Thursday, March 17, 2016


NAMA: LENI ASTUTI
NIM : 1414231064
JURUSAN/SMSTR : PERBANKAN SYARIAH 2 - 4

PRODUKSI
A.    Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 29
uqèd Ï%©!$#Yn=y{Nä3s9$¨B ÎûÇÚö F{$#$YèÏJy_§NèO# uqtGó$# n<Î)Ïä!$yJ¡¡9$#£`ßg1§q|¡sùyìö7y;Nºuq»yJy4uqèdurÈe@ä3Î/>äóÓx«×LìÎ=tæ
Artinya : “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia Maha mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah: 29).
Dalam penggalan terjemahan ayat tersebut yang berbunyi “Kemudian Dia berkehendak menuju ke langit”. Kata kemudian dalam ayat ini bukan berarti selang masa tapi dalam arti peringkat, yakni peringkat sesuatu yang disebut sesudahnya yaitu langit dan apa yang ditampungnya lebih agung, lebih besar, indah dan misterius daripada bumi. Maka Dia, yakni Allah menyempurnakan mereka yakni menjadikan tujuh langit dan menetapkan hukum-hukum yang mengatur perjalanannya masing-masing, serta menyiapkan sarana yang sesuai bagi yang berada disana. Itu semua diciptakannya dalam keadaan sempurna dan amat teliti. Dan itu semua mudah bagi-Nya karena Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.[1][1]
Yang menarik, setelah Allah mengingatkan asal-usul kejadian manusia yang berasal dari ketiadaan dan kematian, yang berasal dari tanah, tumbuhan, dan hewan, tiba-tiba menyebutkan bahwa semua yang ada di bumi ini (termasuk tanah, tumbuhan, dan hewan), Dia ciptakan untuk manusia. Pesan yang bisa kita tangkap dari peringatan ini ialah bahwa tubuh biologis manusia (yang merupakan bagian tak terpisahkan dari bumi) diciptakan untuk berbakti kepada tubuh ruhaniahnya. Jadi ada sesuatu yang luar biasa pada diri manusia yang justru bukan berasal dari bumi; tetapi untuknyalah bumi dciptakan. Artinya, kalau bukan demi manusia ruhaniah itu, Allah tidak menciptakan bumi ini. Melalui peringatan ini, Allah hendak mengesankan manusia bahwa diri ruhaniahnya itu adalah makhluk yang sangat mulia yang sedemikian mulianya sehingga nilai kemuliannya melampaui seluruh nilai alam semesta yang material ini.[2][2]
Pantas juga kalau ketika Allah menawarkan amanah (agama, tugas ilahiah) kepada langit, bumi, dan gunung, semua menolak untuk menerimanya. Karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk itu. Manusialah yang menerimanya karena hanya manusia sajalah yang memiliki kesanggupan untuk itu. “Sungguh Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan mengemban amanat itu karena khawatir akan mengkhianatinya, sehingga amanat itu (pun) diemban oleh manusia. (Maka) sungguh manusia itu amat zalim dan amat bodoh (jika tidak melaksanakan amanah tersebut).” (33:72) Kendati akan ditunaikan di dunia yang bersifat material, tetapi substansi amanah ini murni bersifat ruhaniah, sehingga hanya makhluk yang memiliki tubuh material dan tubuh ruhaniahlah yang layak mengembannya. Dan itulah manusia. Dan sekaligus penentu mulia tidaknya dia adalah diemban tidaknya amanah ini. Karena apabila dia tidak mengembannya, maka sia-sialah tubuh ruhaniahnya, sehingga diapun masuk kategori menzalimi dan membodohi dirinya sendiri. Sebab tugas yang Allah letakkan padanya ialah agar dapat mengemban amanah tersebut.[3][3]
