Nama : Kanesih (1414231060)
Jurusan/Semester : Perbankan Syariah 2/4
Mata Kuliah : Tafsir Ayat Ekonomi
Perpindahan Harta
dan Perputaran Wajib
(Surah
al-Baqarah, 2: 196)
(#qJÏ?r&ur ¢kptø:$# not÷Kãèø9$#ur ¬! 4 ÷bÎ*sù öNè?÷ÅÇômé& $yJsù uy£øtGó$# z`ÏB Äôolù;$# ( wur (#qà)Î=øtrB óOä3yrâäâ 4Ó®Lym x÷è=ö7t ßôolù;$# ¼ã&©#ÏtxC 4 `uKsù tb%x. Nä3ZÏB $³ÒÍ£D ÷rr& ÿ¾ÏmÎ/ ]r& `ÏiB ¾ÏmÅù&§ ×ptôÏÿsù `ÏiB BQ$uϹ ÷rr& >ps%y|¹ ÷rr& 77Ý¡èS 4 !#sÎ*sù ÷LäêYÏBr& `yJsù yìGyJs? Íot÷Kãèø9$$Î/ n<Î) Ædkptø:$# $yJsù uy£øtGó$# z`ÏB Äôolù;$# 4 `yJsù öN©9 ôÅgs ãP$uÅÁsù ÏpsW»n=rO 5Q$r& Îû Ædkptø:$# >pyèö7yur #sÎ) öNçF÷èy_u 3 y7ù=Ï? ×ou|³tã ×'s#ÏB%x. 3 y7Ï9ºs `yJÏ9 öN©9 ô`ä3t ¼ã&é#÷dr& ÎÅÑ$ym ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tptø:$# 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇÊÒÏÈ
Artinya:
196. dan sempurnakanlah ibadah haji
dan 'umrah karena Allah. jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena
sakit), Maka (sembelihlah) korban[120] yang mudah didapat, dan jangan kamu
mencukur kepalamu[121], sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. jika
ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur),
Maka wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu: berpuasa atau bersedekah atau
berkorban. apabila kamu telah (merasa) aman, Maka bagi siapa yang ingin
mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia
menyembelih) korban yang mudah didapat. tetapi jika ia tidak menemukan
(binatang korban atau tidak mampu), Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa
haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh
(hari) yang sempurna. demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang
yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang
bukan penduduk kota Mekah). dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa
Allah sangat keras siksaan-Nya.
[120] Yang dimaksud dengan korban di
sini ialah menyembelih binatang korban sebagai pengganti pekerjaan wajib haji
yang ditinggalkan; atau sebagai denda karena melanggar hal-hal yang terlarang
mengerjakannya di dalam ibadah haji.
[121] Mencukur kepala adalah salah
satu pekerjaan wajib dalam haji, sebagai tanda selesai ihram.
Menurut Tafsir al-Mishbah, karangan
M. Quraish Shihab. Menafsirkan surat al-Baqarah ayat 196 adalah sebagai
berikut:
Setelah menjelaskan hukum mereka yang berjihad,
khususnya dalam kaitannya dengan bulan Haram yang diuraikan dalam konteks haji
dan umrah, ayat berikut masih berbicara tentang hukum yang juga dituntut agar
dilaksanakan pada bulan Haram yang berintikan uraian mengenai haji. Bahkan
ayat-ayat berikut merupakan salah satu ayat yang merinci dengan jelas hukum dan
adab haji.
Ayat-ayat berikut dapat juga
dihubungkan dengan ayat-ayat sebelumnya dari sisi persamaan dalam upaya jihad.
Peperangan adalah jihad keluar guna memelihara kesatuan umat dan agama,
sedangkan haji adalah jihad ke dalam jiwa untuk memelihara kepribadian dan
menjalin persatuan umat. Selanjutnya tidak dapat disangkal bahwa perintah
berperang pada ayat-ayat yang lalu antara lain dimaksudkan agar kaum muslimin
terhindar dari agresi yang menyebabkan mereka tidak dapat berkunjung
melaksanakan haji dan atau umrah. Sekali lagi, menjadi sangat wajar jika
ayat-ayat yang menyusulnya adalah ayat-ayat yang berbicara tentang hukum-hukum haji
dan umrah.
