakukan suka sama suka di antara pihak pembeli dan pihak penjual; dan carilah keuntungan dengan cara yang diakui oleh syariat." Perihalnya sama dengan istisna yang disebutkan di dalam firman-Nya:

وَلَا تَقۡتُلُواْ ٱلنَّفۡسَ ٱلَّتِي حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلۡحَقِّۚ
 janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan sesuatu (sebab) yang benar. (Al- An'am: 151)
Juga seperti yang ada di dalam firman-Nya:
لَا يَذُوقُونَ فِيهَا ٱلۡمَوۡتَ إِلَّا ٱلۡمَوۡتَةَ ٱلۡأُولَىٰۖ
mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia. (Ad-Dukhan: 56)
Berangkat dari pengertian ayat ini, Imam Syafii menyimpulkan dalil yang mengatakan tidak sah jual beli itu kecuali dengan serah terima secara lafzi (qabul), karena hal ini merupakan bukti yang menunjukkan adanya suka sama suka sesuai dengan makna nas ayat. Lain halnya dengan jual beli secara mu'alah, hal ini tidak menunjukkan adanya saling suka sama suka, adanya sigat ijab qabul itu merupakan suatu keharusan dalam jual beli. Tetapi jumhur ulama. Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad berpendapat berbeda. Mereka mengatakan, sebagaimana ucapan itu menunjukkan adanya suka sama suka. begitu pula perbuatan, ia dapat menunjukkan kepastian adanya suka sama suka dalam kondisi tertentu. Karena itu, mereka membenarkan keabsahan jual beli secara mu'alah (secara mutlak). Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa jual beli mu'alah hanya sah dilakukan terhadap hal-hal yang kecil dan terhadap hal-hal yang dianggap oleh kebanyakan orang sebagai jual beli. Tetapi pendapat ini adalah pandangan hati-hati dari sebagian ulama ahli tahqiq dari kalangan mazhab Syafii. Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٖ مِّنكُمۡۚ
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian. (An-Nisa: 29)
Baik berupa jual beli atau ala yang diberikan dari seseorang kepada orang lirin. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Al-Qasim, dari Sulaiman Al-Ju'fi, dari ayahnya, dari Maimun ibnu Mihran yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda,yang artinya : Jual beli harus dengan suka sama suka, dan khiyar adalah sesudah transaksi, dan tidak halal bagi seorang muslim menipu muslim lainnya.
Hadis ini berpredikat mursal. Faktor yang menunjukkan adanya suka sama suka secara sempurna terbukti melalui adanya khiyar majelis. Seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, yang aritnya :
Penjual dan pembeli masih dalam keadaan khiyar selagi keduanya belum berpisah.
Menurut lafaz yang ada pada Imam Bukhari disebutkan seperti berikut:
Apabila dua orang lelaki melakukan transaksi jual beli, maka masing-masing pihak dari keduanya boleh khiyar selagi keduanya belum berpisah.
