HARUM SAKIINAH
1414231042/ PS 2/ Smt 4
Tafsir Ayat Ekonomi
AYAT
EKONOMI TENTANG RIZEKI
(Qur’an Surat Hud 11 : 6)
* $tBur `ÏB 7p/!#y Îû ÇÚöF{$# wÎ) n?tã «!$# $ygè%øÍ ÞOn=÷ètur $yd§s)tFó¡ãB $ygtãyöqtFó¡ãBur 4 @@ä. Îû 5=»tGÅ2 &ûüÎ7B ÇÏÈ
Artinya :
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi
melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam
binatang itu dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam kitab yang
nyata (Lauh al-mahfuzh).” (Surat Hud 11:6)
Dalam Tafsir
Al-Mishbah Karangan M.Quraish Shihab Surat Hud dimulai dengan Kalimat “Alif-Lam-Raa”. Surat Hud terdiri dari 123 ayat. Pada ayat ke-6
sebagaimana di atas, Allah mengabarkan
kepada setiap orang beriman bahwa tidak satupun makluk yang Ia ciptakan kecuali
Allah telah menetapkan rezeki atasnya.
Dalam ayat ke-6 itu Allah menggunakan kalimat
“binatang melata” sebagai perbandingan makhluk yang Ia limpahi rezeki padahal
mungkin menurut akal manusia yang sangat sederhana, akan lebih mudah memahami
apabila pada ayat tersebut digunakan kalimat “binatang ternak” atau “setiap
binatang” atau “binatang terkecil sekalipun” yang akan membuat redaksi ayat
tersebut menjadi:
“Dan tidak ada suatu binatang
ternak pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya,” atau
“Dan setiap binatang di bumi
Allah-lah yang memberi rezekinya,” atau
“Dan tidak ada suatu binatang
terkecil sekalipun pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya,”
Namun dalam
ayat tersebut allah justru menggunakan kalimat “hewan melata” yang akan
menuntun akal kita kepada jenis hewan yang melata di muka bumi ini yaitu
golongan ular dan yang serupa dengannya. Ular dalam konteks AlQur’an
(sebagaimana kalimat Allah dalam surat AlBaqarah) adalah binatang yang haram
baik darah maupun dagingnya. Ular dalam kalimat (ketentuan) Allah juga merupakan
binatang yang hina karena ular adalah binatang yang hidup dari memangsa yang
lain. Sehingga dalam ayat ini menjadi jelas maksud penggunaan “binatang melata”
sebagaimana ditafsirkan para ulama ahli tafsir bahwa meski binatang yang hina
sekalipun Allah akan memeberikan rezeki kepadanya dan Allah Maha Mengetahui
keberadannya. Maha besar Allah dengan kemurahan rezekinya.
Dalam hal ada
pendapat yang mengatakan bahwa di dalam tubuh ular mengandung obat yang biasa
digunakan dalam pengobatan tradisional atau pada kemajuan teknologi yang
mengungkapkan bahwa ular mengandung toksin yang dapat menjadi bahan pembuatan
obat, kita dapat merujuk kembali pada surat AlBaqarah yang menyatakan dengan
terang dan jelas akan diharamkannya binatang melata, bangkai dan darah, serta
babi untuk dimakan, kecuali tidak ada satupun lagi yang dapat dimakan dan hanya
baik bagi kita.
Namun
pendapat ini hanya berlaku pada hal yang sifatnya sangat darurat. Sebagai
perbandingan apabila kita terdampar di suatu pulau yang tidak ada apapun di
dalamnya kecuali ular atau babi, maka ia diperbolehkan untuk dimakan meskipun di
setiap jengkal bumi yang allah ciptakan tidak akan ada pulau atau daerah
sedemikian, Maha luas allah dengan segala ciptaannya.
Pendapat lain
juga mengungkapkan logika analitik yang sangat beralasan untuk mengharamkan
ular baik daging maupun darahnya. Ular merupakan makhluk ciptaan allah yang
diperlengkapi dengan bisa atau racun yang apabila masuk ke dalam tubuh makhluk
lain dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian. Ular diciptakan allah dengan
keadaan sedemikian karena kelemahannya baik dari struktur tubuhnya yang tidak
berangka maupun kemampuannya untuk menghidupi dirinya yang hanya bisa dengan
melilit mangsanya dan menularkan racunnya. Sehingga racun yang mengalir dalam
darahnya, air liurnya dan tentunya juga sekian persen terdapat dalam bagian
tubuhnya (dagingnya) tidak akan mungkin bisa menjadi obat bagi manusia, kecuali
dalam tinjuan medis digunakan sebagai bahan penelitian antigen-antibodi untuk
menciptakan penangkal/obat terhadap bisa dan racun ular sendiri.