Haji dan umrah dikenal sebelum
kehadiran Nabi Muhammad saw. Keduanya adalah ibadah yang diajarkan Nabi Ibrahim
as. Beliaulah yang diperintah Allah mengumandangkannya (QS. Al-Hajj [22]: 27).
bÏir&ur Îû Ĩ$¨Y9$# Ædkptø:$$Î/ qè?ù't Zw%y`Í 4n?tãur Èe@à2 9ÏB$|Ê úüÏ?ù't `ÏB Èe@ä. ?dksù 9,ÏJtã ÇËÐÈ
27. dan berserulah kepada
manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan
berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus[984] yang datang dari segenap
penjuru yang jauh,
[984] Unta yang kurus menggambarkan
jauh dan sukarnya yang ditempuh oleh jemaah haji.
Tetapi sebagian dari praktek-praktek
haji dan umrah ketika itu, sungguh menyimpang dari tuntunan Allah yang telah
disampaikan oleh bapak para nabi itu, Ibrahim as. Dari sini, Allah memerintahkan
untuk menyempurnakan kedua macam ibadah itu.
Nanti apabila engkau berhasil
mengalahkan kaum musyrikin Mekah serta menguasai dan memasuki kota Mekah,
ketika itu sempurnahkanlah ibadah haji dan umrah dengan jalan melakukan
segala sesuatu yang berkaitan dengan syarat, rukun dan sunnahnya. Laksanakanlah
hal-hal tersebut karena Allah. Kini atau suatu saat di masa depan
walaupun ini diragukan – sebagaimana dipahami dari kata in yang berarti jika
yakni – jika kamu terkepung sehingga kamu tidak dapat
melaksanakannya dengan sempurna, maka sembelihlah kurban yang sangat mudah
didapat, sehingga dengan demikian kamu terbebaskan dari denda akibat
membatalkan niat dan amalan haji dan umrah, dan jangan kamu mencukur rambut
kepala kamu selama kamu dalam keadaan berihram haji atau umrah sebelum
kurban sampai di tempat penyembelihannya, yakni di tempat kamu terhalangi
atau di Mina, atau sekitarnya. Jika ada di antara kamu, wahai yang
melaksanakan ibadah haji atau umrah, yang sakit yang diharapkan dengan
bercukur dia dapat sembuh, atau ada gangguan di kepalanya karena kutu
atau gangguan apapun, lalu ia bercukur, maka wajiblah atasnya akibat
bercukur atau berobat itu berfidyah, yaitu berpuasa selama tiga hari atau
bersedekah makanan untuk enam orang miskin atau berkurban dengan
menyembelih seekor kambing. Apabila kamu telah merasa aman karena tidak
lagi terkepung atau telah sembuh dari gangguan sebelumnya, maka bagi siapa
yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji, maka wajiblah ia menyembelih
seekor kurban yang mudah didapat, yakni seekor kambing sebagai imbalan
dari kemudahan yang diperolehnya, yaitu tidak harus berada dalam keadaan
berihram sampai selesai ia berhaji. Tetapi jika ia tidak menemukan karena
tidak ada atau tidak mampu memiliki kurban, maka dia wajib berpuasa
tiga hari dalam masa haji sebelum wukuf di Arafah dan tujuh hari lagi
apabila kamu telah pulang kembali ke kampung halaman kamu. Itulah, yakni
tiga tambah tujuh, sepuluh yang sempurna. Demikian itu kewajiban
membayar fidyah bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada di Mesjid
al-Haram, yakni yang jarak antara tempat tinggalnya dengan tanah Haram
sejauh jarak yang diperbolehkan melakukan shalat safar atau sekitar 86 km. Bertakwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.
Kata (اتّموا) atimmu / sempurnakanlah oleh sementara
ulama dipahami dalam arti, “laksanakanlah masing-masing dengan sempurna,
sehingga tidak ada salah satu unsurnya pun yang tersisa.” Perintah ini dipahami
oleh sementara ulama dalam arti perintah melaksanakan keduanya sebagaimana
ditetapkan syariat, dan dengan demikian hukum haji dan umrah adalah wajib. Ada
juga yang memahami perintah penyempurnaan itu dalam arti, “Sempurnakanlah
keduanya sesuai dengan apa yang seharusnya dilaksanakan dalam kegiatan umrah
dan haji.” Redaksi tersebut menurut pendapat ini tidak berbicara tentang hukum
pelaksanaan haji dan umrah dari segi syariat, apakah wajib atau sunnah, tetapi yang
dituntut hanya kesempurnaan pelaksanaan keduanya sebaik mungkin. Betapapun
perbedaan itu terjadi, yang pasti ialah ibadah haji adalah wajib bagi setiap
muslim yang mampu, sekali seumur hidup. Nabi Muhammad saw pun hanya sekali
berhaji, sedang ibadah umrah, hukumnya diperselisihkan ulama, ada yang
menilainya wajib dan ada juga yang berpendapat hukumnya hanya sunnah. Nabi saw
melaksanakan umrah sebanyak empat kali.
