Nama: Lisna Lusyanti
Nim : 1414231064
Smt/jurusan : IV/Perbankan Syrari’ah 2
TAFSIR AYAT EKONOMI SURAT AN-NISSA AYAT 29
A.
Menurut Tafsir
Ibbnu Katsir
Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
di antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepada kalian. Dan baranng siapa berbuat demikian dengan
melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka.
Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Allah Swt. melarang hamba-hamba-Nya
yang beriman memakan harta sebagian dari mereka atas sebagian yang lain dengan
cara yang batil, seperti dengan cara riba dan judi serta cara-cara lainnya yang
termasuk ke dalam kategori tersebut dengan menggunakan berbagai macam tipuan
dan pengelabuan. Sekalipun pada lahiriahnya cara-cara tersebut memakai cara
yang diakui oleh hukum syara', tetapi Allah lebih mengetahui bahwa sesungguhnya
para pelakunya hanyalah semata-mata menjalankan riba, tetapi dengan cara
hailah (tipu muslihat). Demikianlah yang terjadi pada
kebanyakannya. Hingga Ibnu Jarir mengatakan, telahmenceritakan kepadaku Ibnul
MuSanna, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan
kepada kami Daud, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
seorang lelaki yang membeli dari lelaki lain sebuah pakaian. Lalu lelaki
pertama mengatakan, "Jika aku suka, maka aku akan mengambilnya, dan
jika aku tidak suka, maka akan kukembalikan berikut dengan satu
dirham."Ibnu Abbas mengatakan bahwa hal inilah yang disebutkan oleh Allah
Swt. di dalam firman-Nya:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta
sesama kalian dengan jalan yang batil. (An-Nisa:
29)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnu Harb Al-Musalli, telah menceritakan kepada
kami lbnul Fudail, dari Daud Al-Aidi, dari Amir, dari Alqamah, dari Abdullah
sehubungan dengan ayat ini, bahwa ayat ini muhkamah, tidak di-mansukh dan tidak akan di-mansukh
sampai hari kiamat. Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa
ketika Allah menurunkan firman-Nya:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta
sesama kalian dengan jalan yang batil. (An-Nisa:
29)
Maka kaum muslim berkata,
"Sesungguhnya Allah telah melarang kita memakan harta sesama kita dengan
cara yang batil, sedangkan makanan adalah harta kita yang paling utama. Maka
tidak halal bagi seorang pun di antara kita makan pada orang lain, bagaimanakah
nasib orang lain (yang tidak mampu)?" Maka Allah Swt. menurunkan firman- Nya:
Tiada dosa atas orang-orang tuna netra. (Al-Fath: 17), hingga
akhir ayat.
Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Qatadah.
Firman Allah Swt.:
إِلَّآ
أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٖ مِّنكُمۡۚ
terkecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka di antara kalian. (An-Nisa: 29)
Lafaz tijaratan dapat pula
dibaca lijaratun. ungkapan ini menipakan bentuk istisna munqati'. Seakan-akan
dikatakan, "Janganlah kalian menjalankan usaha yang menyebabkan perbuatan
yang diharamkan, tetapi berniagalah menurut peraturan yang diakui oleh syariat,
yaitu perniagaan yang dilakukan suka sama suka di antara pihak pembeli dan
pihak penjual; dan carilah keuntungan dengan cara yang diakui oleh
syariat." Perihalnya sama dengan istisna yang disebutkan di dalam
firman-Nya:
وَلَا تَقۡتُلُواْ
ٱلنَّفۡسَ ٱلَّتِي حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلۡحَقِّۚ
janganlah kalian membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan sesuatu (sebab)
yang benar. (Al- An'am: 151)
Juga seperti yang ada di dalam firman-Nya:
لَا يَذُوقُونَ فِيهَا
ٱلۡمَوۡتَ إِلَّا ٱلۡمَوۡتَةَ ٱلۡأُولَىٰۖ
mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia.
