Thursday, March 17, 2016

Nama : Melly Rahmawati J
Jurusan/smt : Perbankan Syari’ah 2/4
Mata Kuliah : Tafsir Ayat Ekonomi

RIBA
(Tafsir Q.S Al-Baqarah : 275)
مِنَ الشَّيْطَانُ يَتَخَبَّطُهُ الَّذِي يَقُومُ كَمَا إِلَّا يَقُومُونَ لَا الرِّبَا يَأْكُلُونَ الَّذِينَ  
ۚالْمَسِّ
ۚالرِّبَا وَحَرَّمَ الْبَيْعَ اللَّهُ وَأَحَلَّ ۗالرِّبَا مِثْلُ الْبَيْعُ إِنَّمَا قَالُوا بِأَنَّهُمْ ذَٰلِكَ
عَادَ وَمَنْ ۖاللَّهِ إِلَى وَأَمْرُهُ سَلَفَ مَا فَلَهُ فَانْتَهَىٰ رَبِّهِ مِنْ مَوْعِظَةٌ جَاءَهُ فَمَنْ
خَالِدُونَ فِيهَا هُمْۖ النَّارِ أَصْحَابُ فَأُولَٰئِكَ

Artinya : Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.




Tafsir M. Quraish Shihab
Orang-orang yang melakukan praktek riba, usaha, tindakan dan seluruh keadaan mereka akan mengalami kegoncangan, jiwanya tidak tenteram. Perumpamaannya seperti orang yang dirusak akalnya oleh setan sehingga terganggu akibat gila yang dideritanya. Mereka melakukan itu, sebab mereka mengira jual beli sama dengan riba: sama-sama mengandung unsur pertukaran dan usaha. Kedua-duanya halal. Allah membantah dugaan mereka itu dengan menjelaskan bahwa masalah halal dan haram bukan urusan mereka. Dan persamaan yang mereka kira tidaklah benar. Allah menghalalkan praktek jual beli dan mengharamkan praktek riba. Barangsiapa telah sampai kepadanya larangan praktek riba lalu meninggalkannya, maka baginya riba yang diambilnya sebelum turun larangan, dengan tidak mengembalikannya. Dan urusannya terserah kepada ampunan Allah. Dan orang yang mengulangi melakukan riba setelah diharamkan, mereka itu adalah penghuni neraka dan akan kekal di dalamnya(1). (1) Riba yang dimaksud dalam ayat ini adalah riba jahiliah. Prakteknya berupa pungutan tambahan dari utang yang diberikan sebagai imbalan menunda pelunasan. Sedikit atau banyak hukumnya tetap haram. Imam Ahmad mengatakan, "Tidak seorang Muslim pun berhak mengingkarinya." Kebalikannya adalah riba dalam jual beli. Dalam sebuah sabda Rasulullah saw. ditegaskan, "Gandum ditukar dengan gandum yang sejenis dengan kontan, begitu pula emas dengan emas, perak dengan perak, kurma dengan kurma, yang sejenis dan dibayar kontan. Barangsiapa menambah atau minta ditambah sesungguhnya ia telah melakukan riba." Para ahli fikih sepakat bahwa hukum penambahan dalam tukar-menukar barang yang sejenis adalah haram. Mereka membolehkan penambahan kalau jenisnya berbeda, tetapi haram menunda pembayarannya. Mereka berselisih dalam masalah barang-barang yang disebut di atas. Pendapat yang paling bisa diterima, semua itu dikiaskan dengan bahan makanan yang dapat disimpan. Dalam hal riba ala jahiliah, ahli fikih menyepakati keharamannya. Yang mengingkari, berarti telah kafir. Riba tersebut membuat pihak yang terlibat mengalami depresi atau gangguan jiwa sebagai akibat terlalu terfokus pada uang yang dipinjamkan atau diambil. Pihak yang mengutangi gelisah karena jiwanya terbebas dari kerja. Sementara yang berutang dihantui perasaan was-was dan khawatir tak bisa melunasinya. Para pakar kedokteran menyimpulkan banyaknya terjadi tekanan darah tinggi dan serangan jantung adalah akibat banyaknya praktek riba yang dilakukan. Pengharaman riba dalam al-Qur'ân dan agama-agama samawi lainnya adalah sebuah aturan dalam perilaku ekonomi. Ini sesuai dengan pendapat para filosof yang mengatakan bahwa uang tidak bisa menghasilkan uang. Para ahli ekonomi menetapkan beberapa cara menghasilkan uang. Di antara cara yang produktif adalah dengan bekerja di beberapa bidang usaha seperti industri, pertanian dan perdagangan. Dan yang tidak produktif adalah bunga atau praktek riba, karena tidak berisiko. Pinjaman berbunga selamanya tidak akan merugi, bahkan selalu menghasilkan. Bunga adalah hasil nilai pinjaman. Kalau sebab penghasilannya pinjaman, maka berarti usahanya melalui perantaraan orang lain yang tentunya tidak akan rugi. Banyaknya praktek riba juga menyebabkan dominasi modal di suatu bidang usaha. Dengan begitu, akan mudah terjadi kekosongan dan pengangguran yang menyebabkan kehancuran dan kemalasan.