Orang yang berpendapat sesuai dengan makna hadis ini ialah Imam Ahmad dan Imam Syafii serta murid-murid keduanya, juga kebanyakan ulama Salaf dan ulama Khalaf. Termasuk ke dalam pengertian hadis ini adanya khiyar syarat sesudah transaksi sampai tiga hari berikutnya disesuaikan menurut apa yang dijelaskan di dalam transaksi mengenai subyek barangnya, sekalipun sampai satu tahun, selagi masih dalam satu kampung dan tempat lainnya yang semisal. Demikianlah menurut pendapat yang terkenal dari Imam Malik. Mereka menilai sah jual beli mu'atah secara mutlak. Pendapat ini dikatakan oleh mazhab Imam Syafii. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa jual beli secara mu'atah itu sah hanya pada barangbarang yang kecil yang menurut tradisi orang-orang dinilai sebagai jual beli. Pendapat ini merupakan hasil penyaringan yang dilakukan oleh segolongan ulama dari kalangan murid-murid Imam Syafii dan telah disepakati di kalangan mereka. Firman Allah Swt.:
وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَنفُسَكُمۡۚ
Dan janganlah kalian membunuh diri kalian. (An-Nisa: 29)
Yakni dengan mengerjakan hal-hal yang diharamkan Allah dan melakukan perbuatan-perbuatan maksiat terhadap-Nya serta memakan harta orang lain secara batil
. إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمۡ رَحِيمٗا
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian. (An-Nisa: 29)
Yaitu dalam semua perintah-Nya kepada kalian dan dalam semua larangannya. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abu Habib, dari Imran ibnu Abu Anas, dari Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Amr ibnul As r.a. yang menceritakan bahwa ketika Nabi Saw. mengutusnya dalam Perang Zatus Salasil, di suatu malam yang sangat dingin ia bermimpi mengeluarkan air mani. Ia merasa khawatir bila mandi jinabah, nanti akan binasa. Akhirnya ia terpaksa bertayamum, lalu salat Subuh bersama teman-temannya. Amr ibnul As melanjutkan kisahnya, "Ketika kami kembali kepada Rasulullah Saw., maka aku ceritakan hal tersebut kepadanya. Beliau bersabda, 'Hai Amr, apakah kamu salat dengan teman-temanmu, sedangkan kamu mempunyai jinabah?'. Aku (Amr) menjawab, 'Wahai Rasulullah Saw., sesungguhnya aku bermimpi mengeluarkan air mani di suatu malam yang sangat dingin, hingga aku merasa khawatir bila mandi akan binasa, kemudian aku teringat kepada firman Allah Swt. yang mengatakan:
وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَنفُسَكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمۡ رَحِيمٗا
Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian. (An-Nisa: 29)
Karena itu, lalu aku bertayamum dan salat.' Maka Rasulullah Saw tertawa dan tidak mengatakan sepatah kata pun." Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud melalui hadis Yahya ibnu Ayyub, dari Yazid ibnu Abu Habib. Ia meriwayatkan pula dari Muhammad ibnu Abu Salamah, dari Ibnu Wahb, dari Ibnu Luhai'ah, dan Umar ibnul Haris; keduanya dari
Yazid ibnu Abu Habib, dari Imran ibnu Abu Anas, dari Abdur Rahman ibnu Jubair Al-Masri, dari Abu Qais maula Amr ibnul As, dari Amr ibnul As. Lalu ia menuturkan hadis yang semisal. Pendapat ini —Allah lebih mengetahui— lebih dekat kepada kebenaran. Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Hamid Al-Balkhi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Saleh ibnu Sahi Al-Balkhi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Umar Al- Qawariri, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnu Sa'd, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Amr ibnul As pernah salat menjadi imam orang-orang banyak dalam keadaan mempunyai jinabah. Ketika mereka datang kepada Rasulullah Saw., lalu mereka menceritakan kepadanya hal tersebut. Rasulullah Saw. memanggil Amr dan menanyakan hal itu kepadanya. Maka Amr ibnul As menjawab, "Wahai Rasulullah, aku merasa khawatir cuaca yang sangat dingin akan membunuhku (bila aku mandi jinabah), sedangkan Allah Swt. telah berfirman:
وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَنفُسَكُمۡۚ
'Dan janganlah kalian membunuh diri kalian' (An-Nisa: 29), hingga akhir ayat."
Maka Rasulullah Saw. diam, membiarkan Amr ibnul As. Kemudian sehubungan dengan ayat ini Ibnu Murdawaih mengetengahkan sebuah hadis melalui Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda yang artiunya:
Barang siapa yang membunuh dirinya sendiri dengan sebuah besi, maka besi iiu akan berada di tangannya yang dipakainya untuk menusuki perutnya kelak di hari kiamat di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. Dan barang siapa yang membunuh dirinya sendiri dengan racun, maka racun itu berada di tangannya untuk ia teguki di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.