(Ad-Dukhan: 56)
Berangkat dari pengertian ayat ini,
Imam Syafii menyimpulkan dalil yang mengatakan tidak sah jual beli itu kecuali
dengan serah terima secara lafzi (qabul), karena hal ini merupakan bukti
yang menunjukkan adanya suka sama suka sesuai dengan makna nas ayat. Lain
halnya dengan jual beli secara mu'alah, hal ini tidak menunjukkan adanya
saling suka sama suka, adanya sigat ijab qabul itu merupakan suatu keharusan
dalam jual beli. Tetapi jumhur ulama. Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam
Ahmad berpendapat berbeda. Mereka mengatakan, sebagaimana ucapan itu
menunjukkan adanya suka sama suka. begitu pula perbuatan, ia dapat menunjukkan
kepastian adanya suka sama suka dalam kondisi tertentu. Karena itu, mereka
membenarkan keabsahan jual beli secara mu'alah (secara mutlak). Di
antara mereka ada yang berpendapat bahwa jual beli mu'alah hanya sah
dilakukan terhadap hal-hal yang kecil dan terhadap hal-hal yang dianggap oleh
kebanyakan orang sebagai jual beli. Tetapi pendapat ini adalah pandangan
hati-hati dari sebagian ulama ahli tahqiq dari kalangan mazhab Syafii. Mujahid
mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
إِلَّآ أَن تَكُونَ
تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٖ مِّنكُمۡۚ
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
di antara kalian. (An-Nisa: 29)
Baik berupa jual beli atau ala yang
diberikan dari seseorang kepada orang lirin. Demikianlah menurut apa yang
diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami ayahku, dari
Al-Qasim, dari Sulaiman Al-Ju'fi, dari ayahnya, dari Maimun ibnu Mihran yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda,yang artinya : Jual
beli harus dengan suka sama suka, dan khiyar adalah sesudah transaksi, dan
tidak halal bagi seorang muslim menipu muslim lainnya.
Hadis ini berpredikat mursal. Faktor
yang menunjukkan adanya suka sama suka secara sempurna terbukti melalui
adanya khiyar majelis. Seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain,
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, yang aritnya :
Penjual dan pembeli masih dalam keadaan khiyar selagi keduanya belum
berpisah.
Menurut lafaz yang ada pada Imam Bukhari disebutkan seperti
berikut:
Apabila dua orang lelaki melakukan transaksi jual beli, maka masing-masing
pihak dari keduanya boleh khiyar selagi keduanya belum berpisah.
Orang yang berpendapat sesuai dengan
makna hadis ini ialah Imam Ahmad dan Imam Syafii serta murid-murid keduanya,
juga kebanyakan ulama Salaf dan ulama Khalaf. Termasuk ke dalam pengertian
hadis ini adanya khiyar syarat sesudah transaksi sampai tiga hari
berikutnya disesuaikan menurut apa yang dijelaskan di dalam transaksi mengenai
subyek barangnya, sekalipun sampai satu tahun, selagi masih dalam satu kampung
dan tempat lainnya yang semisal. Demikianlah menurut pendapat yang terkenal
dari Imam Malik. Mereka menilai sah jual beli mu'atah secara mutlak.