Perihal
keluasan rezeki yang allah berikan pada setiap makhluknya juga banyak
dijelaskan dalam surat lain dalam AlQur’an. Maknanya kita sebagai makhluk
ciptaan allah diberi waktu dan kesempatan yang sangat banyak, mulai dari terbit
matahari hingga terbenamnya, mulai dari terbenam matahari hingga terbitnya,
untuk mencari rezeki yang halal dan baik di bumi allah Wallaahu ‘alam bish
shawab.
Pengetahuan allah swt. yang menyeluruh sampai pada
sesuatu yang terkecil itu, menunjukan bahwa kekuasaan dan nikmatnya mencakup
semua makhluk, sebab pengetahuannya bergandengan dengan kekuasaannya. Ayat ini
menegaskan bahwa dan bukan hanya meraka yang kafir dan munafik yang diketahui
keadaannya dan dianugerahi rezekinya itu, tetapi semua makhluk. Karena tidak
ada suatu binatang melata pun dipermukaan dan di dalam perut bumi melainkan
atas allahlah melalui karunianya menjamin rezekinya yang layak dan sesuai
dengan habitat dan lingkungannya dengan menghamparkan rezeki itu. Mereka hanya
dituntut bergerak mencarinya dan dia mengetahui tempat berdiamnya binatang itu
dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata yakni
tertampung dalam pengetahuan allah ‘Azza wa Jalla yang meliputi segala sesuatu
atau termaktub dalam Lauh al-Mahfuzh.
Kata (دابة) dàbbah terambil dari kata ( يد ب- د ب ) dabba-yadibbu yang yang berarti
bergerak dan merangkak. Ia bisa digunakan untuk binatang selain manusia ,
tetapi makna dasarnya dapat juga mencakup manusia. Memahaminya untuk ayat ini
dalam arti umum lebih tepat. Pemilihan kata ini mengesankan bahwa rezeki yang
dijamin allah swt. Itu menuntut setiap dàbbah untuk memfungsikan dirinya sebagaimana namanya ,yakni bergerak
dan merangkak yakni tidak tinggal diam menanti rezeki tetapi mereka harus
bergerak guna memperoleh rezeki yang disediakan Allah swt itu.
Kata (ر ز ق) rizq pada mulanya, sebagaimana ditulis oleh pakar bahasa
arab al-fàriz, berarti pemberian untuk
waktu tertentu. Namun demikian, arti asal ini berkembang sehingga rezeki
antara lain diartikan sebagai pangan, pemenuhan kebutuhan, gaji, hujan
dan lain-lain bahkan sedemikian luas dan berkembang pengertiannya sehingga
anugerah kenabian pun dYang berkata kepada kaumnya, dinamai rezeki sebagaimana
yang dinyatakan oleh nabi syu’aib as. Yang berkata kepada kaumnya,
tA$s% ÉQöqs)»t óOçF÷uäur& bÎ) àMZä. 4n?tã 7poYÉit/ `ÏiB În1§ ÓÍ_s%yuur çm÷ZÏB $»%øÍ $YZ|¡ym 4
“ Syu'aib
berkata: "Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang
nyata dari Tuhanku dan dia menugerahi aku dainya rezki yang baik (patutkah aku
menyalahi perintah-Nya)? “ (Qs Hud 11:88)
Sementara para pakar membatasi pengertian rezeki pada
pemerian yang bersifat halal, sehingga yang haram tidak dinamai rezeki. Tetapi
pendapat ini ditolak oleh mayoritas ulama, dan karena itulah al-qur’an dalam
beberapa ayat menggunakan istilah ( رزقا حسنا) Rizqan hasanan/ rezeki yang baik untuk mengisyaratkan
bahwa rezeki yang tidak baik yakni yang haram . berdasarkan
keterangan diatas dapat dirumuskan bahwa rezeki adalah segala
pemberian yang dapat dimanfaatkan baik material maupun spiritual.
Setiap makhluk telah dijamn allah
swt. Rezeki mereka yang memperoleh sesuatu secata tidak sah haram dan memanfaatkannya
pun telah disediakan oleh allah rezekinya yang halal , tetapi ia enggan
mengusahakannya atau tidak puas dengan perolehannya.
