Thursday, March 17, 2016

Nama : Kanesih (1414231060)
Jurusan/Semester : Perbankan Syariah 2/4
Mata Kuliah : Tafsir Ayat Ekonomi
Perpindahan Harta dan Perputaran Wajib
(Surah al-Baqarah, 2: 196)
(#qJÏ?r&ur ¢kptø:$# not÷Kãèø9$#ur ¬! 4 ÷bÎ*sù öNè?÷ŽÅÇômé& $yJsù uŽy£øŠtGó$# z`ÏB Äôolù;$# ( Ÿwur (#qà)Î=øtrB óOä3yrâäâ 4Ó®Lym x÷è=ö7tƒ ßôolù;$# ¼ã&©#ÏtxC 4 `uKsù tb%x. Nä3ZÏB $³ÒƒÍ£D ÷rr& ÿ¾ÏmÎ/ ]Œr& `ÏiB ¾ÏmÅù&§ ×ptƒôÏÿsù `ÏiB BQ$uŠÏ¹ ÷rr& >ps%y|¹ ÷rr& 77Ý¡èS 4 !#sŒÎ*sù ÷LäêYÏBr& `yJsù yì­GyJs? Íot÷Kãèø9$$Î/ n<Î) Ædkptø:$# $yJsù uŽy£øŠtGó$# z`ÏB Äôolù;$# 4 `yJsù öN©9 ôÅgs ãP$uÅÁsù ÏpsW»n=rO 5Q$­ƒr& Îû Ædkptø:$# >pyèö7yur #sŒÎ) öNçF÷èy_u 3 y7ù=Ï? ×ouŽ|³tã ×'s#ÏB%x. 3 y7Ï9ºsŒ `yJÏ9 öN©9 ô`ä3tƒ ¼ã&é#÷dr& ÎŽÅÑ$ym ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tptø:$# 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇÊÒÏÈ  
Artinya:
196. dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), Maka (sembelihlah) korban[120] yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu[121], sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. apabila kamu telah (merasa) aman, Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.
[120] Yang dimaksud dengan korban di sini ialah menyembelih binatang korban sebagai pengganti pekerjaan wajib haji yang ditinggalkan; atau sebagai denda karena melanggar hal-hal yang terlarang mengerjakannya di dalam ibadah haji.
[121] Mencukur kepala adalah salah satu pekerjaan wajib dalam haji, sebagai tanda selesai ihram.
Menurut Tafsir al-Mishbah, karangan M. Quraish Shihab. Menafsirkan surat al-Baqarah ayat 196 adalah sebagai berikut:
 Setelah menjelaskan hukum mereka yang berjihad, khususnya dalam kaitannya dengan bulan Haram yang diuraikan dalam konteks haji dan umrah, ayat berikut masih berbicara tentang hukum yang juga dituntut agar dilaksanakan pada bulan Haram yang berintikan uraian mengenai haji. Bahkan ayat-ayat berikut merupakan salah satu ayat yang merinci dengan jelas hukum dan adab haji.
Ayat-ayat berikut dapat juga dihubungkan dengan ayat-ayat sebelumnya dari sisi persamaan dalam upaya jihad. Peperangan adalah jihad keluar guna memelihara kesatuan umat dan agama, sedangkan haji adalah jihad ke dalam jiwa untuk memelihara kepribadian dan menjalin persatuan umat. Selanjutnya tidak dapat disangkal bahwa perintah berperang pada ayat-ayat yang lalu antara lain dimaksudkan agar kaum muslimin terhindar dari agresi yang menyebabkan mereka tidak dapat berkunjung melaksanakan haji dan atau umrah. Sekali lagi, menjadi sangat wajar jika ayat-ayat yang menyusulnya adalah ayat-ayat yang berbicara tentang hukum-hukum haji dan umrah.
Haji dan umrah dikenal sebelum kehadiran Nabi Muhammad saw. Keduanya adalah ibadah yang diajarkan Nabi Ibrahim as. Beliaulah yang diperintah Allah mengumandangkannya (QS. Al-Hajj [22]: 27).
bÏiŒr&ur Îû Ĩ$¨Y9$# Ædkptø:$$Î/ šqè?ù'tƒ Zw%y`Í 4n?tãur Èe@à2 9ÏB$|Ê šúüÏ?ù'tƒ `ÏB Èe@ä. ?dksù 9,ŠÏJtã ÇËÐÈ  
27. dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus[984] yang datang dari segenap penjuru yang jauh,

[984] Unta yang kurus menggambarkan jauh dan sukarnya yang ditempuh oleh jemaah haji.
