NAMA: LENI ASTUTI
NIM : 1414231064
JURUSAN/SMSTR : PERBANKAN SYARIAH 2 - 4
PRODUKSI
A. Tafsir
Surat Al-Baqarah Ayat 29
uqèd Ï%©!$#Yn=y{Nä3s9$¨B ÎûÇÚö F{$#$YèÏJy_§NèO# uqtGó$# n<Î)Ïä!$yJ¡¡9$#£`ßg1§q|¡sùyìö7y;Nºuq»yJy4uqèdurÈe@ä3Î/>äóÓx«×LìÎ=tæ
Artinya : “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit.
dan dia Maha mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah: 29).
Dalam penggalan terjemahan ayat tersebut yang berbunyi “Kemudian Dia
berkehendak menuju ke langit”. Kata kemudian dalam ayat ini bukan
berarti selang masa tapi dalam arti peringkat, yakni peringkat sesuatu yang
disebut sesudahnya yaitu langit dan apa yang ditampungnya lebih agung, lebih
besar, indah dan misterius daripada bumi. Maka Dia, yakni Allah menyempurnakan
mereka yakni menjadikan tujuh langit dan menetapkan hukum-hukum yang
mengatur perjalanannya masing-masing, serta menyiapkan sarana yang sesuai bagi
yang berada disana. Itu semua diciptakannya dalam keadaan sempurna dan amat
teliti. Dan itu semua mudah bagi-Nya karena Dia Maha Mengetahui
segala sesuatu.[1][1]
Yang menarik, setelah Allah mengingatkan asal-usul kejadian manusia yang
berasal dari ketiadaan dan kematian, yang berasal dari tanah, tumbuhan, dan
hewan, tiba-tiba menyebutkan bahwa semua yang ada di bumi ini (termasuk tanah,
tumbuhan, dan hewan), Dia ciptakan untuk manusia. Pesan yang bisa kita tangkap
dari peringatan ini ialah bahwa tubuh biologis manusia (yang merupakan bagian
tak terpisahkan dari bumi) diciptakan untuk berbakti kepada tubuh ruhaniahnya.
Jadi ada sesuatu yang luar biasa pada diri manusia yang justru bukan berasal
dari bumi; tetapi untuknyalah bumi dciptakan. Artinya, kalau bukan demi manusia
ruhaniah itu, Allah tidak menciptakan bumi ini. Melalui peringatan ini, Allah
hendak mengesankan manusia bahwa diri ruhaniahnya itu adalah makhluk yang
sangat mulia yang sedemikian mulianya sehingga nilai
kemuliannya melampaui seluruh nilai alam semesta yang material ini.[2][2]
Pantas juga kalau ketika Allah menawarkan amanah
(agama, tugas ilahiah) kepada langit, bumi, dan gunung, semua menolak
untuk menerimanya. Karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk itu. Manusialah
yang menerimanya karena hanya manusia sajalah yang memiliki kesanggupan untuk
itu. “Sungguh Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, tetapi semuanya enggan mengemban amanat itu karena khawatir akan
mengkhianatinya, sehingga amanat itu (pun) diemban oleh manusia. (Maka) sungguh
manusia itu amat zalim dan amat bodoh (jika tidak melaksanakan amanah tersebut).”