Setelah Allah menyebut peruntukan penciptaan segala yang ada di bumi, Dia kemudian menggunakan kata sambung ثُمَّ (tsumma, kemudian), yang menunjukkan adanya pengurutan (tartĭb), yaitu—yang oleh ahli bahasa disebut—tartĭb infishāl (pengurutan terpisah); artinya, kejadian berikutnya tidak terjadi dengan serta-merta. Di belakang kata sambung ثُمَّ (tsumma, kemudian) ini ialah kalimat اسْتَوَى إِلَى السَّمَاء (istawā ilas-samāi, beranjak ke langit). Maksudnya, pelaksanaan amanah tadi sekaligus menjadi tangga-tangga ruhaniah yang starting point (titik anjak)-nya bermula dari bumi, dari dunia material, dari tubuh biologis, untuk selanjutnya menuju ke ‘langit’. Hanya individu-individu yang bisa melepaskan diri dari jeratan bumi, dunia material, tubuh biologisnyalah yang bisa melanjutkan perjalanannya menuju ke ‘langit’. Itu sebabnya kata sambungnya menggunakan ثُمَّ (tsumma, kemudian)—tartĭb infishāl (pengurutan terpisah)—dan bukan فَ (fa', lantas)—tartĭb ittishāl (pengurutan bersambung). Jadi yang Allah sampaikan di ayat ini bukanlah proses penciptaan, melainkan rangkaian perjalanan spiritual (mi’raj ruhani) yang sejatinya ditempuh oleh manusia.[4][4]
Penggunaan kata عَلِيمٌ ('alĭm, Maha Mengetahui) di akhir ayat ini mengisyaratkan bahwa perjalanan ruhani pada hakikatnya adalah sebuah napak tilas menelusuri ilmu Allah. Yang artinya, progresifitas perjalanan itu berbanding lurus dengan makin bertambahnya ilmu seseorang. Kian bertambah ilmu sesorang tentang Allah (seharusnya) kian bertambah pula kapasitasnya dalam memikul amanah yang diembannya, dan kian bertambah tinggi pula martabat ‘langit’ yang dicapainya, sehingga (pada akhirnya) kian dekat yang bersangkutan kepada ‘arasy Rab-nya.[5][5]
Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan bukti keberadaan dan kekuasaan-Nya kepada makhluk-Nya melalui apa yang mereka saksikan sendiri pada diri mereka, lalu Dia menyebutkan bukti lain melalui apa yang mereka saksikan, yaitu penciptaan langit dan bumi.
Istawaa ilas samaa (berkehendak atau bertujuan ke langit), makna lafadz ini mengandung pengertian kedua lafadz tersebut, yakni berkehendak atau bertujuan, karena ia di-muta’addi-kan dengan memakai huruf ilaa. Fasawwaahunna sab’a samaawaat (lalu Dia menciptakan tujuh langit), lafadz as-samaa dalam ayat ini merupakan isim jinis, karena itu disebutkan sab’a samaawaat. Wahuwa bikulli syai-in ‘aliim (Dia Maha Mengetahui segala sesuatu), yakni pengetahuan-Nya meliputi semua makhluk yang telah Dia ciptakan.[6][6]
Dari uraian diatas dapat diketahui, yakni berkaitan dengan materi pendidikan yang terkandung dalam ayat tersebut, menjelaskan bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta merupakan salah satu dari beberpa bukti keagungan Allah SWT yang menuntut kita untuk mempelajarinya sehingga dapat menambah keimanan kita terhadap kekuasaan Allah SWT.
Sebagaimana dalam buku karya DR. Nurwajah Ahmad E.Q disitu disebutkan bahwa Alqur’an berulangkali menampilkan fenomena alam semesta, yang target akhir dari itu semua adalah kesadaran atas eksistensi diri sebagai makhluk yang tidak memiliki arti apa-apa dihadapan sang penguasa. Oleh sebab itu dalam setiap ayat yang menjelaskan fenomena alam senantiasa dikaitkan dengan dorongan terhadap manusia unrtuk melakukan pengamatan, penyelidikan yang akan menambah pengetahuan manusia.[7][7]   Maka dengan demikian manusia harus menggunakan segala kekayaan alam bukan semata-mata untuk kepentingan fisik dan intelektual tetapi lebih penting lagi adalah untuk moral dan spiritual.[8][8]
Ayat ini turun dalam rangka Al-Taubih (ejekan) dan Al-Ta’ajjub (keanehan) yang disebabkan karena sifat ingkar yang ditunjukkan oleh orang-orang fasik dengan menyebutkan bukti-bukti yang mendorong mereka agar memiliki keimanan dan menjauhi kekafiran.[9][9]
Adapun diantara bukti-bukti tersebut adalah adanya kenikmatan yang menunjukkan kekuasaan Allah SWT, yang diperlihatkan dengan permulaan penciptaan makhluk-Nya hingga berakhirnya kehidupan ini.