Tetapi sebagian dari praktek-praktek haji dan umrah ketika itu, sungguh menyimpang dari tuntunan Allah yang telah disampaikan oleh bapak para nabi itu, Ibrahim as. Dari sini, Allah memerintahkan untuk menyempurnakan kedua macam ibadah itu.
Nanti apabila engkau berhasil mengalahkan kaum musyrikin Mekah serta menguasai dan memasuki kota Mekah, ketika itu sempurnahkanlah ibadah haji dan umrah dengan jalan melakukan segala sesuatu yang berkaitan dengan syarat, rukun dan sunnahnya. Laksanakanlah hal-hal tersebut karena Allah. Kini atau suatu saat di masa depan walaupun ini diragukan – sebagaimana dipahami dari kata in yang berarti jika yakni – jika kamu terkepung sehingga kamu tidak dapat melaksanakannya dengan sempurna, maka sembelihlah kurban yang sangat mudah didapat, sehingga dengan demikian kamu terbebaskan dari denda akibat membatalkan niat dan amalan haji dan umrah, dan jangan kamu mencukur rambut kepala kamu selama kamu dalam keadaan berihram haji atau umrah sebelum kurban sampai di tempat penyembelihannya, yakni di tempat kamu terhalangi atau di Mina, atau sekitarnya. Jika ada di antara kamu, wahai yang melaksanakan ibadah haji atau umrah, yang sakit yang diharapkan dengan bercukur dia dapat sembuh, atau ada gangguan di kepalanya karena kutu atau gangguan apapun, lalu ia bercukur, maka wajiblah atasnya akibat bercukur atau berobat itu berfidyah, yaitu berpuasa selama tiga hari atau bersedekah makanan untuk enam orang miskin atau berkurban dengan menyembelih seekor kambing. Apabila kamu telah merasa aman karena tidak lagi terkepung atau telah sembuh dari gangguan sebelumnya, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji, maka wajiblah ia menyembelih seekor kurban yang mudah didapat, yakni seekor kambing sebagai imbalan dari kemudahan yang diperolehnya, yaitu tidak harus berada dalam keadaan berihram sampai selesai ia berhaji. Tetapi jika ia tidak menemukan karena tidak ada atau tidak mampu memiliki kurban, maka dia wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji sebelum wukuf di Arafah dan tujuh hari lagi apabila kamu telah pulang kembali ke kampung halaman kamu. Itulah, yakni tiga tambah tujuh, sepuluh yang sempurna. Demikian itu kewajiban membayar fidyah bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada di Mesjid al-Haram, yakni yang jarak antara tempat tinggalnya dengan tanah Haram sejauh jarak yang diperbolehkan melakukan shalat safar atau sekitar 86 km. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.
Kata (اتّموا)  atimmu / sempurnakanlah oleh sementara ulama dipahami dalam arti, “laksanakanlah masing-masing dengan sempurna, sehingga tidak ada salah satu unsurnya pun yang tersisa.” Perintah ini dipahami oleh sementara ulama dalam arti perintah melaksanakan keduanya sebagaimana ditetapkan syariat, dan dengan demikian hukum haji dan umrah adalah wajib. Ada juga yang memahami perintah penyempurnaan itu dalam arti, “Sempurnakanlah keduanya sesuai dengan apa yang seharusnya dilaksanakan dalam kegiatan umrah dan haji.” Redaksi tersebut menurut pendapat ini tidak berbicara tentang hukum pelaksanaan haji dan umrah dari segi syariat, apakah wajib atau sunnah, tetapi yang dituntut hanya kesempurnaan pelaksanaan keduanya sebaik mungkin. Betapapun perbedaan itu terjadi, yang pasti ialah ibadah haji adalah wajib bagi setiap muslim yang mampu, sekali seumur hidup. Nabi Muhammad saw pun hanya sekali berhaji, sedang ibadah umrah, hukumnya diperselisihkan ulama, ada yang menilainya wajib dan ada juga yang berpendapat hukumnya hanya sunnah. Nabi saw melaksanakan umrah sebanyak empat kali.