Haji dan umrah itu dituntut agar
dilaksanakan karena Allah (اللّه) lillah, walaupun
semua ibadah harus dilaksanakan karena Allah, namun ditemukan bahwa dari kelima
rukun Islam hanya haji yang digarisbawahi dengan kata lillah, seperti di
surat al-Imran [3]: 97.
ÏmÏù 7M»t#uä ×M»uZÉit/ ãP$s)¨B zOÏdºtö/Î) ( `tBur ¼ã&s#yzy tb%x. $YYÏB#uä 3 ¬!ur n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó$# Ïmøs9Î) WxÎ6y 4 `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ç`tã tûüÏJn=»yèø9$# ÇÒÐÈ
97. padanya terdapat tanda-tanda
yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim[215]; Barangsiapa memasukinya
(Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia
terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah[216].
Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya
(tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
[215] Ialah: tempat Nabi Ibrahim
a.s. berdiri membangun Ka'bah.
[216] Yaitu: orang yang sanggup
mendapatkan perbekalan dan alat-alat pengangkutan serta sehat jasmani dan
perjalananpun aman.
Ini disebabkan kaena pada masa
Jahiliah kaum musyrikin melaksanakannya untuk aneka tujuan yang tidak sejalan
dengan tuntunan Allah, mungkin saja dengan maksud berdagang semata-semata, atau
sekadar berkumpul bersama. Hal ini masih dapat terjadi di kalangan sebagian
jemaah haji hingga kini. Oleh karena itu, pesan tersebut menjadi sangat penting
dan amat berarti, apalagi telah menjadi kebiasaan umat Islam untuk memberi
gelar haji bagi yang telah melaksanakannya, berbeda dengan ibadah-ibadah wajib
lainnya. Gelar yang disandang itu dapat menjadi salah satu faktor yang
mengalihkan seseorang dari tujuan lillah itu. Walau pada saat yang sama
harus diakui, bahwa gelar itu dapat juga menjadi perisai bagi penyandangnya
terhadap aktivitas yang tidak sejalan dengan ajaran haji.
Ayat ini disepakati ulama turun pada
tahun keenam Hijrah sebelum stabilnya keadaan keamanan di Mekah dan sekitarnya.
Sementara ulama berpendapat bahwa pelaksanaan haji baru dilaksanakan pada tahun
ke sembilan Hijrah, padahal perintah melaksanakannya telah turun jauh sebelum
itu. Karena itu wajar jika Allah memberi petunjuk bagaimana melaksanakannya
dalam keadaan terhalang atau tidak stabil. Tuntutan yang dimaksud adalah jika
kamu terkepung, yakni terhalang semata-mata oleh musuh, bukan hal lain yang
menghalangi. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i, sedang menurut ulama lain, di
samping terhalang oleh musuh juga karena dihalangi oleh hal-hal lain seperti
sakit, atau kekurangan biaya, atau alasan apapun, setelah kamu telah berniat
melaksanakannya. Maka untuk membatalkan niatmu dan memungkinkan kamu
terbebaskan dari larangan-larangan ihram, maka sembelihlah seekor kurban
yang mudah di dapat di tempat kamu terhalang, baik unta, sapi, kambing,
atau domba.
Yang terakhir dilaksanakan atau
tanda selesainya ibadah haji dan atau umrah adalah menggunting beberapa helai
rambut bagi pria dan wanita, atau mencukur seluruh rambut kepala bagi pria.
Yang terhalang melaksanakan ibadah haji atau umrah diperingatkan agar jangan
kamu mencukur rambut kepalamu sedikit atau banyak sebelum kurban
yang akan kamu sembelih sampai di tempat penyembelihannya, yakni di tempat
kamu terhalangi, menurut mayoritas ulama, atau disekitar Mesjid al-Haram dengan
mengirimnya ke sana, menurut mazhab Abu Hanifah. Setelah itu barulah kamu
diperkenankan bercukur, dan saat itu kamu terbebaskan dari larangan-larangan
ihram sebelumnya.