(33:72) Kendati akan ditunaikan di dunia yang bersifat material, tetapi
substansi amanah ini murni bersifat ruhaniah, sehingga hanya makhluk
yang memiliki tubuh material dan tubuh ruhaniahlah yang layak mengembannya. Dan
itulah manusia. Dan sekaligus penentu mulia tidaknya dia adalah diemban
tidaknya amanah ini. Karena apabila dia tidak mengembannya, maka
sia-sialah tubuh ruhaniahnya, sehingga diapun masuk kategori menzalimi dan
membodohi dirinya sendiri. Sebab tugas yang Allah letakkan padanya ialah agar
dapat mengemban amanah tersebut.[3][3]
Setelah Allah menyebut peruntukan penciptaan
segala yang ada di bumi, Dia kemudian menggunakan kata sambung ثُمَّ (tsumma,
kemudian), yang menunjukkan adanya pengurutan (tartĭb), yaitu—yang
oleh ahli bahasa disebut—tartĭb infishāl (pengurutan terpisah); artinya,
kejadian berikutnya tidak terjadi dengan serta-merta. Di belakang kata sambung ثُمَّ (tsumma,
kemudian) ini ialah kalimat اسْتَوَى إِلَى السَّمَاء (istawā
ilas-samāi, beranjak ke langit). Maksudnya, pelaksanaan amanah
tadi sekaligus menjadi tangga-tangga ruhaniah yang starting point (titik
anjak)-nya bermula dari bumi, dari dunia material, dari tubuh biologis, untuk
selanjutnya menuju ke ‘langit’. Hanya individu-individu yang bisa melepaskan
diri dari jeratan bumi, dunia material, tubuh biologisnyalah yang bisa
melanjutkan perjalanannya menuju ke ‘langit’. Itu sebabnya kata sambungnya
menggunakan ثُمَّ (tsumma, kemudian)—tartĭb
infishāl (pengurutan terpisah)—dan bukan فَ (fa',
lantas)—tartĭb ittishāl (pengurutan bersambung). Jadi yang Allah
sampaikan di ayat ini bukanlah proses penciptaan, melainkan rangkaian
perjalanan spiritual (mi’raj ruhani) yang sejatinya ditempuh oleh
manusia.[4][4]
Penggunaan kata عَلِيمٌ ('alĭm, Maha Mengetahui) di akhir ayat ini
mengisyaratkan bahwa perjalanan ruhani pada hakikatnya adalah sebuah napak
tilas menelusuri ilmu Allah. Yang artinya, progresifitas perjalanan itu
berbanding lurus dengan makin bertambahnya ilmu seseorang. Kian bertambah ilmu
sesorang tentang Allah (seharusnya) kian bertambah pula kapasitasnya dalam
memikul amanah yang diembannya, dan kian bertambah tinggi pula martabat
‘langit’ yang dicapainya, sehingga (pada akhirnya) kian dekat yang bersangkutan
kepada ‘arasy Rab-nya.[5][5]
Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan bukti keberadaan dan
kekuasaan-Nya kepada makhluk-Nya melalui apa yang
mereka saksikan sendiri pada diri mereka, lalu Dia menyebutkan bukti lain
melalui apa yang mereka saksikan, yaitu penciptaan langit dan bumi.
Istawaa ilas
samaa (berkehendak atau bertujuan
ke langit), makna lafadz ini mengandung pengertian kedua lafadz tersebut, yakni
berkehendak atau bertujuan, karena ia di-muta’addi-kan dengan memakai
huruf ilaa. Fasawwaahunna sab’a samaawaat (lalu Dia menciptakan
tujuh langit), lafadz as-samaa dalam ayat ini merupakan isim jinis,
karena itu disebutkan sab’a samaawaat. Wahuwa bikulli syai-in ‘aliim
(Dia Maha Mengetahui segala sesuatu), yakni pengetahuan-Nya meliputi semua
makhluk yang telah Dia ciptakan.[6][6]
Dari uraian diatas dapat diketahui, yakni berkaitan dengan materi
pendidikan yang terkandung dalam ayat tersebut, menjelaskan bahwa segala
sesuatu yang ada di alam semesta merupakan salah satu dari beberpa bukti
keagungan Allah SWT yang menuntut kita untuk mempelajarinya sehingga dapat
menambah keimanan kita terhadap kekuasaan Allah SWT.
