Thursday, March 17, 2016

Nama               : Intan Zahra Septiana
Nim                 : 1414231050
Smstr/prodi     : IV/Perbankan Syariah2

Tafsir ayat Ekonomi QS. An-Nahl ayat 97
A.    Surat An Nahl ayat 97
ô`tB Ÿ@ÏJtã $[sÎ=»|¹ `ÏiB @Ÿ2sŒ ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB ¼çm¨ZtÍósãZn=sù Zo4quym Zpt6ÍhŠsÛ ( óOßg¨YtƒÌôfuZs9ur Nèdtô_r& Ç`|¡ômr'Î/ $tB (#qçR$Ÿ2 tbqè=yJ÷ètƒ ÇÒÐÈ  
Artinya :
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Isi kandungan ayat ini menunjukan bahwa ayat tersebut memiliki status kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam mengerjakan amal shalih yang disertai dengan iman “orang-orang yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki atau perempuan dan beriman akan di beri kehidupan yang baik serta pahala yang lebih baik dari apa yang telah iya kerjakan”
Ayat ini meski pendek namun memiliki peran penting dalam menggambarkan kehidupan orang-orang mukmin baik di dunia maupun di akhirat. Pertama-tama, ayat ini menyatakan bahwa iman merupakan tolak ukur keutamaan di sisi Allah swt. Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita. Mereka sama dalam pandangan Allah yang membedakan di antara mereka adalah tingkat keimanan yang mereka miliki. Dalam pandangan Allah , jenis kelamin tidak berpengaruh dalam meraihderajat keimanan, meski utusan Allah atau para Nabi adalah laki-laki , namun keNabian ilahi adalah tanggung jawab dan tugas suci yang harus disampaikan ke seluruh umat manusia.
Tugas ini tidak mungkin dibebankan kepada kaum wanita mengingat keterbatasan kapasitas yang mereka miliki. Oleh karna itu, Allah swt menunjuk utusanNya dari golongan kaum laki-laki, namun untuk meraih derajat keimanan dan religius yang tinggi kaum wanita tidak mendapat batasan . artinya, mereka juga mampu meraih derajat keimanan yang sempurna, seperti Sayidah Maryam yang berhasil mencapai derajat yang tinggi di sisi Allah swt, sehingga mendapat pelayanan istimewa berupa hidangan dari langit. Atau sayidah Fatimah Az-Zahra as yang berhasil mencapai derajat keimanan yang tinggi, hingga kedudukannya disamakan dengan Ali bin Abi Thalib as.
Keimanan saja tidak cukup untuk menentukan kesempurnaan dan derajat yang tinggi, namun diperlukan juga amal saleh. Iman dan amal saleh adalah tolak ukur kesempurnaan seseorang. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Amal saleh tidak terbatas pada tindakan tertentu, namun setiap perbuatan yang pada dasarnya memiliki kebaikan saat mengerjakannya juga dapat disebut amal saleh, meski perbuatan tersebut sangat remeh dan kecil.
Dalam lanjutannya ayat ini mengatakan, mereka yang berimana dan beramal saleh akan mendapat kehidupan yang bersih di dunia. Mereka bebas dari segala kejelekan dan perbuatan nista. Selain itu Allah swt menjaga mereka dari segala perbuatan yang menyeleweng dan maksiat. dapun di akhirat mereka akan menadapat pahala lebih dari apa yang mereka perbuat didunia. Karena sunnatullah dalam pembalasan perbuatan maksiat berdasarkan keadilan, namun dalam hal pahala Allah mendahulukan kemurahan dan kasih sayang. Dan hal ini tlah disinggung dalam ayat ini.