Hadis ini ditetapkan di dalam kitab Sahihain. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abuz Zanad dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal. Dari Abu Qilabah, dari Sabit ibnu Dahhak r.a. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda yang aritnya:
Barang siapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, maka kelak pada hari kiamat dia akan diazab dengan sesuatu itu.
Al- Jama'ah telah mengetengahkan hadis tersebut dalam kitabnya dari jalur Abu Qilalah. Di dalam kitab Sahihain melalui hadis Al-Hasan dari Jundub ibnu Abdullah Al-Bajli dinyatakan bahwa Rasulullah Saw. Pernah bersabda:
Dahulu ada seorang lelaki dari kalangan umat sebelum kalian yang terluka, lalu ia mengambil sebuah pisau dan memotong urat nadi tangannya, lalu darah terus mengalir hingga ia mati. Allah Swt. berfirman, "Hamba-Ku mendahului (izm)-Ku terhadap dirinya, Aku haramkan surga atas dirinya."




B.     Menurut Buku Tafsir Ayat Ekonomi Muamalah 1 IAIN Syekh Nurjati
Terjemahan


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian. Dan baranng siapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.


Tafsir
Allah SWT melarang hamba-hambaNya yang mukmin untuk memakan harta sesamanya dengan cara yang bathil dan cara-cara mencari keuntungan yang tidak sah dan mealanggar syari’at seperti riba, perjudian dan yang serupa dengan itu dari macam-macam tipu daya yang tampak seakan-akan sesuai dengan hukum syari’at, tetapi Allah mengetahui bahwa apa yang dilakukan itu hanya suatu tipu muslihat dari sieplaku untuk menghindari ketentuan hukum yang telah digariskan oleh syari’at Allah. Misalnya sebagaimana digambarkan oleh Ibnu Abbas s.r. menurut riwayat Ibnu Jarir seorang membeli dari kawannya sehelai baju dengan syarat bila ia tidak menyukainya dapat mengembalikannya dengan tambahan satu dirham diatas harga pembeliannya.
Allah mengecualikan dari larangan ini pencaharian harta dengan jalan perniagaan yang dilakukan atas dasar suka sama suka oleh kedua belah pihak yang bersangkutan.
Bersandar kepada ayat ini, Imam Syafi’ie berpendapat bahwa jual beli tidak sah menurut syari’at melainakan jika disertai dengan kata-kata yang menandakan persetujuan, sedang menurut Imam Malik, Abu Hanifah dan Imam Ahmad cukup dengan dilakukannya serah terima barang. Karena perbuatan yang demikian itu sudah dapat menandakan persetujuan dan suka sama suka. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Maimun bin Muhran bahwa Rasulullah SAW bersabda: “jual beli hendaklah berlaku dengan rela dan suka sama suka dan pilihan sesudah tercapai persetujuan dan tidaklah halal bagi seorang muslim menipu sesama mulsimnya”. Dan bersabda Rasullah SAW menurut riwayat Bukhari dan Muslim: “bila berlaku jual beli antara dua orang, maka masing-masing berhak membatalkan atau meneruskan transaksi selama mereka belum berpisah.
Allah SWT juga berfirman dalam ayat ini:”janganlah kamu membunuh dirimu” dengan melanggar larangan Allah, berbuat maksiat-maksiat dan memakan harta sesamamu dengan cara bathil dan curang. Sesungguhnya Allah maha penyayang bagimu dalam apa yang diperintahakan dan dilarang bagimu.
Sehubungan dengan soal bunuh diri dalam ayat ini, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibnu Jubair bahwa Amer Ibnul Assh bercerita tentang dirinya tatkal diutus oleh Rasulullah kesuatu tempat, pada suatu malam yang sangat dingin ia telah berihitilam ( mengeluarkan mani ketika tidur) dan tanapa bermandi jenabat, ia mengimami shalat subuh bersam sahabat-sahabatnya. Dan tatkala hal itu didengar oleh Rasulullah bertanyalah beliau kepadanya: “ hai Amer, engkau telah melakukan shalat subuh denganshabat-sahabatmu sedang engkau dalam keadaan junub (belum mandi jenabat)?”.