Sebagaimana dalam buku karya DR. Nurwajah Ahmad E.Q disitu disebutkan bahwa
Alqur’an berulangkali menampilkan fenomena alam semesta, yang target akhir dari
itu semua adalah kesadaran atas eksistensi diri sebagai makhluk yang tidak
memiliki arti apa-apa dihadapan sang penguasa. Oleh sebab itu dalam setiap ayat
yang menjelaskan fenomena alam senantiasa dikaitkan dengan dorongan terhadap
manusia unrtuk melakukan pengamatan, penyelidikan yang akan menambah
pengetahuan manusia.[7][7] Maka dengan demikian manusia harus menggunakan segala kekayaan
alam bukan semata-mata untuk kepentingan fisik dan intelektual tetapi lebih
penting lagi adalah untuk moral dan spiritual.[8][8]
Ayat ini turun dalam rangka Al-Taubih (ejekan) dan Al-Ta’ajjub
(keanehan) yang disebabkan karena sifat ingkar yang ditunjukkan oleh
orang-orang fasik dengan menyebutkan bukti-bukti yang mendorong mereka agar
memiliki keimanan dan menjauhi kekafiran.[9][9]
Adapun diantara bukti-bukti tersebut adalah adanya kenikmatan yang
menunjukkan kekuasaan Allah SWT, yang diperlihatkan dengan permulaan penciptaan
makhluk-Nya hingga berakhirnya kehidupan ini.
Maka dari uraian-urain tersebut diatas dapat difahami bahwasanya yang
terkandung dalam Surat Al Baqarah ayat 29 adalah berbicara tentang penciptaan
alam semesta dalam rangka memberi peringatan orang – orang fasik. kemudian
Allah juga menciptakan segala apa yang ada di bumi dan di langit untuk manusia,
dengan demikian ayat tersebut tidak membicarakan proses penciptaan alam,
melainkan lebih ditunjukan untuk menjelaskan posisi alam sebagai tempat yang
penuh karunia tuhan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia sehingga manusia dapat
bersyukur atas karunia tersebut dan meningkatkan keimanannya.
Berkaitan Dengan surat Al
Baqarah ayat 29, ada pula ayat Al Quran yang masih ada hubungannya dengan
materi pendidikan yaitu Surat
Al-A’raf Ayat 54.
cÎ)ãNä3/u ª!$# Ï%©!$#t,n=y{ÏNºuq»yJ¡¡9$#uÚö F{$#ur ÎûÏpGÅ5Q$r&§NèO3 uqtGó$# n?tãĸóyêø9$#ÓÅ´øóã@ø9©9$#u $pk¨]9$#¼çmç7è=ôÜt$ZWÏWym}§ôJ¤±9$#urtyJs)ø9$#urtPqàf Z9$#ur¤Nºt¤ |¡ãBÿ¾ÍnÍöDr'Î/3wr&ã&s!ß,ù=sø:$#âöDF{$#ur3x8u $t6s?ª!$#>u tûüÏHs>»yèø9$#
Artinya : Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy.[10][10] Dia menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan
bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah,
menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta
alam.
Menurut tafsir al-maraghi, kata Ar-Rabb
berarti Tuhan pemilik, pengendali dan pendidik. Sedang Al-Illah ialah
sesembahan yang diseru supaya menghilangkan bahaya atau mendatangkan keuntungan,
dan yang didekaati dengan ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan yang di
harapkan dapat menjadikan-Nya rela. Kemudian kata As Samawati Wal Ard yaitu
langit dan bumi, yang dimaksud ialah alam atas dan alam bawah. Se:
Surat
Al-Baqarah ayat 29
Bahwa Allah SWT
setelah merici ayat-ayat-Nya tentang diri manusia dengan mengingatkan awal
kejadian, sampai kesudahannya dan menyebutkan bukti keberadaan serta
kekuasaan-Nya kepada Makhluk-Nya melalui apa yang mereka saksikan sendiri pada
diri mereka, kemudian Dia menyebutkan ayat-ayat-Nya atau bukti lain yang ada di
cakrawala melalui apa yang mereka saksikan, yaitu penciptaan langit dan bumi,
untuk menunjukkan kekuasaan-Nya yang meliputi segala-galanya dan menunjukkan
betapa banyak karunia-Nya kepada umat manusia dengan menjadikan segala yang di
bumi sebagai bekal dan persediaan untuk dimanfaatkan. Untuk itu Allah SWT
berfirman dalam Al-Qur’an:
هو الذي خلق
لكم ما في الأرض جميعا ثم استوى إلى السماء فسواهن سبع سموات وهو بكل شيء عليم
(29)
Penjelasan
- هو الذي خلق لكم ما في الأرض
جميعا
(Dialah Tuhan yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu) yaitu :
Dalam
memanfaatkan benda-benda di bumi ini dapat ditempuh melalui salah satu dari dua
cara, yaitu:
1.