Jaminan rezeki yang dijanjikan
allah kepada makhluknya bukan berarti memberinya tanpa usaha kita harus sadar
bahwa menjamin itu adalah allah awt yang menciptakan makhluk serta hukum-hukum
yang mengatur makhluk dan kehidupannya. Ketetapan hukum-hukumnya yang telah
mengikat manusiajuga berlaku untuk seluruh makhluk. Kemampuan tumbuh-tumbuhan
untuk memperoleh rezekinya serta organ-organ yang menghiasi tubuh manusia dan
binatang , insting yang mendorongnya untuk hidup dan makan semuanya adalah
bagian dari jaminan rezeki allah swt. Kehendak manusia dan instingnya, perasaan
dan kecenderungannya, selera dan keinginannya, rasa lapar dan hausnya, sampai
kepada naluri mempertahankan hidupnya adalah bagian dari jaminan rezeki allah
swt kepada makhluknya, tanpa itu semua maka tidak akan ada dalam diri manusia
dorongan untuk mencari makan. Tidak pula akan terdapat pada manusia dan
binatang pencernaan, kelezatan, kemampuan membedakan rasa dan sebagainya.
Allah swt sebagai ar-Razzàq menjamin rezeki dengan menghamparkan bumi dan langit dengan segala
isinya. Dia menciptakan seluruh wujud dan melengkapinya dengan apa yang mereka
butuhkan, sehingga mereka dapat memperoleh rezeki yang dijanjikan allah swt iru
rezeki dalam pengertiannya yang lebih umum tidak lain kecuali upaya makhluk
untuk meraih kecukupan hidupnya dari dan melalui makhluk lain. Semua makhluk
membutuhkan rezeki diciptakan allah swt. Membutuhkan makhluk lain untuk
dimakannya agar dapat melanjutkan hidupnya. Demikian sehingga rezeki dan yang
diberi selalu tidak dapat dipisahkan. setiap yang mendapat rezeki dapat menjadi
rezekki untuk yang lain dapat makan dan menjadi makanan bagi yang lain.
Jarak antara rezeki dan manusia lebih
jauh dari jarak rezeki dengan binatang apalagi tumbuhan / bukan saja karena
adanya peraturan-peraturan hukum dalam cara perolehan dan jenis yang dibenarkan
bagi manusia tetapi juga karena seleranya yang lebih tinggi, oleh sebab itu
manusia dianugerahi allah swt sarana yang lebih sempurna yaitu akal, ilmu pikiran dan sebagainya.
Sebagai bagian dan jaminan rezeki allah swt tetapi sekali lagi jaminan rezeki
yang dijanjikan alah swt bukan berarti memberinya tanpa usaha.
Jarak antara rezeki bayi dengan
rezeki orang dewasa pun berbeda. Jaminan rezeki allah swt berbeda dengan
jaminan rezeki orang tua kepada bayi-bayi mereka. Bayi menunggu makanan yang
siap dan menanti untuk disuapi. Manusia dewasaa tidak demikian. Allah swt
menyiapkan sarana dan manusia diperintahkan mengelolanya:
uqèd Ï%©!$# @yèy_ ãNä3s9 uÚöF{$# Zwqä9s (#qà±øB$$sù Îû $pkÈ:Ï.$uZtB (#qè=ä.ur `ÏB ¾ÏmÏ%øÍh
“ Dialah yang
menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan
makanlah sebahagian dari rezki-Nya. (QS.al-mulk 67:15). Karena itu, ketika
allah swt as-razzaq itu menguraikan pemberian rezekinya, dikemukakannya dengan
menyatakan bahwa :
ß`ós¯R öNà6è%ãötR öNèd$Î)ur (
“Kami
akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka (anak-anak kamu)” (QS. Al-an’am 6:151)
Penggunaan kata (نحن) nahnu / kami sebagaimana telah diuraikan sebelum ini
adalah untuk menunjukan keterlibatan selain allah dalam pemberian / perolehann
rezeki itu. Dalam hal ini adalah keterlibatan makhluk-makhluk yang bergerak
untuk mencarinya.
Itu sebabnya ketika menyampaikan
jaminannya , ayat di atas mengisyaratkan bahwa jaminan itu untuk semua dàbbah yakni yang bergerak.