Tetapi jika ada di antara kamu
yang sakit, seperti luka atau ada gangguan di kepalanya akibat
penyakit atau kutu dan semacamnya yang mengharuskan ia bercukur, lalu ia
bercukur, maka wajiblah atasnya membayar fidyah, yakni imbalan atas
ditinggalkannya suatu aktivitas yang mulia, yaitu berpuasa tiga hari, atau
bersedekah dengan memberi makan enam orang miskin, atau berkurban dengan
menyembelih seekor kambing.
Setelah menjelaskan cara
menyelesaikan atau memutus ibadah haji akibat keterhalangan, lanjutan ayat di
atas menjelaskan cara menyelesaikan ibadah haji atau umrah dalam keadaan normal
dan aman, yaitu dengan Firman-Nya: “Apabila kamu telah merasa aman, maka
bagi siapa yang ingin mengerjakan haji tamattu’,” yakni mengerjakan umrah
sebelum haji di dalam satu bulan haji sehingga memungkinkan ia
bertahallul/melepaskan pakaian ihram dan terbebaskan dari larangan-larangannya,
maka wajiblah ia menyembelih satu kurban yang mudah didapat, yakni
kambing. Tetapi jika ia tidak menemukan binatang kurban atau tidak mampu
membelikan, maka ia wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji, sebainya
tanggal 6, 7 dan 8 Dzulhijjah, dan boleh juga setelah selesai semua amalan haji
dan sebelum kembali ke kampung halaman, dan ditambah lagi dengan tujuh
hari apabila kamu telah pulang kembali ke kampung halamanmu.
Kata tujuh digunakan juga
oleh bahasa al-Qur’an dalam arti banyak, bukan sekadar dalam arti angka
yang di atas enam dan di bawah delapan. Agar kata tujuh tidak dipahami dalam
arti banyak, dan agar yang berpuasa tidak merasa hajinya berkurang karena tidak
membayar fidyah tetapi berpuasa, maka kemungkinan kesalahpahaman itu dihindari
dengan menegaskan, bahwa itulah, yakni tiga hari selama di Mekah
ditambah tujuh setelah kembali ke tempat kediaman, berjumlah sepuluh yang
sempurna, tidak kurang nilainya daripada fidyah yang lain, serta tidak
kurang pula dari pengalaman cara berhaji yang lain yang diizinkan Allah. Yakni
Ifrad dan Qiran. Demikian itulah kewajiban membayar fidyah akibat
melaksanakan haji tamatu’ bagi orang-orang yang keluarganya tidak bertempat
tinggal di sekitar Mesjid al-Haram, yakni orang-orang yang bukan penduduk
kota Mekah.
Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya. Perintah bertakwa yang disusul dengan
perintah untuk mengetahui, mengisyaratkan bahwa takwa dapat diperoleh melalui
pengetahuan, dan ini pada gilirannya menuntut calon-calon jemaah haji agar
berbekal pengetahuan, karena tujuan akhir dari pelaksanaan ibadah haji adalah
memantapkan takwa, bukan praktek lahiriah ibadahnya. Praktek-praktek lahiriah itu
pada hakikatnya merupakan lambang-lambang yang mengandung makna-makna ketakwaan
yang sangat dalam.
Perintah bertakwa yang merupakan
upaya sungguh-sungguh menghindari siksa dan sanksi Allah juga menjadi perlu,
karena beraneka ragamnya perintah dan larangan dalam pelaksanaan ibadah haji.
Sebagian dapat terjangkau maknanya oleh nalar orang kebanyakan dan sebagian
lainnya tidak demikian. Di sisi lain, waktunya yang berkepanjangan memberi
peluang lahirnya godaan-godaan nafsu dan setan, apalagi ibadah tersebut
dilaksanakan di daerah yang terbatas wilayahnya dan dalam iklim yang seringkali
tidak bersahabat. Di tambah lagi dengan keterlibatan sekian banyak manusia yang
sangat beragam jenis, warna kulit, tingkat pengetahuan, kemampuan, dan status
sosialnya.