Memanfaatkan benda-benda itu dalam kehidupan jasadi untuk memberikan potensi
pada tubuh atau kepuasan padanya dalam kehidupan duniawi.
2.
Dengan memikirkan dan memperhatikan benda-benda yang tidak dapat diraih oleh
tangan secara langsung, untuk digunakan sebagai bukti tentang kekuasaan
penciptanya dan dijadikan santapan rohani.
Dengan ayat
ini kita mengetahui bahwa pada dasarnya memanfaatkan segala benda di bumi ini
dibolehkan. Tidak seorangpun mempunyai hak mengharamkan sesuatu yang telah
dihalalkan oleh Allah kecuali dengan izin-Nya sebagaimana telah difirmankan
pada ayat 10 surat Yunus.
- ثم استوى إلى السماء (kemudian Dia menuju langit) yaitu:
Kata samaa
artinya sesuatu yang jauh berada di atas kepala kita. Dan kata Istawaa
berarti langsung menuju tujuan tanpa kecenderungan mengerjakan sesuatu yang
lain di tengah-tengah menciptakannya.
- فسواهن سبع سموات (lalu menciptakan tujuh langit)
yaitu:
Maksud dari
ayat tersebut, Allah menyempurnakan penciptaan langit hingga menjadi tujuh
langit.
- هو الذي خلق لكم ما في الأرض
جميعا yaitu:
Dipahami
oleh banyak Ulama’ menunjukkan bahwa pada dasarnya segala apa yang terbentang
di bumi ini dapat digunakan oleh manusia, kecuali jika ada dalil yang
melarangnya.
- Makna استوىyaitu:
Kata Istawaa
pada mulanya berarti tegak lurus, tidak bengkok. Selanjutnya kata itu
dipahami secara majazi dalam arti menuju ke sesuatu dengan cepat dan penuh
takad bagaikan yang berjalan tegak lurus tidak menoleh ke kiri dan ke kanan.
- استوى إلى السماء yaitu:
Kehendak
Allah untuk mewujudkan sesuatu seakan-akan kehendak tersebut serupa dengan
seseorang yang menuju ke sesuatu untuk mewujudkannya dalam bentuk seagung dan
sebaik mungkin.
- فسواهنyaitu:
Bahwa langit
itu dijadikanNya dalam bentuk sebaik mungkin, tanpa
sedikit aib/kekurangan apapun. Seperti dalam surat
al-Mulk ayat 03.
- ثم استوى إلى السماء (kemudian Dia menuju langit) yaitu:
Summa dalam ayat ini menunjukkan ‘ataf
khabar kepada khabar, bukan ‘ataf fi’il kepada fi’il yang lain.
Istawaa ilas
samaa yaitu
berkehendak atau bertujuan ke langit. Makna lafadz ini mengandung pengertian
kedua lafadz tersebut, yakni berkehendak dan bertujuan, karena ia
dimuta’addi-kan denagn memakai huruf ila.
- فسواهن سبع سموات (Lalu Dia menciptakan langit
tujuh lapis) yakni:
Lafadz as-samaa
dalam ayat ini merupakan isim jins, karena itu disebutkan sab’a samaawaat.