Lima kali allah dalam al-qur’an
menyifati dirinya dengan khairur rà ziqin ( sebaik-baik pemberi rezeki) dari enam kali kata Ràziqin. Hanya sekali al-qur’an menyifati allah dengan ar-Ràzziqin yaitu dalam QS. Adz-Dzariyat 51:57-58
!$tB ßÍé& Nåk÷]ÏB `ÏiB 5-øÍh !$tBur ßÍé& br& ÈbqßJÏèôÜã ÇÎÐÈ ¨bÎ) ©!$# uqèd ä-#¨§9$# rè Ío§qà)ø9$# ßûüÏGyJø9$# ÇÎÑÈ
“Tiada aku
menghendaki pemberian (rezeki) dari mereka, tidak pula tidak menghendaki diberi
makan oleh mereka. Sesungguhnya Allah adalah ar-Razzaq (Maha pemberi
rezki) yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.”
Agaknya itu untuk mengisyaratkan bahwa dalam perolehan
rezeki harus ada keterlibatan makhluk bersama allah. Allah swt adalah
sebaik-baik pemberi rezeki antara lain karena dia yang menciptakan rezeki
beserta sarana dan prasarana perolehannya. Sedang manusia hanya mencari dan
mengelolah apa yang telah diciptakannya itu. Bukankah yang dimanfaatkan manusia
adala bahan mentah yang disiapkan allah atau hasil olahan bahan mentah yang
telah tersedia itu ? sementara orang berkata bahwa rasul saw pernah memuji
burung-burung dengan maksud agar diteladani dalam perolehan rezeki mereka . “Burung-burung
keluar, lapar di waktu pagi dan kembali kenyang di sore hari.“ apa yang
disabdakan rasul saw. Ini benar adanya , tetapi harus diingat dan diteladani
bahwa burung-burung itu tidak tinggal diam di sarang mereka, burung tersebut
itu terbang keluar untuk meraih rezekinya.
Demikian pula seharusnya manusia. Firmannya (ويعلم مستقر ها ومستودعها) wa ya’lamu mustaqarraha wamustauda’aha dipahami oleh
sementara ulama dalam arti tempat penyimpanannya sejak berupa benih di dalam
rahim atau di mana pun sampai penguburannya. Ada juga yang memahaminya
dalam arti alla swt. Mengetahui dan memberi rezeki semua dabbah , baik yang
berada di tempatnya menetap (mustaqarraha) seperti ikan dan mutiara di
laut dan sungai di mana mereka tidak dapat meninggalkannya serta mengetahui dan
memberi pula rezeki apa dan siapa yang meninggalkan tempat kediamannya
(mustawda’aha) seperti burung yang terbang dari suatu ke tempat yang lain
atau manusia yang meninggalkan tempat tinggalnya menuju tempat yang lainnya,
termasuk janin yang berpindah dari rahim ibu ke pentas bumi ini. Apa pun makna
yang dipilih yang jelas ayat ini ketika menegaskan bahwa alla swt
menganugerahkan kepada semua dabbah rezeki yang bersumber darinya, baik mereka
menetap di suatu tempat maupun berpindah-pindah bermaksud menggarisbawahi bahwa
allah maha mengetahui segala ssuatu mengetahui keadaan dan kebutuhan semua
makhluk. Karena tanpa pengetahuannya allah tidak akan menghamparkan rezeki
tidak juga menyediakan sarana bagi mereka sehingga bila demikian mereka tidak
mungkin memperoleh rezeki sedikit pun.
Allah Swt menceritakan bahwa Dialah yang menjamin rezeki makhlukNya,
termasuk semua hewan yang melata di bumi, baik yang kecil, yang besarnya, yang
ada di daratan, maupun yang ada di lautan. Dia pun
mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Dengan kata
lain, Allah mengetahui sampai di mana perjalanannya di bumi dan ke manakah
tempat kembalinya, yakni sarangnya inilah yang dimaksud dengan tempat
penyimpanannya.
Ali ibnu Abu Talhah dan lain-lainnya telah menceritakan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya:
( 6
: هود ) $yd§s)tFó¡ãBOn=÷ètur
dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu. (Hud:6)
Yakni tempat berdiamnya binatang itu (sarangnya)
( 6 : هود) Þ$ygtãyöqtFó¡ãBur
dan tempat penyimpanannya. (Hud:6)
maksudnya bila telah mati.
Diriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan
makna firman-Nya:
( 6 : هود ) $yd§s)tFó¡ãBOn=÷ètur
dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu. (Hud:6)
Maksudnya, di dalam rahim.