Tafsir Jalalayn
(Orang-orang yang memakan riba), artinya mengambilnya. Riba itu ialah tambahan dalam muamalah dengan uang dan bahan makanan, baik mengenai banyaknya maupun mengenai waktunya, (tidaklah bangkit) dari kubur-kubur mereka (seperti bangkitnya orang yang kemasukan setan disebabkan penyakit gila) yang menyerang mereka; minal massi berkaitan dengan yaquumuuna. (Demikian itu), maksudnya yang menimpa mereka itu (adalah karena), maksudnya disebabkan mereka (mengatakan bahwa jual-beli itu seperti riba) dalam soal diperbolehkannya. Berikut ini kebalikan dari persamaan yang mereka katakan itu secara bertolak belakang, maka firman Allah menolaknya, (padahal Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Maka barang siapa yang datang kepadanya), maksudnya sampai kepadanya (pelajaran) atau nasihat (dari Tuhannya, lalu ia menghentikannya), artinya tidak memakan riba lagi (maka baginya apa yang telah berlalu), artinya sebelum datangnya larangan dan doa tidak diminta untuk mengembalikannya (dan urusannya) dalam memaafkannya terserah (kepada Allah. Dan orang-orang yang mengulangi) memakannya dan tetap menyamakannya dengan jual beli tentang halalnya, (maka mereka adalah penghuni neraka, kekal mereka di dalamnya).




Tafsir al-Baqarah ayat 275
البيع artinya penjualan antonim dari lafadzراء, yang berarti pembelian. Begitu juga Dalam kamus al-‘Ashri diartikan dengan penjualan, bentuk jamaknya (plural) adalah بيوع. Dalam terjemah al-Qur’an al-Karim yang diterbitkan oleh Mujamma al-Malik Fahd, kata al-bai’ diartikan jual beli, begitu juga Quraish Shihab, sedangkan Hamka dalam tafsirnya menterjemahkan kalimat al-bai’ dengan perdagangan. Dalam hal ini Hamka menterjemahkannya dengan sinonim kata jual beli.
إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا  (sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba), menurut Wahbah dan ash-Shabuni adalah tasybih maqlub, lebih lanjut ash-Shabuni mengatakan ini merupakan tingkatan tertinggi dari tasybih. Sai’d Hawa mengatakan “tidak dikatakan riba seperti jual beli, sedangkan kalamnya berkaitan dengan riba bukan jual beli karena datang dengan jalan mubalaghah. Yaitu,  bahwa itikad mereka telah sampai pada halalnya riba, mereka menjadikannya dasar dan aturan dalam jual beli sehingga mereka menyamakannya dengan jual beli
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ (padahal Allah telah menghalalkan jual beli), Al-Qurtubi mengatakan ayat ini menunjukkan keumuman al-Quran, alif dan lam (pada kalimat al-Bai’) adalah lil jinsi bukan lil ‘ahdi, kemudian ditahsis oleh riba dan larangan lainnya seperti jual beli khomer dan bangkai dan yang lainnya berdasarkan sunnah dan ijma ummat.
Al-Jashās mengatakan tidak ada perbedaan dikalangan ahli ilmu walaupun ayat ini umum tapi yang dimaksud adalah khusus. Para Ahli ilmu sepakat bahwa banyak sekali jual beli yang dilarang, seperti menjual yang belum ada atau yang tidak ada pada orang atau jual beli yang mengandung unsur penipuan atau jual beli barang-barang yang diharamkan.
Menurut as-Sa’di, ayat ini adalah dasar halalnya semua transaksi usaha hingga ada dalil yang melarangnya. Begitu juga Wahbah, beliau mengatakan bolehnya semua jual beli yang tidak dilarang oleh syara’.
Menurut Prof. Dr Shalah ash-Shawi dan Prof. Dr. Abdullah al-Muslih, jual beli ‘inah dan wafā adalah tidak boleh, sedangkan jual beli ‘urbun (uang muka), jual beli istijrār, penjualan kredit dengan harga tambahan adalah boleh.