Maksud ayat ini yaitu Sebagian dari langit berada di atas sebagian
lainnya. Dikatakan sab’a samaawaati artinya tujuh lapis bumi, yakni
sebagian berada dibawah yang lain. Ayat ini menunjukkan bahwa bumi diciptakan
sebelum langit.
- وهو بكل شيء عليم (Dan Dia Maha mengetahui
segala sesuatu) yaitu:
Maksudnya,
pengetahuan-Nya meliputi semua makhluk yang telah Ia ciptakan sebagaimana dalam
firman-Nya:
ألا يعلم من
خلق..(الملك : 14)
Rincian
makna ayat ini diterangkan dalam surat Fushilat ayat 9-12 yang berbunyi:
قل أئنكم
لتكفرون بالذي خلق الأرض في يومين وتجعلون له أندادا ذلك رب العالمين (9) وجعل
فيها رواسي من فوقها وبارك فيها وقدر فيها أقواتها في أربعة أيام سواء للسائلين
(10) ثم استوى إلى السماء وهي دخان فقال لها وللأرض ائتيا طوعا أو كرها قالتا
أتينا طائعين (11) فقضاهن سبع سموات في يومين وأوحى في كل سماء أمرها وزينا السماء
الدنيا بمصابيح وحفظا ذلك تقدير العزيز العليم (12)
Di dalam
ayat Fushilat terkandung dalil yang menunjukkan bahwa Allah SWT memulai
ciptaan-Nya dengan menciptakan Bumi, kemudian menciptakan tujuh lapis langit.
Memang demikianlah cara membangun sesuatu, yaitu dimulai dari bagian bawah,
setelah itu baru bagian atasnya. Makna ayat ini juga diterangkan dalam surat
an-Naazi’aat 27-33:5
ءأنتم أشد
خلقا أم السماء بناها (27) رفع سمكها فسواها (28) وأغطش ليلها وأخرج ضحاها (29)
والأرض بعد ذلك دحاها (30) أخرج منها ماءها ومرعاها (31) والجبال أرساها (32)
متاعا لكم ولأنعامكم (33) (النازعات : 27-33)
Apakah
kalian yang lebih sulit penciptaannya atau langit? Allah telah membinanya. Dia
meninggikan bangunannya, lalu menyempurnakannya, dan Dia menjadikan malamnya
gelap gulita dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah
dihamparkan-Nya. Ia memancarkan darinya mata airnya, dan (menumbuhkan)
tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, (semua
itu) untuk kesenangan kalian dan untuk binatang-binatang ternak kalian.
Menurut Ali
Ibnu Abu Talhah, dari Ibnu abbas, bahwa As-Daha (Penghamparan),dilakukan
sesudah penciptaan langit dan bumi. As-Saddi telah mengatakan di dalam kitab
tafsirnya, dari Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah,
dari Ibnu Mas’ud, serta dari sejumlah sahabat sehubungan dengan makna surat
al-Baqarah ayat 29. bahwa Arasy Allah SWT berada di atas air, ketika itu Allah
belum menciptakan makhluk, maka Dia mengeluarkan asap dari air tersebut, lalu
asap (agar) tersebut membumbung di atas air hingga letaknya berada di atas air,
dinamakanlah sama (langit).
Kemudian air
dikeringkan, lalu Dia menjadikannya bumi yang menyatu. Setelah itu bumi
dipisahkan-Nya dan dijadikan-Nya tujuh lapis dalam 2 hari, yaitu Ahad dan
Senin. Allah menciptakan bumi di atas ikan besar, dan ikan besar inilah yang
disebutkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surat al-Qolam ayat 1 :
ن والقلم وما
يسطرون (1)
Sedangkan
ikan besar (nun) berada di dalam air. Air berada di atas permukaan batu yang
licin, sedangkan batu yang licin berada di atas punggung malaikat. Malaikat
berada di atas batu besar, dan batu besar berada di atas angin. Batu besar
inilah yang disebut oleh Luqman bahwa ia bukan berada di langit dan juga di
bumi.