Kemudian dalam ayat ini menyinggung Yakni dengan kebahagiaan di dunia, ketenteraman hatinya, ketenangan jiwanya, sikap qana’ah (menerima apa adanya) atau mendapatkan rezeki yang halal dari arah yang tidak diduga-duga, dsb. Inilah yang diharapkan oleh orang-orang yang sekarang putus asa di dunia. Ketika mereka tidak memperoleh ketenangan atau kebahagiaan batin meskipun mereka memperoleh dunia, namun akhirnya mereka nekat bunuh diri seperti yang kita saksikan. Berdasarkan ayat ini, cara untuk memperoleh kebahagiaan atau ketenangan batin adalah dengan beriman (tentunya dengan memeluk Islam) dan beramal saleh atau mengerjakan ajaran-ajaran Islam. Bahkan, tidak hanya memperoleh kebahagiaan di dunia, di akhirat pun, Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan memberikan balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan, dengan memberikan surga yang penuh kenikmatan, yang belum pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga dan belum pernah terlintas di hati manusia. Allahumma aatinaa fid dunyaa hasanah wa fil aakhirati hasanah wa qinaa ‘adzaaban naar.
 Ayat ini menunjukkan, bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Usia, jenis kelamin, etnis dan kedudukan sosial tidak mendapat perhatian di sisi Allah. Tolok ukur utama di sisi Allah adalah iman dan amal saleh.
2. Orang-orang Kafir tidak memiliki kehidupan yang bersih dan suci di dunia. Sepertinya mereka adalah orang-orang yang mati. Karena kehidupan sejati hanya milik orang-orang beriman.
B.     Makna ` global dan penjelasanya
Dalam surat An Nahl ayat 97 ini, Allah berfirman memberi janji kepada orang yang beramal soleh, amal yang bermanfaat dan sejalan dengan kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya, orang lakikah ia atau perempuan, asalkan ia dalam keadaan beriman, akan diberinya kehidupan yang baik didunia dan di akhirat akan diberinya pahala yang jauh lebih baik dari apa yang diamalkan itu.
Kehidupan yang baik ialah kehidupan yang berbahagia, santai dan puas dengan tunjangan rezek yang halal. Kata “حيوة  طيبة  “  dalam ayat ini diartikan sebagai kepuasan dan tidak tamak terhadap kelezatan dunia, karena dalam ketamakan itu terdapat kepayahan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasullah SAW bersabda :
قد افلح من أسلم ورزق كفاف وقنعه الله بما اتاه.
“ Berbahagialah orang yang memeluk Islam dan diberi rezeki yang cukup serta Allah memuaskannya dengan apa yang telah diberikan kepadanya.”
Utamanya Orang mu’min memperoleh kehidupan yang baik yang disertai dengan rasa puas.
Selanjutnya Allah mendorong mereka untuk tabah dalam melaksanakan segala ketaatan dan kewajiban agama :
من عمل صالحا من ذكر أو أنثى وهو مؤمن فلنحيينه حياة طيبة ولنجزينهم أجرهم بأحسن ما كانوا يعملون
Sungguh kami benar-benar akan memberikan kehidupan yang baik kepada orang yang melakukan amal sholeh dan melaksanakan segala kewajiban Allah, sedang dia percaya kepada pahala yang dijanjikan-Nya kepada orang-orang yang taat, dan kepada siksaan yang di ancamkan-Nya kepada orang-orang yang durhaka. Kehidupan yang baik itu disertai dengan rasa puas dengan apa yang telah dibagikan Allah kepadanya, dan ridho dengan apa yang telah ditetapkan baginya. Sebab dia mengetahui, bahwa rizkinya diperoleh karena Allah telah mengaturnya. Allah adalah pemberi karunia Yang Maha Pemurah ; tidak melakukan, kecuali apa yang mengandung kemaslahatan. Dia juga mengetahui segala kesenangan dunia itu cepat hilang. Karena itu, dia tidak memberikan tempat di dalam hatinya; dia tidak terlalu bergembira dengan memperolehnya, tidak pula bersedih hati dengan hilangnya.
Kemudian diakhirat kelak dia akan diberi balasan dengan pahala yang terbaik, sebagai balasan atas amal saleh yang telah dikerjakannya dan atas keimanan yang benar yang dipegangnya secara teguh.