Menurut Tafsir al-Azhar, karangan
Prof. Dr. Hamka. Menafsirkan surat al-Baqarah ayat 196 adalah sebagai berikut:
Sekarang Nabi saw diberi wahyu buat
memimpin kaum yang beriman untuk mengerjakan haji. Perhatikanlah bagaimana
halus susunan perintah. Sebelum pimpinan tentang ibadah haji, terlebih dahulu
diterangkan dari hal puasa. Tetapi sebelum datang perintah puasa terlebih
dahulu diperingatkan supaya kaum yang beriman memakan makanan yang baik. Kelak
setelah mengerjakan puasa akan pentinglah perasaan makanan yang baik itu bagi
pembentukan takwa kepada Allah. Dan sehabis perintah tentang puasa dengan
menyuruh menyempurnakan bilangan hari dan mengucapkan Takbir kepada Allah,
selesailah puasa dan datanglah bulan Syahwal. Apabila bulan Syawal telah
datang, orang yang beriman telah masuk ke dalam bulan haji. Sebab itu maka
fikiran orang yang mu’min mulailah terhadap kepada ibadah yang mulia itu. Mulai
saja fikiran itu timbul, diperingatkan lagi tentang harta. Kalau dahulu
diperingatkan hendaklah memakan makanan yang halal dan baik, yang baik-baik dan
yang pantas sebagai makanan orang yang beriman, maka sebelum memikirkan soal
haji diperingatkan sekali supaya janganlah memakan harta kamu di antara kamu
dengan jalan salah, sehingga sampai berlarut-larut ke muka hakim, karena hendak
memakan harta manusia dengan dosa. Ini semuanya ada hubungannya dengan ibadah
yang sesuci itu, jangan harta benda dan perbelanjaan yang akan engkau pakai ke
sana engkau dapat dari jalan yang salah.
Dan seketika orang bertanya tentang
apa sebab bulan itu mulalah sebagai benang kecilnya, kemudian purnama dan
kemudian kecil lagi. Rasulullah saw telah disuruh menjawab dengan menerangkan
hubungan hitungan bulan dengan perhitungan ibadah-ibadah dan haji. Setelah itu
datanglah perintah keizinan berperang, guna mempertahankan diri jika diserang
musuh dalam mengerjakan haji ke Masjidil Haram. Selesai itu semuanya, barulah
Allah menjelaskan tentang haji itu sendiri dengan ayat ini:
“Dan sempurnakan haji dan umrah
itu karena Allah.” Oleh sebab terlebih dahulu telah banyak dibicarakan soal
haji, maka ayat ini telah menyebutkan “sempurnakanlah.” Berbeda dengan
perintah puasa yang ditentukan bulannya, yaitu Ramadhan, bulan turunnya
al-Quran. Dan lagi ibadah haji telah ada sejak Nabi Ibrahim sehingga walaupun
dalam suasana yang demikian hebat pertentangan Tauhid dengan yang masih
musyrik, namun hal itu tetap dikerjakan oleh seluruh suku-suku Arab. Sebab itu
maka dengan kata “sempurnakanlah”, maka syariat Muhammad saw tinggal
mengakui dan menyempurnakan saja. Disempurnakan, ialah dengan jalan
membersihkan niat ketika mengerjakannya , yaitu karena i’tikad Tauhid terhadap Allah.
Karena dari sebab itulah dahulu kala Ibrahim diperintah Tuhan memulai ibadah
haji itu, supaya dibersihkan daripada segala tambahan-tambahan yang dibuat di
belakang, sehingga telah berkacau-balau diantara pusaka Ibrahim yang suci
bersih dengan pemujaan kepada berhala-berhala. Dan sempurnakanlah pula segala
amalannya yang zahir, yang disebut sekaliannya manasik haji, jangan ada
yang ketinggalan.
Menurut Sufyan as-Tsauri,
menyempurnakan haji dan umrah ialah sempurnakan tujuan ke sana, jangan
dicampurkan dengan tujuan lain. Jadi kalau menurut beliau janganlah naik haji
atau umrah itu tersambil. Misalnya pergi ke Eropah, lalu singgah ke Makkah,
karena kebetulan bertepatan dengan musim haji, sedang niat pertama bukan ke
sana.
Menurut Ibnu Habil, menyempurnakan
haji dan umrah artinya ialah supaya masing-masing, baik haji atau umrahnya
kerja dengan ifrad (tersendiri) jangan dengan tamattu’, jangan qiran.
Menurut Muqatil menyempurnakan haji
dan umrah ialah bersihkan, jangan campurkan yang tidak pantas bagi keduanya.
Dan kata setengah ulama lagi menyempurnakan haji dan umrah ialah supaya nafkah
perbelanjaan untuknya dari harta yang halal dan baik.