Hukum Jual Beli dalam Islam

Adapun hukum jual beli adalah mubah akan tetapi menjadi wajib ketika dalam situasi membutuhkan makanan atau minuman untuk menjaga diri supaya tidak binasa, bisa juga makruh seperti membeli barang yang makruh, bisa juga haram seperti membeli khomer dan mubah pada hal selain yang telah disebutkan tadi.

Jual Beli Yang Diharamkan
Jual beli yang dilarang dan diharamkan ada 4, yaitu:
1) Jual beli yang dilarang dengan sebab yang berakad (penjual dan pembeli)
2) Jual beli yang dilarang dengan sebab shigat akad/ kontrak
3) Jual beli yang dilarang dengan sebab ma’qud ‘alahi/objek jual beli
4) Jual beli yang dilarang dengan sebab ada sifat atau syarat atau ada larangan

1) Jual beli yang dilarang dengan sebab yang berakad
Jual beli yang dilarang dengan sebab yang berakad (penjual dan pembeli) adalah:
a) Jual beli orang gila dan sedang mabuk
b) Jual beli anak kecil baik yang sudah tamyiz maupun tidak, sampai baligh.
Catatan tentang hukum jual beli anak  kecil yang belum baligh namun sudah tamyiz.
Para ulama sepakat bahwa jual beli anak kecil yang belum tamyiz tidak sah, namun yang sudah tamyiz tapi belum baligh ada yang mengatakan jual belinya sah ada juga yang mengatakan tidak sah. Penulis berpendapat bahwa jual beli anak kecil yang sudah tamyiz namun  belum baligh adalah sah jika mendapat izin dari orang tua/wali namun jika tidak mendapat izin maka tidak sah.
Menurut Abdul Aziz Mabruk, dkk, bahwa salah satu syarat sahnya jual beli adalah bahwa penjual dan pembeli harus orang yang baligh, berakal, bukan hamba saya dan rasyid.
Sedangkan menurut Wahbah az-Zuhaili bahwa akad jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang berakal, yaitu tamyiz yang telah mencapai usia tujuh tahun adalah sah. Dalam hal ini Mazhab Hanafi tidak mensyaratkan baligh dalam jual beli
 Begitu juga menurut Sayyid Sabiq syarat sah jual beli adalah berakal dan tamyiz oleh karena itu tidak sah jual beli orang gila, yang sedang mabuk dan anak kecil yang belum tamyiz.
Oleh karena itu seorang anak kecil yang sudah tamyiz (dapat membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang berbahaya), adapun usia tamyiz adalah 7 tahun, namun belum baligh maka  jual belinya adalah sah apabila ia mendapat izin dari orang tua/wali dan karena menempati tempat orang tua .