Maka dari uraian-urain tersebut diatas dapat difahami bahwasanya yang terkandung dalam Surat Al Baqarah ayat 29 adalah berbicara tentang penciptaan alam semesta dalam rangka memberi peringatan orang – orang fasik. kemudian Allah juga menciptakan segala apa yang ada di bumi dan di langit untuk manusia, dengan demikian ayat tersebut tidak membicarakan proses penciptaan alam, melainkan lebih ditunjukan untuk menjelaskan posisi alam sebagai tempat yang penuh karunia tuhan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia sehingga manusia dapat bersyukur atas karunia tersebut dan meningkatkan keimanannya.
Berkaitan Dengan surat Al Baqarah ayat 29, ada pula ayat Al Quran yang masih ada hubungannya dengan materi pendidikan yaitu Surat Al-A’raf Ayat 54.
cÎ)ãNä3­/u ª!$# Ï%©!$#t,n=y{ÏNºuq»yJ¡¡9$#uÚö F{$#ur ÎûÏp­GÅ5Q$­r&§NèO3 uqtGó$# n?tãĸóyêø9$#ÓÅ´øóã@ø9©9$#u $pk¨]9$#¼çmç7è=ôÜt$ZWÏWym}§ôJ¤±9$#urtyJs)ø9$#urtPqàf Z9$#ur¤Nºt¤ |¡ãBÿ¾Ín͐öDr'Î/3wr&ã&s!ß,ù=sø:$#âöDF{$#ur3x8u $t6s?ª!$#>u tûüÏHs>»yèø9$#
Artinya :  Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy.[10][10] Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam.
Menurut tafsir al-maraghi, kata Ar-Rabb berarti Tuhan pemilik, pengendali dan pendidik. Sedang Al-Illah ialah sesembahan yang diseru supaya menghilangkan bahaya atau mendatangkan keuntungan, dan yang didekaati dengan ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan yang di harapkan dapat menjadikan-Nya rela. Kemudian kata As Samawati Wal Ard yaitu langit dan bumi, yang dimaksud ialah alam atas dan alam bawah. Se:
Surat Al-Baqarah ayat 29
Bahwa Allah SWT setelah merici ayat-ayat-Nya tentang diri manusia dengan mengingatkan awal kejadian, sampai kesudahannya dan menyebutkan bukti keberadaan serta kekuasaan-Nya kepada Makhluk-Nya melalui apa yang mereka saksikan sendiri pada diri mereka, kemudian Dia menyebutkan ayat-ayat-Nya atau bukti lain yang ada di cakrawala melalui apa yang mereka saksikan, yaitu penciptaan langit dan bumi, untuk menunjukkan kekuasaan-Nya yang meliputi segala-galanya dan menunjukkan betapa banyak karunia-Nya kepada umat manusia dengan menjadikan segala yang di bumi sebagai bekal dan persediaan untuk dimanfaatkan. Untuk itu Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
هو الذي خلق لكم ما في الأرض جميعا ثم استوى إلى السماء فسواهن سبع سموات وهو بكل شيء عليم (29)
Penjelasan
Menurut Syekh Ahmad Musthofa Al-Maraghi makna ayat:2
  • هو الذي خلق لكم ما في الأرض جميعا (Dialah Tuhan yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu) yaitu :
Dalam memanfaatkan benda-benda di bumi ini dapat ditempuh melalui salah satu dari dua cara, yaitu:
1.   Memanfaatkan benda-benda itu dalam kehidupan jasadi untuk memberikan potensi pada tubuh atau kepuasan padanya dalam kehidupan duniawi.
2.   Dengan memikirkan dan memperhatikan benda-benda yang tidak dapat diraih oleh tangan secara langsung, untuk digunakan sebagai bukti tentang kekuasaan penciptanya dan dijadikan santapan rohani.
Dengan ayat ini kita mengetahui bahwa pada dasarnya memanfaatkan segala benda di bumi ini dibolehkan. Tidak seorangpun mempunyai hak mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan oleh Allah kecuali dengan izin-Nya sebagaimana telah difirmankan pada ayat 10 surat Yunus.
  • ثم استوى إلى السماء (kemudian Dia menuju langit) yaitu:
Kata samaa artinya sesuatu yang jauh berada di atas kepala kita. Dan kata Istawaa berarti langsung menuju tujuan tanpa kecenderungan mengerjakan sesuatu yang lain di tengah-tengah menciptakannya.
  • فسواهن سبع سموات (lalu menciptakan tujuh langit) yaitu:
Maksud dari ayat tersebut, Allah menyempurnakan penciptaan langit hingga menjadi tujuh langit.