Haji dan umrah itu dituntut agar dilaksanakan karena Allah (اللّه) lillah, walaupun semua ibadah harus dilaksanakan karena Allah, namun ditemukan bahwa dari kelima rukun Islam hanya haji yang digarisbawahi dengan kata lillah, seperti di surat al-Imran [3]: 97.
ÏmŠÏù 7M»tƒ#uä ×M»uZÉit/ ãP$s)¨B zOŠÏdºtö/Î) ( `tBur ¼ã&s#yzyŠ tb%x. $YYÏB#uä 3 ¬!ur n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó$# Ïmøs9Î) WxÎ6y 4 `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ç`tã tûüÏJn=»yèø9$# ÇÒÐÈ       
97. padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim[215]; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah[216]. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.

[215] Ialah: tempat Nabi Ibrahim a.s. berdiri membangun Ka'bah.
[216] Yaitu: orang yang sanggup mendapatkan perbekalan dan alat-alat pengangkutan serta sehat jasmani dan perjalananpun aman.
Ini disebabkan kaena pada masa Jahiliah kaum musyrikin melaksanakannya untuk aneka tujuan yang tidak sejalan dengan tuntunan Allah, mungkin saja dengan maksud berdagang semata-semata, atau sekadar berkumpul bersama. Hal ini masih dapat terjadi di kalangan sebagian jemaah haji hingga kini. Oleh karena itu, pesan tersebut menjadi sangat penting dan amat berarti, apalagi telah menjadi kebiasaan umat Islam untuk memberi gelar haji bagi yang telah melaksanakannya, berbeda dengan ibadah-ibadah wajib lainnya. Gelar yang disandang itu dapat menjadi salah satu faktor yang mengalihkan seseorang dari tujuan lillah itu. Walau pada saat yang sama harus diakui, bahwa gelar itu dapat juga menjadi perisai bagi penyandangnya terhadap aktivitas yang tidak sejalan dengan ajaran haji.
Ayat ini disepakati ulama turun pada tahun keenam Hijrah sebelum stabilnya keadaan keamanan di Mekah dan sekitarnya. Sementara ulama berpendapat bahwa pelaksanaan haji baru dilaksanakan pada tahun ke sembilan Hijrah, padahal perintah melaksanakannya telah turun jauh sebelum itu. Karena itu wajar jika Allah memberi petunjuk bagaimana melaksanakannya dalam keadaan terhalang atau tidak stabil. Tuntutan yang dimaksud adalah jika kamu terkepung, yakni terhalang semata-mata oleh musuh, bukan hal lain yang menghalangi. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i, sedang menurut ulama lain, di samping terhalang oleh musuh juga karena dihalangi oleh hal-hal lain seperti sakit, atau kekurangan biaya, atau alasan apapun, setelah kamu telah berniat melaksanakannya. Maka untuk membatalkan niatmu dan memungkinkan kamu terbebaskan dari larangan-larangan ihram, maka sembelihlah seekor kurban yang mudah di dapat di tempat kamu terhalang, baik unta, sapi, kambing, atau domba.
Yang terakhir dilaksanakan atau tanda selesainya ibadah haji dan atau umrah adalah menggunting beberapa helai rambut bagi pria dan wanita, atau mencukur seluruh rambut kepala bagi pria. Yang terhalang melaksanakan ibadah haji atau umrah diperingatkan agar jangan kamu mencukur rambut kepalamu sedikit atau banyak sebelum kurban yang akan kamu sembelih sampai di tempat penyembelihannya, yakni di tempat kamu terhalangi, menurut mayoritas ulama, atau disekitar Mesjid al-Haram dengan mengirimnya ke sana, menurut mazhab Abu Hanifah. Setelah itu barulah kamu diperkenankan bercukur, dan saat itu kamu terbebaskan dari larangan-larangan ihram sebelumnya.