Kemudian
ikan besar itu bergerak, maka terjadilah gempa di bumi, lalu Allah memancangkan
gunung-gunung di atasnya hingga bumi menjadi tenang, gunung-gunung itu berdiri
dengan kokohnya di atas bumi. Berdasarkan firman Allah dalam surat al-Anbiya’ :
31:
وجعلنا في
الأرض رواسي أن تميد بهم ..(31)
Allah
menciptakan gunung di bumi dan makanan untuk penghuni-penghuninya dan
menciptakan pepohonan dan semuanya diperlukan di bumi pada hari Selasa dan
Rabu.
Sebagaimana
yang dijelaskan dalam surat Fushilat ayat 9-10. berdasarkan surat Fushilat ayat
11 yang berbunyi:
ثم استوى إلى
السماء وهي دخان ..(فصلت : 11)
Bahwa asap
itu merupakan uap dari air tadi. Kemudian asap dijadikan langit tujuh lapis
dalam dua hari, yaitu hari Kamis dan Jum’at. Sesungguhnya hari Jum’at dinamakan
demikian karena pada hari itu diciptakan langit dan bumi secara bersamaan.
Setelah
Allah menyelesaikan penciptaan apa yang Dia sukai, lalu Dia menuju Arasy,
sebagaimana dalam firman-Nya surat al-Hadid ayat 4 yaitu :
هو الذي خلق
السموات والأرض في ستة أيام ثم استوى على العرش ..(الحديد : 4)
Dia
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia berkuasa di atas
Arasy.
Ibnu Jaris
mengatakan. Telah menceritakan kepadanya Al-Musanna, telah menceritakan kepada
kami Abdullah Ibnu Saleh, telah menceritakan kepadaku Abu Ma’syar, dari Sa’id
Ibnu Abu Sa’id, dari Abdullah Ibnu Salam yang mengatakan bahwa sesungguhnya
Allah memulai penciptaan makhluk-Nya pada hari Ahad, menciptakan berlapis-lapis
bumi pada hari Ahad dan Senin, menciptakan berbagai makanan dan gunung pada
hari Selasa dan Rabu, lalu menciptakan langit pada hari Kamis dan Jum’at. Hal
itu selesai di akhir hari Jum’at yang pada hari itu juga Allah menciptakan Adam
dengan tergesa-gesa. Pada saat itulah kelak hari qiamat akan terjadi.
- Banyak sekali uraian para
Mufassir dan Teolog tentang penciptaan langit dan bumi, mereka berbicara
tentang apa yang ada sebelum penciptaan dan sesudahnya dan juga tentang istawaa.
Mereka lupa bahwa sebelum dan sesudah adalah dua istilah yang digunakan
manusia dan keduanya itu tidak menyentuh sisi Allah dan istawaa adalah
istilah kebahasaan yang disini hanya menggambarkan bagi manusia (makhluk
terbatas ini), suatu substansi yang tidak terbatas.
- هو الذي خلق لكم ما في الأرض
جميعاyaitu:
Perkataan
“untuk kamu “ memiliki makna yang dalam dan memiliki kesan yang dalam ppula.
Ini merupakan kata pasti yag menetapkan bahwa Allah menciptakan manusia ini
untuk urusan yang besar.
- ثم استوى إلى السماء فسواهن سبع
سمواتyaitu:
Menurut
Sayyid Quthb tidak ada tempat untuk mempersoalkan hakikat
maknanya,
karena kata itu adalah lambang ynag menunjuk pada
kekuasaan
dan berkehendak untuk membuat sesuatu. Demikian halnya
dengan makna
berkehendak menuju penciptaan. Sebagaimana halnya
tidak ada
tempat untuk membahas makna tujuh langit serta bentuk
dan jaraknya
- وهو بكل شيء عليمyaitu:
Karena Alah
pencipta segala sesuatu, yang mengatur segala sesuatu. Dan jangkauan
pengetahuan-Nya yang mennyeluruh ini sama dengan jangkauan-Nya yang menyeluruh
bagi pengaturan-Nya. Hal ini mendorong keimanan kepada Tuhan Yang Maha Pencipta
lagi Esa, memotivasi beribadah kepada Yang Maha Memberi rizqi dan nikmat saja
merupakan pengakuan yang indah terhadapnya.