Pendapat ini dikatakan oleh mazhab Imam Syafii. Di antara mereka ada yang
mengatakan bahwa jual beli secara mu'atah itu sah hanya pada
barangbarang yang kecil yang menurut tradisi orang-orang dinilai sebagai jual
beli. Pendapat ini merupakan hasil penyaringan yang dilakukan oleh segolongan
ulama dari kalangan murid-murid Imam Syafii dan telah disepakati di kalangan
mereka. Firman Allah Swt.:
وَلَا
تَقۡتُلُوٓاْ أَنفُسَكُمۡۚ
Dan janganlah kalian membunuh diri kalian. (An-Nisa: 29)
Yakni dengan mengerjakan hal-hal
yang diharamkan Allah dan melakukan perbuatan-perbuatan maksiat terhadap-Nya
serta memakan harta orang lain secara batil
. إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ
بِكُمۡ رَحِيمٗا
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian. (An-Nisa: 29)
Yaitu dalam semua perintah-Nya
kepada kalian dan dalam semua larangannya. Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abu Habib, dari Imran ibnu
Abu Anas, dari Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Amr ibnul As r.a. yang
menceritakan bahwa ketika Nabi Saw. mengutusnya dalam Perang Zatus Salasil, di
suatu malam yang sangat dingin ia bermimpi mengeluarkan air mani. Ia merasa
khawatir bila mandi jinabah, nanti akan binasa. Akhirnya ia terpaksa
bertayamum, lalu salat Subuh bersama teman-temannya. Amr ibnul As melanjutkan
kisahnya, "Ketika kami kembali kepada Rasulullah Saw., maka aku ceritakan
hal tersebut kepadanya. Beliau bersabda, 'Hai Amr, apakah kamu salat dengan
teman-temanmu, sedangkan kamu mempunyai jinabah?'. Aku (Amr) menjawab, 'Wahai
Rasulullah Saw., sesungguhnya aku bermimpi mengeluarkan air mani di suatu malam
yang sangat dingin, hingga aku merasa khawatir bila mandi akan binasa, kemudian
aku teringat kepada firman Allah Swt. yang mengatakan:
وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ
أَنفُسَكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمۡ رَحِيمٗا
Dan janganlah
kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada
kalian. (An-Nisa: 29)
Karena itu, lalu aku bertayamum dan
salat.' Maka Rasulullah Saw tertawa dan tidak mengatakan sepatah kata
pun." Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud melalui hadis Yahya
ibnu Ayyub, dari Yazid ibnu Abu Habib. Ia meriwayatkan pula dari Muhammad ibnu
Abu Salamah, dari Ibnu Wahb, dari Ibnu Luhai'ah, dan Umar ibnul Haris; keduanya
dari
Yazid ibnu Abu Habib, dari Imran
ibnu Abu Anas, dari Abdur Rahman ibnu Jubair Al-Masri, dari Abu Qais maula Amr
ibnul As, dari Amr ibnul As. Lalu ia menuturkan hadis yang semisal. Pendapat ini
—Allah lebih mengetahui— lebih dekat kepada kebenaran. Abu Bakar ibnu Murdawaih
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu
Hamid Al-Balkhi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Saleh ibnu Sahi Al-Balkhi,
telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Umar Al- Qawariri, telah
menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami
Ziyad ibnu Sa'd, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Amr ibnul As pernah salat
menjadi imam orang-orang banyak dalam keadaan mempunyai jinabah. Ketika mereka
datang kepada Rasulullah Saw., lalu mereka menceritakan kepadanya hal tersebut.
Rasulullah Saw. memanggil Amr dan menanyakan hal itu kepadanya. Maka Amr ibnul
As menjawab, "Wahai Rasulullah, aku merasa khawatir cuaca yang sangat
dingin akan membunuhku (bila aku mandi jinabah), sedangkan Allah Swt. telah
berfirman:
وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ
أَنفُسَكُمۡۚ
'Dan janganlah kalian membunuh diri kalian' (An-Nisa: 29), hingga akhir ayat."
Maka Rasulullah Saw. diam,
membiarkan Amr ibnul As. Kemudian sehubungan dengan ayat ini Ibnu Murdawaih
mengetengahkan sebuah hadis melalui Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah
yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda yang artiunya:
Barang siapa yang membunuh dirinya sendiri dengan sebuah besi, maka
besi iiu akan berada di tangannya yang dipakainya untuk menusuki perutnya kelak
di hari kiamat di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal di dalamnya untuk
selama-lamanya. Dan barang siapa yang membunuh dirinya sendiri dengan racun,
maka racun itu berada di tangannya untuk ia teguki di dalam neraka Jahannam
dalam keadaan kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.