c) Jual beli terpaksa
Terpaksa ada dua macam
• Pemaksaan karena hak seperti seorang hakim memaksa seseorang untuk menjual tanahnya untuk membayar hutang, memaksa menjual rumah untuk memperluas mesjid, jalan atau kuburan. Maka pemaksaan ini jual belinya sah. Keridhoan syara menggantikan keridhoannya
• Pemaksaan bukan karena hak, maka akad jual beli ini sah, seperti diancam akan dibunuh atau dipukul. Pemaksaan itu menghilangkan keridhoan yang merupakan syarat sah jual beli.

d) Jual beli yang ditahjir (orang yang ditahan hartanya). Ditahjir yaitu orang yang dilarang untuk mengelola dan membelanjakan hartanya. Seperti orang yang bodoh atau karena ada bagian orang lain seperti orang yang punya hutang .
e) Jual beli taljiah (berlindung). Seperti seseorang takut serangan orang zalim atas sebagian apa yang dimiliki. Ia pura pura membelinya untuk menyelamatkan hartanya. Akad seperti ini tidak sah karena dia penjual dan pembeli tidak bermaksud jual beli

2) Jual beli yang terlarang dengan sebab sighat akad/kontrak
a) Tidak ada kesepakatan ijab dan kabul
b) Jual beli dengan korespondensi atau utusan. Jual beli ini sah selama masih berada dalam masjlis (tempat menjual dan membeli, pen). Jika ijab dan qabul terjadi setelah mereka berpisah dari majelis maka tidak sah akadnya.
c) Jual beli dengan orang yang tidak ada pada pada majlis akadnya adalah tidak sah. (mis, membeli krupuk pada sebuah warung saat penjual tidak ada, pen)
d) Jual beli yang belum selesai. Seperti jual beli yang digantungkan dengan syarat atau disandarkan kepada waktu yang akan datang, jual beli ini tidak sah.
• Jual beli yang digantungkan dengan syarat, seperti saya jual rumah ini kepadamu dengan harga sekian jika ayah saya datang dari perjalanannya. Jual beli ini adalah gharar, karena penjual dan pembeli tidak tahu apakah akan terjadi apa yang digantungkan dan kapan?
• Jual beli yang disandarkan dengan waktu seperti saya jual kendaraan ini awal bulan depan. Jual beli ini adalah gharar karena tidak akan diketahui bagaimana barang pada waktu yang akan datang.
3) Jual beli yang terlarang dengan sebab m’aqud ‘alaih
Ma’qud ‘alaih adalah barang yang dijual, dan harga (alat tukar)
Jual beli yang dilarang dengan sebab ma’qud ‘alaih ada lima macam:
a) yang dilarang dengan sebab gharar (penipuan) dan jahalah (ketidak tahuan)
b) yang dilarang dengan sebab riba
c) yang dilarang dengan sebab merugikan dan penipuan
d) yang dilarang dengan sebab dzatnya haram
e) yang dilarang dengan sebab yang lainnya
a) Jual beli yang dilarang dengan sebab gharar dan jahalah
1) Jual beli mulamasah, yaitu seseorang menyentuh baju/kain dan tidak mengeluarkannya atau membelinya pada waktu gelap. Jual beli ini tidak boleh karena ada unsur gharar dan jahalah
2) Jual beli munabadzah, yaitu penjual dan pembeli saling melemparkan pakaiannya tanpa melihat, keduanya berkata ini dengan ini.
3) Jual beli al-hashah, yaitu penjual atau pembeli melempar batu, seperti baju yang terkena batu itulah yang dijual atau dibeli, tanpa dilihat dan dipilih
4) Jual beli hablu al-habalah, jual beli anak binatang atau anak unta dengan harga yang ditangguhkan maka apabila unta itu melahirkan, penjual mengatakan tunggulah hingga ia hamil dan melahirkan.
5) Jual beli al-madhamin (yang dikandung), yaitu jual beli yang dikandung oleh induk binatang betina yang masih berupa janin
6) Jual beli al-malaqih, yaitu jual beli yang ada di tulang punggung hewan jantan