Adapun orang yang berpaling dari mengingat Allah, sehingga dia tidak beriman dan tidak mengerjakan amal saleh, maka dia senantiasa berada dalam kesusahabn dan kepayahan, karena sangat tamak untuk memperoleh berbagai kesenangan dunia. Apabila ditimpa suatu bencana atau cobaan, maka dia akan sangat bersedih hati, gundah, dan gelisah. Kemudian apabila suatu kesenangan dunia terlewat olehnya, maka dia akan bermuka masam dan hatinya diliputi oleh perasaan sedih, karena dia mengira bahwa puncak kebahagiaan adalah tercapainya kesenangan hidup ini dan menikmati kelezatannya. Apabila tidak memperoleh apa yang dia kehendaki, maka dia akan mengharamkan segala apa yang dia impikan. Dia memandang apa yang dikehendakinya iu sebagai puncak kebahagiaan dan kebaikan.
C.     Tafsir surat An- Nahl ayat 97
Menurut imaduddin abul fida ismail bin al-khatib abu hafis umar bin katsir asy-syafi’i al Quraisyi ad-Dimasyqi, tetapi lebih dikenal dengan nama ibnu katsir dalam karyanya kitab ibnu katsir , beliau menafsirkan surat an-nahl ayat 97 sebagai berikut :
Merupakan janji Allah bagi orang-orang yang beramal shaleh, yaitu amal yang mengikuti ajaran kitab Allah dan sunnah nabinya baik dari laki-laki maupun perempuan disertai iman kepada Allah dan utusannya, sesungguhnya amal yang diperintahkan Allah , Allah akan menghidupkan dengan kehidupan yang baik di dunia dan akan membalasnya dengan amal yang lebih baik di akherat, diriwayatkan dari ibnu abbas dan segolongan ulamamereka menafsirkan kehidupan yang baik adalah rizki yang halal.
Menurut imam nashiruddin abu Al-khair Abdullah bin umar bin Muhammad bin Ali al-Baidhawi Al-syairazi menerangkan lebih terperinci dalam kitabnya Al-baidhawi.
Dengan kehidupan yang baik di dunia walaupun dalam kesusahan mereka akan menerimanya dengan qona’ah dan mengharap pahala di akherat nanti, berbeda dengan orang kafir.
Dan menurut jalaluddin al-Suyuti dan jalaluddin Al-Mahalli  dalam kitabnya tafsir jalalain. Maksud kehidupan disini ada yang mengatakan kehidupan surga ada juga yang mengatakan kehidupan dunia dan qana’ah atau rizqi yang halal.
            Pengertian kehidupan yang baik ialah kehidupan yang mengandung semua segi kebahagiaan dari berbagai aspeknya. Telah diriwayatkan dari ibnu abbas dan sejumlah ulama, bahwa mereka menafsirkannya dengan pengertian rezeqi yang halal lagi baik.
            Dari Ali ibnu Abu Talib, disebutkan bahwa dia menafsirkannya dengan pengertian al-qnaah (puas dengan apa yang diberikan kepadanya). Hal yang sama telah dikatakan oleh ibnu abbas, Ikrimah, dan Wahb ibnu Munabbih.
            Abi ibnu Abu Talha telah meriwayatkan dari ibnu Abbas,bahwa makna yang dimaksud ialah kebahagiaan. Al-Hasan, Mujahid, dan Qatadah mengatakan. “tiada suatu kehidupan pun yang dapat menyenangkan seseorang kecuali kehidupan di dalam surga.”
            Ad-Dahhak mengatakan, makna yang dimaksud ialah rezeki yang halal dan kemampuan beribadah dalam kehidupan di dunia. Ad-Dahhak mengatakan pula bahwa yang dimaksud ialah mengamalkan ketaatan , dan hati merasa lega dalam mengerjakannya.
            Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam ahmad disebutkan bahwa : “telah menceritakan kepada kamiAbdullah ibnu Yazid, telah menceritakankepada kami Sa’id ibnu Abu Ayyub, telah menceritakan kepadaku Syurahbil ibnu syarik, dari aAbu Abdur Rahman Al-habli, dari Abdullah ibnu Umar. Bahwa Rasulullah saw . pernah bersabda: sesungguhnya beruntunglah orang yang telah masukislam dan diberi rezeqi secukupnya serta Allah menganugerahkan kepadanya sifat qana’ah terhadap apa yang diberikan kepadanya.” Imam muslim meriwayatkan melalui hadis Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri dengan sanad yang sama.