Hadis ini ditetapkan di dalam kitab Sahihain.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abuz Zanad dari Al-A'raj, dari Abu
Hurairah, dari Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal. Dari Abu Qilabah, dari
Sabit ibnu Dahhak r.a. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda yang
aritnya:
Barang siapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, maka kelak pada
hari kiamat dia akan diazab dengan sesuatu itu.
Al- Jama'ah telah mengetengahkan
hadis tersebut dalam kitabnya dari jalur Abu Qilalah. Di dalam kitab Sahihain
melalui hadis Al-Hasan dari Jundub ibnu Abdullah Al-Bajli dinyatakan bahwa
Rasulullah Saw. Pernah bersabda:
Dahulu ada
seorang lelaki dari kalangan umat sebelum kalian yang terluka, lalu ia
mengambil sebuah pisau dan memotong urat nadi tangannya, lalu darah terus
mengalir hingga ia mati. Allah Swt. berfirman, "Hamba-Ku mendahului
(izm)-Ku terhadap dirinya, Aku haramkan surga atas dirinya."
B.
Menurut Buku
Tafsir Ayat Ekonomi Muamalah 1 IAIN Syekh Nurjati
Terjemahan
Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
di antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepada kalian. Dan baranng siapa berbuat demikian dengan
melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka.
Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Tafsir
Allah SWT
melarang hamba-hambaNya yang mukmin untuk memakan harta sesamanya dengan cara
yang bathil dan cara-cara mencari keuntungan yang tidak sah dan mealanggar
syari’at seperti riba, perjudian dan yang serupa dengan itu dari macam-macam
tipu daya yang tampak seakan-akan sesuai dengan hukum syari’at, tetapi Allah
mengetahui bahwa apa yang dilakukan itu hanya suatu tipu muslihat dari sieplaku
untuk menghindari ketentuan hukum yang telah digariskan oleh syari’at Allah.
Misalnya sebagaimana digambarkan oleh Ibnu Abbas s.r. menurut riwayat Ibnu
Jarir seorang membeli dari kawannya sehelai baju dengan syarat bila ia tidak
menyukainya dapat mengembalikannya dengan tambahan satu dirham diatas harga
pembeliannya.
Allah
mengecualikan dari larangan ini pencaharian harta dengan jalan perniagaan yang
dilakukan atas dasar suka sama suka oleh kedua belah pihak yang bersangkutan.
Bersandar
kepada ayat ini, Imam Syafi’ie berpendapat bahwa jual beli tidak sah menurut
syari’at melainakan jika disertai dengan kata-kata yang menandakan persetujuan,
sedang menurut Imam Malik, Abu Hanifah dan Imam Ahmad cukup dengan dilakukannya
serah terima barang. Karena perbuatan yang demikian itu sudah dapat menandakan
persetujuan dan suka sama suka. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Maimun bin
Muhran bahwa Rasulullah SAW bersabda: “jual beli hendaklah berlaku dengan rela
dan suka sama suka dan pilihan sesudah tercapai persetujuan dan tidaklah halal
bagi seorang muslim menipu sesama mulsimnya”. Dan bersabda Rasullah SAW menurut
riwayat Bukhari dan Muslim: “bila berlaku jual beli antara dua orang, maka
masing-masing berhak membatalkan atau meneruskan transaksi selama mereka belum
berpisah.
Allah SWT juga
berfirman dalam ayat ini:”janganlah kamu membunuh dirimu” dengan melanggar
larangan Allah, berbuat maksiat-maksiat dan memakan harta sesamamu dengan cara
bathil dan curang. Sesungguhnya Allah maha penyayang bagimu dalam apa yang
diperintahakan dan dilarang bagimu.
Sehubungan
dengan soal bunuh diri dalam ayat ini, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibnu
Jubair bahwa Amer Ibnul Assh bercerita tentang dirinya tatkal diutus oleh
Rasulullah kesuatu tempat, pada suatu malam yang sangat dingin ia telah
berihitilam ( mengeluarkan mani ketika tidur) dan tanapa bermandi jenabat, ia
mengimami shalat subuh bersam sahabat-sahabatnya. Dan tatkala hal itu didengar
oleh Rasulullah bertanyalah beliau kepadanya: “ hai Amer, engkau telah
melakukan shalat subuh denganshabat-sahabatmu sedang engkau dalam keadaan junub
(belum mandi jenabat)?”.