Pesan dari
ayat ini adalah bumi diciptakan untuk manusia, dimana Allah menciptakan bumi
agar manusia berperan sebagai khalifah, berperan aktif dan utama dalam
peristiwa-peristiwa serta pengembangannya. Dia adalah pengelola bumi dan
pemilik alat, bukan dikelola oleh bumi dan menjadi hamba yang diatur atau
dikuasai oleh alat. Tidak juga tunduk pada perubahan dan perkembangan yang
dilahirkan oleh alat-alat, sebagaimana diduga bahkan dinyatakan oleh paham
materialisme.
Informasi
Allah ini bertujuan mengecam orang-orang kafir yang mempersekutukan Allah,
padahal Dia adalah pencipta yang menguasai alam raya ,yang menghamparkan bumi
manusia dan menyerasikan langit agar kehidupan di dunia menjadi nyaman. Semua
iti tidak ada tempatnya untuk dibahas karena keterbatasan akal manusia,
sekaligus karena membahasnya dan mengetahuinya sekalipun tidak berkaitan dengan
tujuan penciptaan manusia dan sebagai hamba Allah dan khalifah di dunia.
Demikianlah segmen surat ini, semuanya difokuskan pada masalah keimanan, dan
seruan untuk memilih rombongan konvoi orang-orang yang beriman dan bertaqwa.
2
Surat Al-Mulk ayat 1-4
Yaitu surat
yang menunjukkan tentang seluruh kerajaan (kekuasaan) ada dalam tangan Allah.
Surat
al-Mulk ayat 1 berbunyi :
- تبارك الذي بيده الملك (Maha Suci Dia, yang di dalam
tangan-Nya sekalian kerajaan)
Bahwa ayat
tersebut mengandung pengertian betapa Tuhan memberi ingatan kepada manusia
dalam kerajaan dan kemegahan dalam dunia ini, bahwasannya kerajaan yang sebenar
kerajaan, kekuasaan yang sebenar kekuasaan hanya ada dalam tangan Allah.
Segala kerajaan
dan kekuasaan yang ada di muka bumi ini, bagaimanapun manusia mengejarnya atau
mempertahankannya bila telah dapat diperoleh, tidaklah semua itu benar-benar
kerajaan (kekuasaan). Bagaimanapun seorang Raja
memerintah dengan segenap kekuatan, kegagahan dan kadang-kadang
kesewenang-wenangan, namun kekuasaan yang seperti demikian hanyalah pinjaman
belaka dari Allah dan tidak ada yang akan kekal dipegangnya terus.
Naiknya
seorang penguasa pun hanyalah karena adanya pengakuan sedang Allah sebagai Maha
Kuasa dan Maha Menentukan, tidaklah Dia berkuasa karena diangkat. Itulah
sebabnya maka mustahil Allah itu beranak, sebab Allah itu hidup selama-lamanya
dan Maha Kuasa untuk selama-lamanya.
- وهو على كل شيء قدير (Dan Dia atas tiap-tiap
sesuatu adalah Maha Menentukan) yaitu:
Sebagai
Tuhan Yang Maha Kuasa, pembagi kekuasaan kepada sekalian raja dan penguasa di
dunia (di seluruh alam ini), baik di bumi atau di langit, Allah lah yang maha
menentukan segala sesuatu. Segala sesuatu adalah meliputi segala sesuatu, baik
yang sangat besar maupun yang sangat kecil. Allah maha kuasa
No comments:
Post a Comment