( 6 : هود) Þ$ygtãyöqtFó¡ãBur
dan tempat penyimpanannya. (Hud:6)
Di dalam tulang sulbi, seperti yang terdapat pada surat
Al-An'am.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ad-Dahhak, dan sejumlah ulama. Ibnu Abu Hatim telah menyebutkan pendapat-pendapat ulama tafsir dalam ayat ini, juga menyebutkan pendapat mereka tentang ayat dalam surat Al-An'am tersebut.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ad-Dahhak, dan sejumlah ulama. Ibnu Abu Hatim telah menyebutkan pendapat-pendapat ulama tafsir dalam ayat ini, juga menyebutkan pendapat mereka tentang ayat dalam surat Al-An'am tersebut.
Makna yang dimaksud ialah bahwa semuanya itu telah tercatat di dalam suatu
Kitab yang ada di sisi Allah yang menerangkan kesemuanya itu. Perihalnya
sama dengan makna yang
terkandung di dalam firman-Nya:
$tBur `ÏB 7p/!#y Îû ÇÚöF{$# wur 9ȵ¯»sÛ çÏÜt Ïmøym$oYpg¿2 HwÎ) íNtBé& Nä3ä9$sVøBr& 4 $¨B $uZôÛ§sù Îû É=»tGÅ3ø9$# `ÏB &äóÓx« 4 ¢OèO 4n<Î) öNÍkÍh5u crç|³øtä ÇÌÑÈ
“ Dan tiadalah
binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua
sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun
dalam Al-Kitab kemudian kepada
Tuhanlah mereka dihimpunkan. (Al-An'am 6 : 38)
* ¼çnyYÏãur ßxÏ?$xÿtB É=øtóø9$# w !$ygßJn=÷èt wÎ) uqèd 4 ÞOn=÷ètur $tB Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur 4 $tBur äÝà)ó¡n@ `ÏB >ps%uur wÎ) $ygßJn=÷èt wur 7p¬6ym Îû ÏM»yJè=àß ÇÚöF{$# wur 5=ôÛu wur C§Î/$t wÎ) Îû 5=»tGÏ. &ûüÎ7B ÇÎÒÈ
“Dan
pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya
kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan
tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak
jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau
yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)"
(Al-an’am 6:59)
Allah
Swt bukan hanya Pencipta seluruh makhluk yang ada di jagad ini, akan tetapi
Allah Swt juga Pemberi rizki semua mereka itu. Artinya bahwa Allah Swt
menyediakan berbagai fasilitas hidup mereka hal ini tidak terbatas hanya pada
manusia tapi setiap binatang baik kecil atau besar tercakup dalam undang-undang
ilahi ini.
Sementara
dari satu sisi Allah Swt menciptakan segala apa yang diperlukan semua makhluk
hidup ciptaan-Nya termasuk air, makanan, oksigen, cahaya, panas dan selainnya dari
sisi lain Allah juga mengajarkan kepada makhluk-makhluk tersebut tata cara
pemanfaatannya. Seorang bayi yang baru lahir ke dunia akan mendapatkan makanan
yang diperlukannya, berupa air susu yang telah Allah ciptakan pada ibu bayi
tersebut dan Allah pun telah memberikan kemampuan kepada si bayi untuk
menghisap air susu tersebut sehingga dengan demikian bayi yang lemah dan tidak
berdaya itu dapat memperoleh makanannya.
Pemberian
rizki secara umum dan meluas seperti ini sudah barang tentu memerlukan
pengetahuan yang luas tentang semua makhluk hidup dan keperluan-keperluan
mereka. Di antara tuntutan mahkluk hidup yang bergerak ialah berpindah-pindah
tempat dari satu tempat ke tempat lain Sifat berpindah-pindah tempat ini juga
diberikan oleh Allah Swt kepada sebagian makhluknya sebagai salah satu cara pemberian
rizki. Dan semua keberadaan makhluk rizki dan cara-cara mereka memperoleh riski
tersebut baik dengan bergerak ke sana ke mari atau dengan diam di tempat
tertentu semua itu telah tercantum dengan jelas dan terang dalam kitab-Nya.