Tetapi jika ada di antara kamu yang sakit, seperti luka atau ada gangguan di kepalanya akibat penyakit atau kutu dan semacamnya yang mengharuskan ia bercukur, lalu ia bercukur, maka wajiblah atasnya membayar fidyah, yakni imbalan atas ditinggalkannya suatu aktivitas yang mulia, yaitu berpuasa tiga hari, atau bersedekah dengan memberi makan enam orang miskin, atau berkurban dengan menyembelih seekor kambing.
Setelah menjelaskan cara menyelesaikan atau memutus ibadah haji akibat keterhalangan, lanjutan ayat di atas menjelaskan cara menyelesaikan ibadah haji atau umrah dalam keadaan normal dan aman, yaitu dengan Firman-Nya: “Apabila kamu telah merasa aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan haji tamattu’,” yakni mengerjakan umrah sebelum haji di dalam satu bulan haji sehingga memungkinkan ia bertahallul/melepaskan pakaian ihram dan terbebaskan dari larangan-larangannya, maka wajiblah ia menyembelih satu kurban yang mudah didapat, yakni kambing. Tetapi jika ia tidak menemukan binatang kurban atau tidak mampu membelikan, maka ia wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji, sebainya tanggal 6, 7 dan 8 Dzulhijjah, dan boleh juga setelah selesai semua amalan haji dan sebelum kembali ke kampung halaman, dan ditambah lagi dengan tujuh hari apabila kamu telah pulang kembali ke kampung halamanmu.
Kata tujuh digunakan juga oleh bahasa al-Qur’an dalam arti banyak, bukan sekadar dalam arti angka yang di atas enam dan di bawah delapan. Agar kata tujuh tidak dipahami dalam arti banyak, dan agar yang berpuasa tidak merasa hajinya berkurang karena tidak membayar fidyah tetapi berpuasa, maka kemungkinan kesalahpahaman itu dihindari dengan menegaskan, bahwa itulah, yakni tiga hari selama di Mekah ditambah tujuh setelah kembali ke tempat kediaman, berjumlah sepuluh yang sempurna, tidak kurang nilainya daripada fidyah yang lain, serta tidak kurang pula dari pengalaman cara berhaji yang lain yang diizinkan Allah. Yakni Ifrad dan Qiran. Demikian itulah kewajiban membayar fidyah akibat melaksanakan haji tamatu’ bagi orang-orang yang keluarganya tidak bertempat tinggal di sekitar Mesjid al-Haram, yakni orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah.
Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya. Perintah bertakwa yang disusul dengan perintah untuk mengetahui, mengisyaratkan bahwa takwa dapat diperoleh melalui pengetahuan, dan ini pada gilirannya menuntut calon-calon jemaah haji agar berbekal pengetahuan, karena tujuan akhir dari pelaksanaan ibadah haji adalah memantapkan takwa, bukan praktek lahiriah ibadahnya. Praktek-praktek lahiriah itu pada hakikatnya merupakan lambang-lambang yang mengandung makna-makna ketakwaan yang sangat dalam.
Perintah bertakwa yang merupakan upaya sungguh-sungguh menghindari siksa dan sanksi Allah juga menjadi perlu, karena beraneka ragamnya perintah dan larangan dalam pelaksanaan ibadah haji. Sebagian dapat terjangkau maknanya oleh nalar orang kebanyakan dan sebagian lainnya tidak demikian. Di sisi lain, waktunya yang berkepanjangan memberi peluang lahirnya godaan-godaan nafsu dan setan, apalagi ibadah tersebut dilaksanakan di daerah yang terbatas wilayahnya dan dalam iklim yang seringkali tidak bersahabat. Di tambah lagi dengan keterlibatan sekian banyak manusia yang sangat beragam jenis, warna kulit, tingkat pengetahuan, kemampuan, dan status sosialnya.