Maka berkata
Amer, “Ya Rasulullah aku telah berikhtilam pada malam yang sangat dingin itu,
dan aku khawatir bila aku mandi jenabat akan matilah aku, maka teringat olehku
firman Allah “janganlah kamu membunuh dirimu” lalu bertayamumlah aku, kemudian
bershalat bersama sahabat-sahabatku”. Mendengar kata-kata Amer itu tertawalah
Rasulullah tanpa mengucapkan sesuatu.
Dalam lanjutan ayat 29
“dan janganlah kamu bunuh diri-diri kamu”. Diantara harta dengan diri atau
dengan jiwa, tidaklah bercerai-tanggal. Orang mencari harta untuk melanjutkan
hidup. Maka selain kemakmuran harta benda hendaklah pula terdapat kemakmuran
atau keamanan jiwa sebab itu disamping menjauhi memakan harta kamu dengan
bathil, janganlah terjadi pembunuhan. Tegasnya janganlah berbunuhan karena
sesuap nasi. Jangan kamu bunuh diri-diri kamu. Sdegala harta benda yang ada,
pada hakikatnya adalah harta kamu. Segala nyawa yang adapun, adalah pada
hakikatnya nyawa kamu. Diri orang itu pun diri kamu.
Asbabun Nuzul
Menurut riwayat Ibnu
Jarir ayat ini turun dikarenakan masyarat muslim Arab pada saat itu memakan
harta sesamanya dengan cara yang bathil, mencari keuntungan dengan cara yang
tidak sah dan melakukan bermacam-macam tipu daya yang seakan-akan sesuai dengan
hukum syari’at. Misalnya sebagaimana digambarkan oleh Ibnu Abbas menurut
riwayat Ibnu Jarir seorang membeli dari kawannya sehelai baju dengan syarat
bila ia tidak menyukainya dapat mengembalikannya dengan tambahan satu dirham
diatas harga pembeliannya. Padahal seharusnya jual beli hendaklah dilakukan
dengan rela dan suka sama suka tanpa harus menipu sesama muslimnya.
Mufrodat
·
تِجَرَة = Perniagaan
·
بَيْع = Jual beli
·
ذِكْر = mengingat
·
وَالْأَبْصَر = dan penglihatan menjadi goncang.
Disisi lain banyak beberapa tambahan
mengenai penafsiran surat Annisa ayat 29 ini, yaitu:
Makna umum ayat
Ayat ini menerangkan hukum transaksi
secara umum, lebih khusus kepada transasksi, perdagangan, bisinis jual beli. Dalam
ayat ini Allah mengharamkan orang beriman untuk memakan, memanfaatkan
menggunakan, (dan segala bentuk transaksi lainnya) harta orang lain dengan
jalan yang bathil, yaitu yang tidak dibenarkan oleh syari’at. Kita boleh
melakukan transaksi terhadap harta orang lain dengan jalan perdagangan dengan
asas saling ridha, saling ikhlas. Dan
dalam ayat ini Allah juga melarang untuk bunuh diri, baik membunuh diri
sendiri maupun saling membunuh. Dan Allah menerangkan semua ini, sebagai wujud
dari kasih sayang-Nya, karena Allah itu maha kasih sayang kepada kita.
Penjelasan dan Hikmah
a)
Transaksi harta
dibahas begitu rinci dalam islam, karena
·
sebagaimana
kita ketahui, harta adalah ruh kehidupan bagi siapapun dan kapanpun. Kalau
tidak dibuat aturan main dengan benar, pasti akan timbul permusuhan, padahal
islam tidak menginginkan pertumpahan darah hanya karena harta. Karena itu dalam
perdagangan ini islam mengaturnya agar satu sama lain bisa hidup berdampingan
secara rukun.