Menurut Quraisy Shihab makna ayat :3
  • هو الذي خلق لكم ما في الأرض جميعا yaitu:
Dipahami oleh banyak Ulama’ menunjukkan bahwa pada dasarnya segala apa yang terbentang di bumi ini dapat digunakan oleh manusia, kecuali jika ada dalil yang melarangnya.
  • Makna استوىyaitu:
Kata Istawaa pada mulanya berarti tegak lurus, tidak bengkok. Selanjutnya kata itu dipahami secara majazi dalam arti menuju ke sesuatu dengan cepat dan penuh takad bagaikan yang berjalan tegak lurus tidak menoleh ke kiri dan ke kanan.
  • استوى إلى السماء yaitu:
Kehendak Allah untuk mewujudkan sesuatu seakan-akan kehendak tersebut serupa dengan seseorang yang menuju ke sesuatu untuk mewujudkannya dalam bentuk seagung dan sebaik mungkin.
  • فسواهنyaitu:
Bahwa langit itu dijadikanNya dalam bentuk sebaik mungkin, tanpa
sedikit aib/kekurangan apapun. Seperti dalam surat al-Mulk ayat 03.       
Menurut Al-Imam Abul Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-Dimasqy makna ayat:4
  • ثم استوى إلى السماء (kemudian Dia menuju langit) yaitu:
Summa dalam ayat ini menunjukkan ‘ataf khabar kepada khabar, bukan ‘ataf fi’il kepada fi’il yang lain.
Istawaa ilas samaa yaitu berkehendak atau bertujuan ke langit. Makna lafadz ini mengandung pengertian kedua lafadz tersebut, yakni berkehendak dan bertujuan, karena ia dimuta’addi-kan denagn memakai huruf ila.
  • فسواهن سبع سموات (Lalu Dia menciptakan langit tujuh lapis) yakni:
Lafadz as-samaa dalam ayat ini merupakan isim jins, karena itu disebutkan sab’a samaawaat. Maksud ayat ini yaitu Sebagian dari langit berada di atas sebagian  lainnya. Dikatakan sab’a samaawaati artinya tujuh lapis bumi, yakni sebagian berada dibawah yang lain. Ayat ini menunjukkan bahwa bumi diciptakan sebelum langit.
  • وهو بكل شيء عليم (Dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu) yaitu:
Maksudnya, pengetahuan-Nya meliputi semua makhluk yang telah Ia ciptakan sebagaimana dalam firman-Nya:
ألا يعلم من خلق..(الملك : 14)
Rincian makna ayat ini diterangkan dalam surat Fushilat ayat 9-12 yang berbunyi:
قل أئنكم لتكفرون بالذي خلق الأرض في يومين وتجعلون له أندادا ذلك رب العالمين (9) وجعل فيها رواسي من فوقها وبارك فيها وقدر فيها أقواتها في أربعة أيام سواء للسائلين (10) ثم استوى إلى السماء وهي دخان فقال لها وللأرض ائتيا طوعا أو كرها قالتا أتينا طائعين (11) فقضاهن سبع سموات في يومين وأوحى في كل سماء أمرها وزينا السماء الدنيا بمصابيح وحفظا ذلك تقدير العزيز العليم (12)
Di dalam ayat Fushilat terkandung dalil yang menunjukkan bahwa Allah SWT memulai ciptaan-Nya dengan menciptakan Bumi, kemudian menciptakan tujuh lapis langit. Memang demikianlah cara membangun sesuatu, yaitu dimulai dari bagian bawah, setelah itu baru bagian atasnya. Makna ayat ini juga diterangkan dalam surat  an-Naazi’aat 27-33:5
ءأنتم أشد خلقا أم السماء بناها (27) رفع سمكها فسواها (28) وأغطش ليلها وأخرج ضحاها (29) والأرض بعد ذلك دحاها (30) أخرج منها ماءها ومرعاها (31) والجبال أرساها (32) متاعا لكم ولأنعامكم (33) (النازعات : 27-33)
Apakah kalian yang lebih sulit penciptaannya atau langit? Allah telah membinanya. Dia meninggikan bangunannya, lalu menyempurnakannya, dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah dihamparkan-Nya. Ia memancarkan darinya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, (semua itu) untuk kesenangan kalian dan untuk binatang-binatang ternak kalian.