7) Jual beli ‘asb al-fahl, yaitu jual beli dengan mengawinkan pejantan baik kuda, unta maupun kambing dan yang lainnya. Mengambil upah dari mengawinkan binatang adalah haram, padanya ada gharar, ia itu tidak diketahui dan apakah mampu untuk diserahkan, betinanya bisa hamil juga bisa tidak.
8) Jual beli buah-buahan yang belum matang/belum layak dipanen
9) Jual beli yang majhul (yang tidak diketahui), baik itu barang, ukuran, harga, waktunya dan yang tidak bisa diserahkan seperti ikan yang masih dilaut, atau burung yang masih ada di udara.
10) Jual beli tsunya, yaitu jual beli yang dikecualikan dari sesuatu yang tidak diketahui. Seperti jual beli makanan atau pakaian dan dikecualikan sebagiannya tanpa ada rincian. Jual beli ini batil dan tidak boleh, karena mengandung jahalah dan gharar serta memakan harta orang lain dengan batil. Namun jika yang dikecualikannya diketahui maka sah jual belinya seperti jual beli pohon dan dikecualikan pohon-pohon tertentu yang diketahui rinciannya.
11) Jual beli yang tidak ada pada penjual. Seperti menjual sesuatu yang tidak dimiliki, menjual barang yang belum diterima, menjual unta yang hilang dan lain-lain.
b) Jual beli yang diharamkan karena riba
1) Jual beli ‘inah, yaitu membeli barang dengan tidak tunai kemudian dibeli lagi dengan harga yang murah secara kontan, disana berkumpul dua jual beli dalam satu jual beli. Ini adalah jual beli yang haram dan batil, karena itu bisa membuka kepada riba dan tipu daya yang jelas namun apabila membelinya sesudah lunas pembayarannya, atau berubah sifatnya atau membelinya dari pihak yang lain maka boleh (jika tidak ada persengkokolan).
2) Jual beli muzabanah yaitu, membeli segala sesuatu secara acak tanpa diketahui timbangan, takaran dan jumlahnya baik dari segi timbangannya ataupun takarannya maupun bilangannya baik secara prasangka maupun ukuran.
3) Jual beli muhaqalah, yaitu menjual buah yang masih pada tangkainya dengan buah yang sudah ditimbang baik secara prasangka maupun dengan ukuran seperti membeli gandum pada yang masih pada tangkainya dengan gandum yang sudah ditimbang. Ini adalah jual beli batil, karena ini riba, yaitu, menjual yang di timbang dengan timbangan yang sejenis secara tidak seimbang, menduga duga itu tidak boleh.
4) Jual beli daging dengan hewan. Tidak boleh jual beli daging dengan hewan (misalnya, ayam yang sudah disembelih dengan ayam yang masih hidup, pen), karena padanya ada kelebihan, gharar, muzabanah dan riba. Begitu juga tidak boleh menjual daging yang sejenis dengan kelebihan (misalnya, jual beli daging ayam sekilo dengan daging ayam dua kilo, pen). Jual beli segala sesuatu yang sejenis dengan kelebihan atau yang tidak sejenis dengan penangguhan.
5) Jual beli hutang dengan hutang. Membeli sesuatu dengan tidak tunai kemudian ketika tiba waktunya ia tidak sanggup membayar lalu ia berkata kepada B beri tempo lagi nanti saya akan tambahkan seratus ribu, lalu B menjualnya. Jual beli ini adalah batil dan dharamkan karena riba yang berlipat
6) Dua jual beli dalam satu pembelian. Bentuknya, A jual pakaian ini 10 ribu secara tunai, dan apabila secara kredit 15 ribu. Lalu keduanya berpisah tanpa memilih salah satunya atau A menjual barang 100 ribu kemudian A membelinya lagi dari B secara langsung 80 ribu. Ini adalah jual beli yang batil, di dalamnya ada riba, trik riba, jahalah dan gharar.
c) Jual beli yang diharamkan dengan sebab memadaratkan dan penipuan