·
Hakekat harta
ini pada dasarnya adalah hak bersama. Sehingga setiap individu punya hak untuk
mendpatkannya dan mengeloalnya. Asal dengan landasan adil dan kerelaan, jauh
dari kedzaliman, manipulasi, kebohongan, kecurangan dan paksaan.
b)
Islam itu bukan
liberal kapitalis, yaitu sebuah sistem perekonomian yang sekarang ini
dilaksanakan oleh barat, diaman mereka memberikan kekuasaan mutlak kepada
individu untuk mengeruk harta kekayaan alam semesta ini tanpa memperhatikan
asas keadilan, kebersamaan dan kerelaan.
c)
Islam adalah
sebuah sistem, manhaj, jalan kehidupan yang sangat lengkap, komprehensif,
universal.
d)
Dalam islam ada
teori kepemilikan, yaitu manusia itu diberi oleh Allah hak kepemilikan harta.
e)
Sistem ekonomi
islam itu sunggih luar biasa. Sebuah sistem yang mendasarkan kepada nilai-nilai
kemanusiaan, keadilan, kebersamaan, kejujuran, jauh dari kedzaliamn dan riba.
f)
Menyadari hal
itu, maka anak kita perlu kita didik setinggi-tingginya, disamping dasar
keimanan dan keislaman yang kuat, anak juga perlu menguasai ilmu-ilmu dunia.
g)
Pada ayat ini
(An-nissa : 29) adalah merupakan salah satu gamabaran kecil dari kesempurnan islam,
dimana islam menegaskan bahwa kita diajari oleh Allah bagaimana berbisnis
dengan benar.
h)
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ Yang
diseru adalah orang-orang yang beriman karena yang mau sadar, mau tunduk, mau
berubah, mau ikut aturan itu adalah orang beriman.
i)
Perlu difahami,
bahwa tidak ada hubungan secara langsung antara kekayaan dengan rajinnya shalat
seseorang. Secara dhahir kerja adalah salah satu wasilah untuk mendapatkan
kekayaan, namun shalat itu juga sebagai kewajiban seorang hamba yang beriman,
dan Allah sudah menetukan ketentuannya yaitu barang siapa yang kerja maka dia
akan dapat hasil. Adapun soal keberkahan itu adalah dari Allah.
j)
لَا تَأۡكُلُوٓا Kita dilarang
oleh Allah, padahal larangan itu menunjukkan haram kecuali ada dalil, sedang
untuk ayat ini tidak ada dalil lain.
k)
Meskipun yang
disebutkan disini hanya “makan”, tetapi yang dimaksud adalah segala bentuk
transaksi, baik penggunaan maupun pemanfaatan.
l)
أَمۡوَٰلَكُم (harta
kalian). Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya harta adalah milik umum,
kemudian Allah memberikan hak legal kepada pribadi untuk memiliki dan
menguasainya.
m)
إِلَّآ
أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً: ini adalah dzikrul
juz likul. Artinya menyebut sebagian untuk seluruhnya, karena umunya harta
itu didapatkan dengan transaksi jual beli (perdagangan) yang didalamnya terjadi
transasksi timbal balik.
n)
Para ulama
mengatakan bahwa jual beli itu harus dilandasi dengan keikhlasan dan keridhoan.
o)
Penyebutan
transaksi perdagangan (bisnis) secara tegas dalam ayat ini menegaskan keutamaan
berbisnis atau berdagang.
p)
وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ
أَنفُسَكُمۡۚ (jangan saling membunuh), apa hubungannya dengan bisinis? Sanagat
berhubungan. Dalam bisnis sering terjadi permusuhan.
q)
إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ
بِكُمۡ رَحِيمٗا ( sesungguhnya Allah itu
maha kasih sayang kepada kalian), diantaranya dengan memberikan penjelasan
kepada manusia tentang sistem transaksi harta, agar manusia bisa hidup
berdampingan, jauh dari permusuhan apalagi sampai bunuh-bunuhan hanya karna
persaingan dagang.
No comments:
Post a Comment