Menurut Ali Ibnu Abu Talhah, dari Ibnu abbas, bahwa As-Daha (Penghamparan),dilakukan sesudah penciptaan langit dan bumi. As-Saddi telah mengatakan di dalam kitab tafsirnya, dari Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu Mas’ud, serta dari sejumlah sahabat sehubungan dengan makna surat al-Baqarah ayat 29. bahwa Arasy Allah SWT berada di atas air, ketika itu Allah belum menciptakan makhluk, maka Dia mengeluarkan asap dari air tersebut, lalu asap (agar) tersebut membumbung di atas air hingga letaknya berada di atas air, dinamakanlah sama (langit).
Kemudian air dikeringkan, lalu Dia menjadikannya bumi yang menyatu. Setelah itu bumi dipisahkan-Nya dan dijadikan-Nya tujuh lapis dalam 2 hari, yaitu Ahad dan Senin. Allah menciptakan bumi di atas ikan besar, dan ikan besar inilah yang disebutkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surat al-Qolam ayat 1 :
ن والقلم وما يسطرون (1)
Sedangkan ikan besar (nun) berada di dalam air. Air berada di atas permukaan batu yang licin, sedangkan batu yang licin berada di atas punggung malaikat. Malaikat berada di atas batu besar, dan batu besar berada di atas angin. Batu besar inilah yang disebut oleh Luqman bahwa ia bukan berada di langit dan juga di bumi.
Kemudian ikan besar itu bergerak, maka terjadilah gempa di bumi, lalu Allah memancangkan gunung-gunung di atasnya hingga bumi menjadi tenang, gunung-gunung itu berdiri dengan kokohnya di atas bumi. Berdasarkan firman Allah dalam surat al-Anbiya’ : 31:
وجعلنا في الأرض رواسي أن تميد بهم ..(31)
Allah menciptakan gunung di bumi dan makanan untuk penghuni-penghuninya dan menciptakan pepohonan dan semuanya diperlukan di bumi pada hari Selasa dan Rabu.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Fushilat ayat 9-10. berdasarkan surat Fushilat ayat 11 yang berbunyi:
ثم استوى إلى السماء وهي دخان ..(فصلت : 11)
Bahwa asap itu merupakan uap dari air tadi. Kemudian asap dijadikan langit tujuh lapis dalam dua hari, yaitu hari Kamis dan Jum’at. Sesungguhnya hari Jum’at dinamakan demikian karena pada hari itu diciptakan langit dan bumi secara bersamaan.
Setelah Allah menyelesaikan penciptaan apa yang Dia sukai, lalu Dia menuju Arasy, sebagaimana dalam firman-Nya surat al-Hadid ayat 4 yaitu :
هو الذي خلق السموات والأرض في ستة أيام ثم استوى على العرش ..(الحديد : 4)
Dia menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia berkuasa di atas Arasy.
Ibnu Jaris mengatakan. Telah menceritakan kepadanya Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Abdullah Ibnu Saleh, telah menceritakan kepadaku Abu Ma’syar, dari Sa’id Ibnu Abu Sa’id, dari Abdullah Ibnu Salam yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah memulai penciptaan makhluk-Nya pada hari Ahad, menciptakan berlapis-lapis bumi pada hari Ahad dan Senin, menciptakan berbagai makanan dan gunung pada hari Selasa dan Rabu, lalu menciptakan langit pada hari Kamis dan Jum’at. Hal itu selesai di akhir hari Jum’at yang pada hari itu juga Allah menciptakan Adam dengan tergesa-gesa. Pada saat itulah kelak hari qiamat akan terjadi.
Menurut Sayyid Quthb makna surat al-Baqarah ayat 29 yaitu:6
  • Banyak sekali uraian para Mufassir dan Teolog tentang penciptaan langit dan bumi, mereka berbicara tentang apa yang ada sebelum penciptaan dan sesudahnya dan juga tentang istawaa. Mereka lupa bahwa sebelum dan sesudah adalah dua istilah yang digunakan manusia dan keduanya itu tidak menyentuh sisi Allah dan istawaa adalah istilah kebahasaan yang disini hanya menggambarkan bagi manusia (makhluk terbatas ini), suatu substansi yang tidak terbatas.
  • هو الذي خلق لكم ما في الأرض جميعاyaitu:
Perkataan “untuk kamu “ memiliki makna yang dalam dan memiliki kesan yang dalam ppula. Ini merupakan kata pasti yag menetapkan bahwa Allah menciptakan manusia ini untuk urusan yang besar.