            Imam Turmuzi dan Imam Nasai telah meriwayatkanmelalui hadis Ummu Hani’, dari abu Ali Al-Juhani, dari Fudalah ibnu Ubaid yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. Bersabda : sesungguhnya beruntunglah orang yang diberi petunjuk kepada islam, sedangkan rezeqinya secukupnya dan ia menerimanya dengan penuh rasa syukur. Imam Turmuzi mengatakan, hadis ini pberpredikat sahih.
            Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammam, dari yahya, dari Qatadah, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. Pernah bersabda: sesungguhnya Allah tidak akan menganiaya orang mukmin dalam suatu kebaikanpun yang Dia berikan kepadanya di dunia dan Dia berikan pahalanya di akhirat. Adapun orang kafir , maka ia diberi balasan di dunia karena kebaikan-kebaikannya, hingga manakala ia sampai di akhirat , tiada suatu kebaikan pun yang tersisa baginya yang dapat diberikan kepadanya sebagai balasan kebaikan. Hadis ini diketengahkan secara munfarid oleh Imam Muslim
Pendapat Ulama’ lain mengatakan dengan kalimat yang singkat namun padat Ibnu ‘Asyur menyatakan bahwa setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan berhak mendapatkan bagiannya dalam menikmati fasilitas duniawi yang diperuntukkan baginya sebagai balasan atas kerja kerasnya atau sebagian usaha yang telah dia lakukan.
Catatan yang diberikan oleh Muhammad Al Gazali, seperti yang dikutip oleh Quraish Shihab sehubungan dengan tiadanya larangan bagi perempuan dalam hal kemasyarakatan layak untuk di renungkan:
a)      Perempuan tersebut memiliki kemampuan luar biasa yang jarang dimiliki oleh laki-laki, memperkenankannya bekerja akan membuahkan kemaslahatan untuk masyarakat, sedangkan menghalanginya dapat merugikan masyarakat karena tidak dapat memanfaatkan kelebihannya.
b)      Pekerjaan yang dilakukannya hendaklah yang layak bagi perempuan, apalagi kalau itu memang spesialisasinya perempuan, seperti menjadi bidan,dll.
c)      Perempuan bekerja untuk membantu tugas pokok suaminya.
d)     Bahwa perempuan perlu bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan hidup keluarganya jika tidak ada yang menjamin kebutuhannya atau kalaupun ada itu tidak mencukupi.
Dalam menafsirkan surat An-Nahl ayat 97 ini, Quraish Shihab menjelaskan dalam kitabnya Tafsir Al-Misbah sebagai berikut :“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, apapun jenis kelaminnya, baik laki-laki maupun perempuan, sedang dia adalah mukmin yakni amal yang dilakukannya lahir atas dorongan keimanan yang shahih, maka sesungguhnya pasti akan kami berikan kepadanya masing-masing kehidupan yang baik di dunia ini dan sesungguhnya akan kami berikan balasan kepada mereka semua di dunia  dan di akherat dengan pahala yang lebih    baik dan   berlipat  ganda dari  apa   yang telah mereka kerjakan“.
Ayat ini menegaskan bahwa balasan atau imbalan bagi mereka yang beramal saleh adalah imbalan dunia dan imbalan akherat.  Amal Saleh sendiri oleh Syeikh Muhammad Abduh didefenisikan sebagai segala perbuatan yang berguna bagi pribadi, keluarga, kelompok dan manusia secara keseluruhan. Sementara menurut Syeikh Az-Zamakhsari, amal saleh adalah segala perbuatan yang sesuai dengan dalil akal, al-Qur’an dan atau Sunnah Nabi Muhammad Saw. Menurut Defenisi Muhammad Abduh dan Zamakhsari diatas, maka seorang yang bekerja pada suatu badan usaha dapat dikategorikan sebagai amal saleh, dengan syarat perusahaannya tidak memproduksi/menjual atau mengusahakan barang-barang yang haram.  Dengan demikian, maka seorang karyawan yang bekerja dengan benar, akan menerima dua imbalan, yaitu imbalan di dunia dan imbalan di akherat.