Maka berkata Amer, “Ya Rasulullah aku telah berikhtilam pada malam yang sangat dingin itu, dan aku khawatir bila aku mandi jenabat akan matilah aku, maka teringat olehku firman Allah “janganlah kamu membunuh dirimu” lalu bertayamumlah aku, kemudian bershalat bersama sahabat-sahabatku”. Mendengar kata-kata Amer itu tertawalah Rasulullah tanpa mengucapkan sesuatu.
       Dalam lanjutan ayat 29 “dan janganlah kamu bunuh diri-diri kamu”. Diantara harta dengan diri atau dengan jiwa, tidaklah bercerai-tanggal. Orang mencari harta untuk melanjutkan hidup. Maka selain kemakmuran harta benda hendaklah pula terdapat kemakmuran atau keamanan jiwa sebab itu disamping menjauhi memakan harta kamu dengan bathil, janganlah terjadi pembunuhan. Tegasnya janganlah berbunuhan karena sesuap nasi. Jangan kamu bunuh diri-diri kamu. Sdegala harta benda yang ada, pada hakikatnya adalah harta kamu. Segala nyawa yang adapun, adalah pada hakikatnya nyawa kamu. Diri orang itu pun diri kamu.
Asbabun Nuzul
       Menurut riwayat Ibnu Jarir ayat ini turun dikarenakan masyarat muslim Arab pada saat itu memakan harta sesamanya dengan cara yang bathil, mencari keuntungan dengan cara yang tidak sah dan melakukan bermacam-macam tipu daya yang seakan-akan sesuai dengan hukum syari’at. Misalnya sebagaimana digambarkan oleh Ibnu Abbas menurut riwayat Ibnu Jarir seorang membeli dari kawannya sehelai baju dengan syarat bila ia tidak menyukainya dapat mengembalikannya dengan tambahan satu dirham diatas harga pembeliannya. Padahal seharusnya jual beli hendaklah dilakukan dengan rela dan suka sama suka tanpa harus menipu sesama muslimnya.
Mufrodat
·         تِجَرَة      = Perniagaan
·         بَيْع         = Jual beli
·         ذِكْر           = mengingat
·         وَالْأَبْصَر = dan penglihatan menjadi goncang.




Disisi lain banyak beberapa tambahan mengenai penafsiran surat Annisa ayat 29 ini, yaitu:
Makna umum ayat
Ayat ini menerangkan hukum transaksi secara umum, lebih khusus kepada transasksi, perdagangan, bisinis jual beli. Dalam ayat ini Allah mengharamkan orang beriman untuk memakan, memanfaatkan menggunakan, (dan segala bentuk transaksi lainnya) harta orang lain dengan jalan yang bathil, yaitu yang tidak dibenarkan oleh syari’at. Kita boleh melakukan transaksi terhadap harta orang lain dengan jalan perdagangan dengan asas saling ridha, saling ikhlas. Dan  dalam ayat ini Allah juga melarang untuk bunuh diri, baik membunuh diri sendiri maupun saling membunuh. Dan Allah menerangkan semua ini, sebagai wujud dari kasih sayang-Nya, karena Allah itu maha kasih sayang kepada kita.

Penjelasan dan Hikmah
a)      Transaksi harta dibahas begitu rinci dalam islam, karena
·         sebagaimana kita ketahui, harta adalah ruh kehidupan bagi siapapun dan kapanpun. Kalau tidak dibuat aturan main dengan benar, pasti akan timbul permusuhan, padahal islam tidak menginginkan pertumpahan darah hanya karena harta. Karena itu dalam perdagangan ini islam mengaturnya agar satu sama lain bisa hidup berdampingan secara rukun.