Menurut Tafsir al-Azhar, karangan Prof. Dr. Hamka. Menafsirkan surat al-Baqarah ayat 196 adalah sebagai berikut:
Sekarang Nabi saw diberi wahyu buat memimpin kaum yang beriman untuk mengerjakan haji. Perhatikanlah bagaimana halus susunan perintah. Sebelum pimpinan tentang ibadah haji, terlebih dahulu diterangkan dari hal puasa. Tetapi sebelum datang perintah puasa terlebih dahulu diperingatkan supaya kaum yang beriman memakan makanan yang baik. Kelak setelah mengerjakan puasa akan pentinglah perasaan makanan yang baik itu bagi pembentukan takwa kepada Allah. Dan sehabis perintah tentang puasa dengan menyuruh menyempurnakan bilangan hari dan mengucapkan Takbir kepada Allah, selesailah puasa dan datanglah bulan Syahwal. Apabila bulan Syawal telah datang, orang yang beriman telah masuk ke dalam bulan haji. Sebab itu maka fikiran orang yang mu’min mulailah terhadap kepada ibadah yang mulia itu. Mulai saja fikiran itu timbul, diperingatkan lagi tentang harta. Kalau dahulu diperingatkan hendaklah memakan makanan yang halal dan baik, yang baik-baik dan yang pantas sebagai makanan orang yang beriman, maka sebelum memikirkan soal haji diperingatkan sekali supaya janganlah memakan harta kamu di antara kamu dengan jalan salah, sehingga sampai berlarut-larut ke muka hakim, karena hendak memakan harta manusia dengan dosa. Ini semuanya ada hubungannya dengan ibadah yang sesuci itu, jangan harta benda dan perbelanjaan yang akan engkau pakai ke sana engkau dapat dari jalan yang salah.
Dan seketika orang bertanya tentang apa sebab bulan itu mulalah sebagai benang kecilnya, kemudian purnama dan kemudian kecil lagi. Rasulullah saw telah disuruh menjawab dengan menerangkan hubungan hitungan bulan dengan perhitungan ibadah-ibadah dan haji. Setelah itu datanglah perintah keizinan berperang, guna mempertahankan diri jika diserang musuh dalam mengerjakan haji ke Masjidil Haram. Selesai itu semuanya, barulah Allah menjelaskan tentang haji itu sendiri dengan ayat ini:
Dan sempurnakan haji dan umrah itu karena Allah.” Oleh sebab terlebih dahulu telah banyak dibicarakan soal haji, maka ayat ini telah menyebutkan “sempurnakanlah.” Berbeda dengan perintah puasa yang ditentukan bulannya, yaitu Ramadhan, bulan turunnya al-Quran. Dan lagi ibadah haji telah ada sejak Nabi Ibrahim sehingga walaupun dalam suasana yang demikian hebat pertentangan Tauhid dengan yang masih musyrik, namun hal itu tetap dikerjakan oleh seluruh suku-suku Arab. Sebab itu maka dengan kata “sempurnakanlah”, maka syariat Muhammad saw tinggal mengakui dan menyempurnakan saja. Disempurnakan, ialah dengan jalan membersihkan niat ketika mengerjakannya , yaitu karena i’tikad Tauhid terhadap Allah. Karena dari sebab itulah dahulu kala Ibrahim diperintah Tuhan memulai ibadah haji itu, supaya dibersihkan daripada segala tambahan-tambahan yang dibuat di belakang, sehingga telah berkacau-balau diantara pusaka Ibrahim yang suci bersih dengan pemujaan kepada berhala-berhala. Dan sempurnakanlah pula segala amalannya yang zahir, yang disebut sekaliannya manasik haji, jangan ada yang ketinggalan.
Menurut Sufyan as-Tsauri, menyempurnakan haji dan umrah ialah sempurnakan tujuan ke sana, jangan dicampurkan dengan tujuan lain. Jadi kalau menurut beliau janganlah naik haji atau umrah itu tersambil. Misalnya pergi ke Eropah, lalu singgah ke Makkah, karena kebetulan bertepatan dengan musim haji, sedang niat pertama bukan ke sana.
Menurut Ibnu Habil, menyempurnakan haji dan umrah artinya ialah supaya masing-masing, baik haji atau umrahnya kerja dengan ifrad (tersendiri) jangan dengan tamattu’, jangan qiran.
Menurut Muqatil menyempurnakan haji dan umrah ialah bersihkan, jangan campurkan yang tidak pantas bagi keduanya. Dan kata setengah ulama lagi menyempurnakan haji dan umrah ialah supaya nafkah perbelanjaan untuknya dari harta yang halal dan baik.