  • ثم استوى إلى السماء فسواهن سبع سمواتyaitu:
Menurut Sayyid Quthb tidak ada tempat untuk mempersoalkan hakikat
maknanya, karena kata itu adalah lambang ynag menunjuk pada
kekuasaan dan berkehendak untuk membuat sesuatu. Demikian halnya
dengan makna berkehendak menuju penciptaan. Sebagaimana halnya
tidak ada tempat untuk membahas makna tujuh langit serta bentuk
dan jaraknya
  • وهو بكل شيء عليمyaitu:
Karena Alah pencipta segala sesuatu, yang mengatur segala sesuatu. Dan jangkauan pengetahuan-Nya yang mennyeluruh ini sama dengan jangkauan-Nya yang menyeluruh bagi pengaturan-Nya. Hal ini mendorong keimanan kepada Tuhan Yang Maha Pencipta lagi Esa, memotivasi beribadah kepada Yang Maha Memberi rizqi dan nikmat saja merupakan pengakuan yang indah terhadapnya.      
Pesan dari ayat ini adalah bumi diciptakan untuk manusia, dimana Allah menciptakan bumi agar manusia berperan sebagai khalifah, berperan aktif dan utama dalam peristiwa-peristiwa serta pengembangannya. Dia adalah pengelola bumi dan pemilik alat, bukan dikelola oleh bumi dan menjadi hamba yang diatur atau dikuasai oleh alat. Tidak juga tunduk pada perubahan dan perkembangan yang dilahirkan oleh alat-alat, sebagaimana diduga bahkan dinyatakan oleh paham materialisme.
Informasi Allah ini bertujuan mengecam orang-orang kafir yang mempersekutukan Allah, padahal Dia adalah pencipta yang menguasai alam raya ,yang menghamparkan bumi manusia dan menyerasikan langit agar kehidupan di dunia menjadi nyaman. Semua iti tidak ada tempatnya untuk dibahas karena keterbatasan akal manusia, sekaligus karena membahasnya dan mengetahuinya sekalipun tidak berkaitan dengan tujuan penciptaan manusia dan sebagai hamba Allah dan khalifah di dunia. Demikianlah segmen surat ini, semuanya difokuskan pada masalah keimanan, dan seruan untuk memilih rombongan konvoi orang-orang yang beriman dan bertaqwa.
2   Surat Al-Mulk ayat 1-4
Yaitu surat yang menunjukkan tentang seluruh kerajaan (kekuasaan) ada dalam tangan Allah.
Surat al-Mulk ayat 1 berbunyi :

Menurut Prof. Dr. Hamka makna ayat:7
  • تبارك الذي بيده الملك (Maha Suci Dia, yang di dalam tangan-Nya sekalian kerajaan)
Bahwa ayat tersebut mengandung pengertian betapa Tuhan memberi ingatan kepada manusia dalam kerajaan dan kemegahan dalam dunia ini, bahwasannya kerajaan yang sebenar kerajaan, kekuasaan yang sebenar kekuasaan hanya ada dalam tangan Allah.
Segala kerajaan dan kekuasaan yang ada di muka bumi ini, bagaimanapun manusia mengejarnya atau mempertahankannya bila telah dapat diperoleh, tidaklah semua itu benar-benar kerajaan (kekuasaan). Bagaimanapun seorang Raja  memerintah dengan segenap kekuatan, kegagahan dan kadang-kadang kesewenang-wenangan, namun kekuasaan yang seperti demikian hanyalah pinjaman belaka dari Allah dan tidak ada yang akan kekal dipegangnya terus.
Naiknya seorang penguasa pun hanyalah karena adanya pengakuan sedang Allah sebagai Maha Kuasa dan Maha Menentukan, tidaklah Dia berkuasa karena diangkat. Itulah sebabnya maka mustahil Allah itu beranak, sebab Allah itu hidup selama-lamanya dan Maha Kuasa untuk selama-lamanya.
  • وهو على كل شيء قدير (Dan Dia atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Menentukan) yaitu:
Sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa, pembagi kekuasaan kepada sekalian raja dan penguasa di dunia (di seluruh alam ini), baik di bumi atau di langit, Allah lah yang maha menentukan segala sesuatu. Segala sesuatu adalah meliputi segala sesuatu, baik yang sangat besar maupun yang sangat kecil. Allah maha kuasa













No comments:

Post a Comment