·         Hakekat harta ini pada dasarnya adalah hak bersama. Sehingga setiap individu punya hak untuk mendpatkannya dan mengeloalnya. Asal dengan landasan adil dan kerelaan, jauh dari kedzaliman, manipulasi, kebohongan, kecurangan dan paksaan.
b)      Islam itu bukan liberal kapitalis, yaitu sebuah sistem perekonomian yang sekarang ini dilaksanakan oleh barat, diaman mereka memberikan kekuasaan mutlak kepada individu untuk mengeruk harta kekayaan alam semesta ini tanpa memperhatikan asas keadilan, kebersamaan dan kerelaan.
c)      Islam adalah sebuah sistem, manhaj, jalan kehidupan yang sangat lengkap, komprehensif, universal.
d)     Dalam islam ada teori kepemilikan, yaitu manusia itu diberi oleh Allah hak kepemilikan harta.
e)      Sistem ekonomi islam itu sunggih luar biasa. Sebuah sistem yang mendasarkan kepada nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kebersamaan, kejujuran, jauh dari kedzaliamn dan riba.
f)       Menyadari hal itu, maka anak kita perlu kita didik setinggi-tingginya, disamping dasar keimanan dan keislaman yang kuat, anak juga perlu menguasai ilmu-ilmu dunia.
g)      Pada ayat ini (An-nissa : 29) adalah merupakan salah satu gamabaran kecil dari kesempurnan islam, dimana islam menegaskan bahwa kita diajari oleh Allah bagaimana berbisnis dengan benar.
h)       يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ Yang diseru adalah orang-orang yang beriman karena yang mau sadar, mau tunduk, mau berubah, mau ikut aturan itu adalah orang beriman.
i)        Perlu difahami, bahwa tidak ada hubungan secara langsung antara kekayaan dengan rajinnya shalat seseorang. Secara dhahir kerja adalah salah satu wasilah untuk mendapatkan kekayaan, namun shalat itu juga sebagai kewajiban seorang hamba yang beriman, dan Allah sudah menetukan ketentuannya yaitu barang siapa yang kerja maka dia akan dapat hasil. Adapun soal keberkahan itu adalah dari Allah.
j)        لَا تَأۡكُلُوٓا Kita dilarang oleh Allah, padahal larangan itu menunjukkan haram kecuali ada dalil, sedang untuk ayat ini tidak ada dalil lain.
k)      Meskipun yang disebutkan disini hanya “makan”, tetapi yang dimaksud adalah segala bentuk transaksi, baik penggunaan maupun pemanfaatan.
l)        أَمۡوَٰلَكُم (harta kalian). Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya harta adalah milik umum, kemudian Allah memberikan hak legal kepada pribadi untuk memiliki dan menguasainya.
m)     إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً: ini adalah dzikrul juz likul. Artinya menyebut sebagian untuk seluruhnya, karena umunya harta itu didapatkan dengan transaksi jual beli (perdagangan) yang didalamnya terjadi transasksi timbal balik.
n)      Para ulama mengatakan bahwa jual beli itu harus dilandasi dengan keikhlasan dan keridhoan.
o)      Penyebutan transaksi perdagangan (bisnis) secara tegas dalam ayat ini menegaskan keutamaan berbisnis atau berdagang.
p)      وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَنفُسَكُمۡۚ (jangan saling membunuh), apa hubungannya dengan bisinis? Sanagat berhubungan. Dalam bisnis sering terjadi permusuhan.
q)      إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمۡ رَحِيمٗا ( sesungguhnya Allah itu maha kasih sayang kepada kalian), diantaranya dengan memberikan penjelasan kepada manusia tentang sistem transaksi harta, agar manusia bisa hidup berdampingan, jauh dari permusuhan apalagi sampai bunuh-bunuhan hanya karna persaingan dagang.

















No comments:

Post a Comment