Binatang-binatang yang melata yang hidup di atas bumi yang meliputi
binatang yang merayap, merangkak atau pun yang berjalan dengan kedua kakinya,
semuanya dijamin rezekinya oleh Allah swt. Binatang-binatang itu diberi naluri
dan kemampuan untuk mencari rezekinya sesuai dengan kejadiannya, semuanya itu
diatur oleh Allah Taala dengan hikmah dan kebijaksanaan-Nya sehingga selalu ada
keserasian. Jika tidak diatur demikian, mungkin pada suatu saat ada semacam
binatang yang berkembang biak terlalu cepat sehingga mengancam kelangsungan
hidup binatang-binatang yang lain, atau ada yang mati terlalu banyak sehingga
mengganggu kesehatan umum. Maka pantaslah jika sebagian
binatang memakan sebagian yang lain lagi, sehingga kehidupan yang harmonis
selalu dapat dipertahankan.
Allah
mengetahui tempat berdiam binatang-binatang itu dan tempat penyimpanannya ketika
masih berada dalam perut induknya. Pada kedua tempat itu Allah senantiasa
menjamin rezekinya dan semua itu telah tercatat dan diatur serapi-rapinya dalam
sebuah kitab yang nyata yaitu Lohmahfuz yang berisi semua perencanaan dan
pelaksanaan dari seluruh ciptaan Allah secara menyeluruh dan sempurna.
Dan
hendaklah mereka tahu bahwa kekuasaan, nikmat-nikmat dan ilmu Allah itu
mencakup segala sesuatu. Tak satu binatang pun yang melata di bumi ini kecuali
Allah dengan karunianya telah menjamin rezeki yang layak dan sesuai dengan habitat atau
miliunya. Allah juga mengetahui di mana binatang itu menetap dan ke mana ia
akan ditempatkan setelah kematiannya. Semua itu tercatat di sisi Allah dalam
sebuah kitab yang menjelaskan hal ihwal makhluk-makhluk-Nya
Menurut tafsir Ahmad Musthofa Al-Maraghi, kata
(ر ز ق) rizq memiliki makna bahwasannya tidak ada makhluk dari jenis manapun
diatas Bumi kecuali rezekinya ditanggung oleh Allah, tidak ada bedanya tentang
hal itu, baik biatang-binatang kecil yang tidak bisa dilihat mata kepala,
sedang, atau bertubuh besar. Demikian
pula, Allah telah memberikan kepada masing-masing penciptaan_Nya yang sesuai
dengan penghidupannya.
Kata
(ر ز ق) rizq menurut tafsir Teungku Muhammad Hasbi Ash Shieddieqy dalam bukunya
Tafsir An-Nuur memiliki arti bahwa Allah yang menanggung rezekinya. Maksudnya,
Allah memudahkan semua makhluknya itu mencari rezeki dan menunjukinya
usaha-usaha yang mendatangkan rezeki serta menjanjikan bahwa semua makhluk
ciptaan-Nya akan mendapatkan rezeki yang sepadan dengan dirinya.
Abu Ja’far berkata : Allah SWT menyebutkan
dalam firmanNya: (Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan
Allah-lah yang memberi rezkinya), dan tidaklah suatu binatang pun di muka bumi,
(melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya), dikatakan : tiada suatu pun dari
rizkinya yang sampai kepadanya kecuali dari Allah.
Dari beberapa pendapat diatas kita
dapat memahami hakekat rezeki yang benar. Kita harus tahu bahwa rezeki yang
tersebar didunia ini bukan hanya untuk manusia, tetapi untuk makhluk Allah yang
lain, termasuk binatang. Kemudian untuk rezeki yang halal dan yang haram dapat
kita artikan bahwa rezeki yang haram itu tetap saja disebut rezeki. Hanya saja
rezeki yang haram itu adalah rezeki yang tidak berkah, sedangkan yang halal itu
rezeki yang berkah. Allah menegaskan
bahwa tiadalah sesuatupun makhluk hidup yang mendapatkan rizki, kecuali dari
Allah, Allah-lah yang memberikannya, dan semua rizeki yang sampai kepada
manusia, tiada lain tiada bukan dari Allah, pemahaman seperti ini menjadi
keyakinan yang penting bagi setiap muslim, bahwa rizeki tersebut datangnya dari
Allah, bukan dari manusia, bahkan ketetapan itu semua, sudah terdapat dalam
sebuah kitab.
DAFTAR PUSTAKA
Shihab,M.Quraish,TafsirmAl Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
AL-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Http://pemudapersis32.blogspot.co.id/2015/05/hud-ayat-6.html
No comments:
Post a Comment