Haji dan umrah yang telah dijadikan syariat Islam, lanjutan pusaka Ibrahim itulah yang disuruh Tuhan dengan perantaraan NabiNya supaya disempurnakan zahir batinnya. Rukun batin ialah niat yang ikhlas dan tidak ria. Rukun yang zahir ialah sekalian manasiknya. Kemudian dilanjutkan lagi: “Tetapi jika kamu dihalangi, maka kirimlah kurban sedapatnya.” Artinya kamu telah pergi naik haji, rumahmu telah engkau tinggalkan dan engkau telah berihram di tempat miqat, tiba-tiba seketika akan masuk ke Makkah datang saja halangan, maka hendaklah kamu kirimkan binatang kurban, yang di dalam ayat disebut hadyu dan dalam istilah haji disebut dam, artinya darah. Kirimkan dam itu ke Makkah, untuk makanan fakir-miskin di sana. Disebut disini yang sedapatnya, sekurang-kurangnya ialah seekor kambing, tetapi kalau sanggup lebih adalah lebih baik, seumpama lembu, kerbau dan unta.
Dan jangan kamu cukur kepalamu hingga sampai kurban itu ke penyembelihan.” di Makkah. Artinya tunggulah dahulu berita dari sana, apakah binatang itu sudah sampai dan sudah disembelih, barulah kamu cukur kepalamu, tahallul namanya; sebagai alamat bahwa kamu tidak jadi berhaji atau berumrah karena ada halangan.
Maka barangsiapa yang sakit atau ada gangguan di kepalanya,” sehingga rambut di kepalanya dicukur atau digunting atau terpaksa jatuh rambut dengan diketahui, “maka berfidyahlah dengan puasa atau sedekah atau kurban.” Hadits Nabi menerangkan bahwa puasanya itu tiga hari. Atau boleh diganti dengan memberikan makanan satu gantang Madinah yang memuat 16 rathal, bagikan kepada enam orang miskin. Atau membayar dam seekor kambing. Boleh dilakukan mana yang sanggup.
Tetapi apabila kamu telah aman” halangan ke Makkah tidak ada lagi, dan kalau sakit sekarang telah sembuh, niscaya wajib haji datang lagi dan kamupun pergilah naik haji, “lalu siapa yang bersenang-senang dengan umrah kepada haji, maka hendaklah dibayarnya kurban sedapatnya.”
Ini disebut haji bersenang-senang dan telah dikenal oleh orang yang telah mempelajari Fiqh berkenaan dengan haji dan orang yang telah pernah mengerjakan haji dengan nama haji Tamattu’.
Tetapi barangsiapa yang tidak mendapat,” yaitu tidak dapat membayar dam dengan sekurang-kurangnya seekor kambing, karena memisahkan diantara haji dengan senang-senang selesai sebuah-sebuah, “Maka hendaklah dia puasa tiga hari ketika haji dan tujuh hari apabila telah kembali kamu.” Yaitu ke kampung halaman. “Itulah sepuluh hari yang sempurna.” Yang tiga hari dipuasakan sedang mengerjakan haji, sesudah hari Nahar. Yang tujuh hari lagi dipuasakan apabila telah sampai di kampung halaman.
Yang demikian itu ialah bagi orang yang tidak ada dirinya jadi penduduk Masjidil Haram.” Sebab kalau penduduk Makkah sendiri, apalah yang mereka susahkan. Mereka kalau hendak haji memakai pakaian ihram dari Makkah sendiri terus pergi wukuf ke Arafah. Sedang sekalian penduduk luar Makkah, masuk Makkah sajapun sudah dengan ihram dan ditentukan pula miqatnya.
Bersabdalah Tuhan: “Dan takwalah kepada Allah.” Karena maksud yang terutama daripada haji ialah membina takwa itu, sebagaimana pada perintah yang telah lalu tentang puasa, maksud puasapun ialah membina takwa. Bahkan potong-memotong kurban atau dam itu, di dalam Surat 22 (al-Haj) ayat 37 pun telah diterangkan bahwa tidaklah daging-daging atau darah-darah kurban itu yang akan mencapai Allah. Tetapi yang akan mencapainya ialah takwa kamu juga. “Dan ketahuilah bahwasanya Allah adalah sangat berat siksaanNya.” 
   

        



    

No comments:

Post a Comment