1) Jual beli najasy. Yaitu seseorang melebihkan harga barang sedangkan ia tidak berniat membelinya akan tetapi untuk menjebak orang lain, atau memuji barang dengan pujian yang palsu supaya laku.
2) Jual beli seseorang atas jual beli saudaranya. Seseorang berkata kepada pembeli ketika saat khiyar (memilih) : batalkanlah jual beli ini. Saya akan menjual barang saya yang sama kepadamu atau yang lebih bagus dengan harga yang lebih murah.. Jual beli ini adalah batil dan haram karena mengandung madarat dan mafsadat dan bisa menyebabkan permusuhan dan saling dengki.
3) Jual beli shafqah (borongan), yaitu jual beli mencakup/mengabungkan yang halal dengan yang haram, yang diketahui dengan yang tidak diketahui, yang dimiliki dengan yang bukan milik sendiri, yang sahih dengan yang fasid dan yang bagus dengan yang jelek.
4) Jual beli ihtikar (menimbun). Membeli apa yang dibutuhkan oleh orang-orang sepeti makanan kemudian menimbunnya supaya harganya naik lalu ketika harganya naik ia menjualnya. Ini adalah penimbunan yang diharamkan.
5) Jual beli talaqqi al-jalab atau rukban atau al-sil’a. Yaitu sebagian orang keluar untuk mencegat barang sebelum masuk pasar dan sebelum pemilik barang mengetahui harganya, lalu mereka memberitahukan kepada para pemilik barang bahwa harganya jatuh, dan barang tersebut di pasar sepi/tidak laku mereka menipunya dan membeli barang tersebut dengan harga yang rendah. Jual beli ini batil dan haram karena menimbulkan madarat dan penipuan kepada pemilik barang
6) Jual beli al-hadir li bad. Yaitu calo keluar menemui pembawa barang dan berkata kepadanya simpanlah ini padaku suapaya aku bisa menjualnya secara bertahap dengan harga yang lebih tinggi lalu hal tersebut memadaratkan orang-orang dan jadi mahallah kebutuhan mereka. Jual beli ini batil dan haram karena menyebabkan madarat pada orang-orang.
7) Jual beli kelebihan air. Yaitu seseorang mempunyai sumur di padang pasir. Dalam sumur tersebut terdapat air yang melebihi kebutuhannya, ia melarang orang lain dan binatang ternak yang membutuhkan air untuk minum kecuali kalau ada kompensasi dan tidak ada disana selain sumur tersebut atau melarang orang-orang meminum air dari mata air atau sungai kecuali kalau ada kompensasi. Jual beli ini haram karena memadaratkan manusia dan binatang ternak
8) Jual beli penipuan, memperdaya dan bohong. Jual beli ini bisa dengan ucapan maupun perbuatan, diantaranya adalah menyembunyikan kecacatan barang, menyimpan barang yang bagus diatas sedangkan yang jelek di bawah, mencat mebel, dan alat-alat yang lama supaya kelihatan baru dan lain-lain.
9) Jual beli dengan berbohong dan menyembunyikan hakikat barang. Seperti memuji barang dengan pujian yang palsu, menyembunyikan cacat barang seperti menyembunyikan keretakan rumah. Jual beli ini adalah haram dn batil karena adanya pendustaan dan penipuan serta memakan harta orang lain secara batil.
10) Jual beli dengan pemaksaan. Jual beli ini batil, tidak sah karena ada pemaksaan dan hilangnya keridoan dan adanya dustad) Jual beli yang diharamkan karena dzatnya
1) Jual beli khomer, daging babi dan berhala
2) jual beli darah, kucing dan anjing
e) Jual beli yang diharamkan karena faktor yang lainnya
1) Jual beli waktu adzan jum’at dan shalat jumat
2) Jual beli di Mesjid
3) Jual beli senjata untuk huru-hara/kekacauan dan perang
4) Jual beli anggur untuk dijadikan khomer
5) Jual beli mushaf untuk orang kafir
4). Jual beli yang dilarang dengan sebab ada sifat atau syarat atau ada larangan syara


No comments:

Post a Comment