Haji dan umrah yang telah dijadikan
syariat Islam, lanjutan pusaka Ibrahim itulah yang disuruh Tuhan dengan
perantaraan NabiNya supaya disempurnakan zahir batinnya. Rukun batin ialah niat
yang ikhlas dan tidak ria. Rukun yang zahir ialah sekalian manasiknya. Kemudian
dilanjutkan lagi: “Tetapi jika kamu dihalangi, maka kirimlah kurban sedapatnya.”
Artinya kamu telah pergi naik haji, rumahmu telah engkau tinggalkan dan engkau
telah berihram di tempat miqat, tiba-tiba seketika akan masuk ke Makkah datang
saja halangan, maka hendaklah kamu kirimkan binatang kurban, yang di dalam ayat
disebut hadyu dan dalam istilah haji disebut dam, artinya darah.
Kirimkan dam itu ke Makkah, untuk makanan fakir-miskin di sana. Disebut disini
yang sedapatnya, sekurang-kurangnya ialah seekor kambing, tetapi kalau
sanggup lebih adalah lebih baik, seumpama lembu, kerbau dan unta.
“Dan jangan kamu cukur kepalamu
hingga sampai kurban itu ke penyembelihan.” di Makkah. Artinya tunggulah
dahulu berita dari sana, apakah binatang itu sudah sampai dan sudah disembelih,
barulah kamu cukur kepalamu, tahallul namanya; sebagai alamat bahwa kamu
tidak jadi berhaji atau berumrah karena ada halangan.
“Maka barangsiapa yang sakit atau
ada gangguan di kepalanya,” sehingga rambut di kepalanya dicukur atau
digunting atau terpaksa jatuh rambut dengan diketahui, “maka berfidyahlah
dengan puasa atau sedekah atau kurban.” Hadits Nabi menerangkan bahwa
puasanya itu tiga hari. Atau boleh diganti dengan memberikan makanan satu
gantang Madinah yang memuat 16 rathal, bagikan kepada enam orang miskin.
Atau membayar dam seekor kambing. Boleh dilakukan mana yang sanggup.
“Tetapi apabila kamu telah aman” halangan
ke Makkah tidak ada lagi, dan kalau sakit sekarang telah sembuh, niscaya wajib haji
datang lagi dan kamupun pergilah naik haji, “lalu siapa yang
bersenang-senang dengan umrah kepada haji, maka hendaklah dibayarnya kurban
sedapatnya.”
Ini disebut haji bersenang-senang
dan telah dikenal oleh orang yang telah mempelajari Fiqh berkenaan dengan haji
dan orang yang telah pernah mengerjakan haji dengan nama haji Tamattu’.
“Tetapi barangsiapa yang tidak
mendapat,” yaitu tidak dapat membayar dam dengan sekurang-kurangnya
seekor kambing, karena memisahkan diantara haji dengan senang-senang selesai
sebuah-sebuah, “Maka hendaklah dia puasa tiga hari ketika haji dan tujuh
hari apabila telah kembali kamu.” Yaitu ke kampung halaman. “Itulah
sepuluh hari yang sempurna.” Yang tiga hari dipuasakan sedang mengerjakan
haji, sesudah hari Nahar. Yang tujuh hari lagi dipuasakan apabila telah sampai
di kampung halaman.
“Yang demikian itu ialah
bagi orang yang tidak ada dirinya jadi penduduk Masjidil Haram.” Sebab
kalau penduduk Makkah sendiri, apalah yang mereka susahkan. Mereka kalau hendak
haji memakai pakaian ihram dari Makkah sendiri terus pergi wukuf ke Arafah.
Sedang sekalian penduduk luar Makkah, masuk Makkah sajapun sudah dengan ihram dan
ditentukan pula miqatnya.
Bersabdalah Tuhan: “Dan takwalah
kepada Allah.” Karena maksud yang terutama daripada haji ialah membina
takwa itu, sebagaimana pada perintah yang telah lalu tentang puasa, maksud
puasapun ialah membina takwa. Bahkan potong-memotong kurban atau dam itu, di
dalam Surat 22 (al-Haj) ayat 37 pun telah diterangkan bahwa tidaklah
daging-daging atau darah-darah kurban itu yang akan mencapai Allah. Tetapi yang
akan mencapainya ialah takwa kamu juga. “Dan ketahuilah bahwasanya Allah
adalah sangat berat siksaanNya.”
No comments:
Post a Comment