D.    Asbabun Nuzul An-Nahl (16) ayat 97]
Ibnu Jarir ath-Thobari Rahimahulloh berkata ;
“ada yang berpendapat bahwa ayat ini turun ketika tiap-tiap pemeluk agama merasa bangga dengan agamanya, mereka berkata: “kamilah yang lebih utama’, lalu Alloh Azza Wajalla menurunkan ayat ini.
Abu Sholih Rahimahulloh berkata:
“manusia berkumpul, ada penyembah berhala, ahli taurat, dan ahli injil, masing-masing mereka berkata : kami-lah yang lebih mulia, maka Alloh menurunkan ayat ini.
[lihat : tafsir ath-Thobari 7/641]
Ibnu Qoyyim al-Jauziyah rahimahulloh berkata tentang ayat ini
“ini adalah sebuah kabar dari yang Maha Benar, Dia menyampaikan kepada hamba-Nya yang memiliki ainul yaqin bahkan haqqul yaqin bahwa sungguh siapa yang beramal sholeh akan dihidupkan oleh-Nya dengan kehidupan yang baik sesuai kadar amalan dan keimanannya. [lihat : Baday’ut-Tafsir, Ibnu Qoyyim al-Jauziyah, 3/51]
Dengan firman-Nya (Qs. An-Nahl [16] tersebut) Alloh Subhanahu wa Ta’ala memberi petunjuk sekaligus jaminan kepada hamba-Nya bahwasanya kebahagiaan hidup dan jalan yang haq untuk mencapainya adalah berada diatas jalan iman dan amal sholeh, bukan melalui jalan-jalan lain yang dikarang-karang oleh manusia. Akan tetapi kebanyakan manusia jahil terhadap perkara ini. kebanyakan mereka memperturutkan selera nafsunya yang rendah dalam menafsirkan kebahagiaan dan jalan mencapainya. Sebagian mereka salah kaprah tentang perkara ini dengan berpendapat bahwa “kebahagiaan itu adalah seperti ini dan begini cara mencapainya”, akan tetapi ternyata maksud mereka itu keliru dan jauh dari kesejatian. Ada pula para pemikir yang hampir benar dalam menafsirkan kebahagiaan akan tetapi mereka sama sekali tidak peduli dengan jalan apapun untuk mencapainya dengan berpendapat “yang penting tujuannya sama”. Dan bahkan ada yang paling parah yakni tidak hanya salah dalam menafsirkan kebahagiaan tapi juga mengajak manusia dalam kesalahan tersebut dan meng-klaim “ini adalah agama” sehingga jadilah mereka orang yang sesat lagi menyesatkan. Naudzubillahi mindzalik, Padahal tidaklah pokok-pokok agama dan kehidupan ini tegak kecuali dibangun diatas 2 perkara, yakni; Benarnya tujuan, dan ke-2; Benarnya jalan untuk mencapai tujuan tersebut.
E.     Penjelasan hukum ekonomi surat An-Nahl ayat 97
Tafsir dari keterangan diatas adalah balasan di dunia dan akhirat. Ayat ini menegaskan bahwa balasan atau imbalan bagi mereka yang beramal saleh adalah imbalan dunia dan imbalan akhirat. Amal saleh sendiri oleh syeikh Muhammad abduh di definisikan sebagai segala perbuatan yang berguna bagi pribadi, keluarga, kelompok dan manusia secara keseluruhan. Sementara menurut syeikh Az-Zamakhsari, amal saleh adalah segala perbuatan yang sesuai dengan dalil akal, al-Qur’an dan atau sunnah Nabi Muhammad Saw. Menurut definisi Muhammad Abduh dan Zamakhsari diatas, maka seseorang yang bekerja pada suatu badan usaha (perusahaan) dapat dikategorikan sebagai amal saleh, dengan syarat perusahaannya tidak memproduksi/menjual atau mengusahakan barang-barang yang haram. Dengan demikian, maka seseorang karyawan yang bekerja dengan benar, akan menerima dua imbalan yaitu di dunia dan imbalan di akherat.
“sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh tentulah kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya)dengan baik” (Al-Kahfi: 30)
Lebih jauh surat An-Nahl: 97 menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan gender dalam menerima upah/ balasan dari Allah. Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada diskriminasi upah dalam islam, jika mereka mengerjakan pekerjaan yang sama. Hal yang menarik dari ayat ini, adalah balasan Allah langsung di dunia (kehidupan yang baik/rezeqi yang halal) dan balasan di akherat (dalam bentuk pahala).
Lebih lanjut kalau kita lihat hadis Rasullah saw tentang upah yang diriwayatkan oleh abu dzar bahwa Rasullah saw bersabda:
“mereka (para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah menempatkan mereka dibawah asuhanmu sehingga barang siapa mempunyai saudara dibawah asuhannya maka harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya(sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainnya (sendiri)dan tidak membedakan pada mereka dengan tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas seperti iytu, maka hendaklah membantu mereka (mengerjakannya). (HR. Muslim)
Dari hadis ini dapat didefinisikan bahwa uph yang sifatnya materi (upah di dunia) mestilah terkait dengan keterjaminan dan ketercukupan pangan dan sandang. Perkataan : “harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainnya (sendiri)”, bermakna bahwa upah yang diterima harus menjamin makan dan pakaian karyawan yang menerima upah.
Bahkan menjadi tanggung jawab majikan juga untuk mencarikan jodoh bagi karyawannya yang masih lajang(sendiri). Hal ini ditegaskan lagioleh dokter abdul wahab abdul aziz as-syaisyani dalam kitabnya Huququl Insan Wa Hurriyyatul Asasiyah Fin Nidzomil Islami Wa Nudzumil Ma’siroti bahwa mencarikan istri juga merupakan kewajiban majikan, karena istri adalah kebutuhan pokok bagi para karyawan. Sehingga dari ayat-ayat alQur’an diatas, dn dari hadis-hadis di atas, maka dapat didefinisikan bahwa:  upah adalah imbalan yang diterima seseorang atas pkerjaannya dalam bentuk imbalan materi di dunia (adil dan layak) dan dalam bentuk imbalan pahala diakherat (imbalan yang lebih baik).
Sedangkan para mufasir penulis mengambil kesimpulan menurut imam ibnu katsir Allah tidak membedakan pahala bagi hambanya baik itu perempuan ataupun laki-laki semuanya sama, atas dasar perbuatan yang dilakukan disertai dengan iman. Jika konsep ini diterapkan dalam ekonomi syariah, seorang manager atau bos memberikan gaji atau upah baik itu laki-laki ataupun perempuan sesuai dengan pekerjaan yang dia lakukan asalkan dia melakukan pekerjaan yang sesuai dengan prosedur yang diterapkan dalam usaha tersebut dan melakukan kinerja yang baik.
Menurut Imam Nashiruddin Abu Al-Khair Abdullah bin Umar bin Muhammad bin Ali al-Baidhawi Al-Syairazi penulis menyimpulkan orang yang selalu bekerja keras tidak pernah putus asa, selalu bersabar serta memiliki jiwa qanaah agar usaha tersebut menghasilkan sesuatu sesuai kerja keras tersebut dan akan merasakan kepuasan dan ketenangan dalam jiwa.
Menurut Jalaluddin al-Suyuti dan Jalaluddin Al-Mahalli dalam kitabnya Tafsir Jalalain. Penulis menyimpulkan bahwa seseorang bos melihat kinerja karyawan dengan bagus dan terus meningkat maka bos akan memberikan upah yang lebih dan mengangkat karyawan tersebut dengan jabatan yang lebih tinggi dari sebelumnya, apabila karyawan tersebut dalam kinerja tidak sesuai apa yang diinginkan, maka harus menerima sanksi atas perbuatan yang dia lakukan.

Daftar pustaka

No comments:

Post a Comment