Thursday, March 17, 2016

Nama : Moh. Faisal
Nim : 1414231076
Fak/jur : syariah/perbankan syariah 2

Surat Al-Qasas Ayat 26 (pekerjan buruh atau sewa menyewa)
قَالَتْإِحْدَاهُمَايَاأَبَتِاسْتَأْجِرْهُ ۖ إِنَّخَيْرَمَنِاسْتَأْجَرْتَالْقَوِيُّالْأَمِينُ
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".
Ijârah berasal dari kata al-ajr yang berarti sama dengan kata al-‘iwadh yaitu ganti rugi atau upah. Menurut Dr. Helmi Karim, Ijârah dalam pandangan syara' berarti akad atas manfaat dengan imbalan atau tukaran dengan syarat-syarat tertentu. Dalam arti luas, Ijârah bermakna suatu akad yang berisi penukaran manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu.
Sedangkan Dwi Suwiknyo, SEI. dalam bukunya Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, memberikan makna Ijârah dengan arti akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Mu’ajir memberikan upah atau uang sewa kepada musta’jir, sehingga musta’jir mengakui pendapatan sewa atau upah. Misalnya, transaksi mahasiswa yang menyewa rumah untuk kos tempat tinggalnya selama kuliah atau para pekerja yang mendapatkan upah atau gaji setiap bulannya. Dalam al-Quran bentuk kalimat kerja Ijârah yakni ista’jartu disebut dalam QS. Qhashas (28); 26,
Ayat ini merupakan salah satu bagian ayat yang menceritakan kisah nabi Musa ketika hijrah ke Negeri Madyan karena akan dibunuh oleh Fir’aun dan anak buahnya.
Sebelum membahas QS. Al-Qashash (28); 26 diatas, karena ayat tersebut ialah sebuah cerita sunah nabi Musa ‘alaih al-salâm yang dalam pandangan ulama’ Islam diistilahkan dengan syar’u man qablana, maka, perlu kiranya penulis sampaikan pembahasan syariat umat terdahulu yang bisa dijadikan pijakan istidlâl.
Wahbah al-Zuhailiy mengatakan bahwa Syar’u man qablana ialah hukum-hukum yang disyariatkan Allah kepada umat terdahulu melalui perantara para nabi mereka seperti nabi Ibrahim, Musa, Dawud, dan Isa ‘alaihim al-salâm.

Terhadap klasifikasi yang ketiga ini para ulama’ terpilah menjadi dua kubu, dimana mayoritas Hanafiyah, malikiyah, sebagian Syafi’iyah dan Imam Ahmad dalam satu riwayat yang kuat berpendapat bahwa hukum-hukum tersebut termasuk syariat bagi kita. Sedangkan Syafi’iyah berdasarkan pendapat yang kuat menurut mereka, Asy’ariyah, Mu’tazilah dan Syi’ah berpendapat bahwa syar’u man qablana bukanlah termasuk syariat kita.
Menurut analisis penulis, QS. Al-Qashash (28); 26 dengan didukung oleh dalil-dalil lain tentang Ijârah baik dari al-Quran. maupun Sunah Nabi, termasuk dalam klasifikasi syar’u man qablana bagian kedua, yakni hukum-hukum yang ditetapkan oleh syariat kita dan hukum-hukum tersebut berlaku pada kita umat nabi Muhammad SAW.
Sebagaimana ayat sebelumnya, dalam memahami QS. Al-Qashash (28); 26, juga perlu untuk diperhatikan beberapa kata kunci sebagai berikut:
Ista’jirhu              : Ambillah upahan dia sebagai pekerja
Ista’jarta             : Engkau ambil upahan sebagai pekerja
Al-Qawiyu           : yang kuat
Al-aminu             : dapat dipercaya

      1.       Ulama Syafi’iyah memberikan defenisi Ijârah sebagai berikut:
الايجار هو عقد على منفعة مقصودة معلومة محابة قابلة للبذل والاباحة بعوض معلوم   
Ijârah adalah akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu.
      2.       Ijârah menurut ulama Hanafiyah:
الايجار هو عقد علي المنا فع بعوض                                                                
            “Ijârah adalah akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti.”




      3.       Ulama Malikiyah yang juga diamini oleh Hanabilah mendefinisikan Ijârah:
الايجار هو تمليك منا فع شيئ مباحة مدة معلومة بعوض
Ijârah adalah menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu dengan mengganti.
Ada yang menerjemahkan Ijârah sebagai jual beli jasa (upah mengupah), yakni mengambil manfaat tenaga manusia, ada pula yang menerjemahkan sewa-menyewa, yakni mengambil manfaat dari barang.
Mayoritas ulama’ fiqh berpendapat bahwa Ijârah adalah menjual manfaat, dan yang boleh disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya. Oleh karena itu mereka melarang menyewakan pohon untuk diambil buahnya, domba untuk diambil susunya, dan lain sebagainya, yang semua itu bukan manfaatnya tetapi bendanya.

Tafsir Jalalayn
(Salah seorang dari kedua wanita itu berkata) yakni wanita yang disuruh menjemput Nabi Musa yaitu yang paling besar atau yang paling kecil ("Ya bapakku! Ambillah dia sebagai orang yang bekerja pada kita) sebagai pekerja kita, khusus untuk menggembalakan kambing milik kita, sebagai ganti kami (karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja pada kita ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya") maksudnya, jadikanlah ia pekerja padanya, karena dia adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. Lalu Nabi Syuaib bertanya kepada anaknya tentang Nabi Musa. Wanita itu menceritakan kepada bapaknya semua apa yang telah dilakukan oleh Nabi Musa, mulai dari mengangkat bata penutup sumur, juga tentang perkataannya, "Berjalanlah di belakangku". Setelah Nabi Syuaib mengetahui melalui cerita putrinya bahwa ketika putrinya datang menjemput Nabi Musa, Nabi Musa menundukkan pandangan matanya, hal ini merupakan pertanda bahwa Nabi Musa jatuh cinta kepada putrinya, maka Nabi Syuaib bermaksud mengawinkan keduanya.
Tafsir Quraisy Shihab
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, "Wahai Ayah, pekerjakan pemuda itu untuk menggembala atau mengurus domba piaraan kita dengan gaji! Sungguh, ia adalah orang yang paling baik yang engkau pekerjakan, karena tenaganya kuat dan dirinya dapat dipercaya."
Muamalah merupakan bagian dari rukun islam yang mengatur hubungan antara seseorang dan orang lain. Contoh hukum islam yang termasuk muamalah salah satunya adalah ijarah (sewa-menyewa).
Seiring dengan perkembangan zaman, transaksi muamalah tidak terdapat miniatur dari ulama klasik, transaksi tersebut merupakan terobosan baru dalam dunia modern.Dalam hal ini kita harus cermat, apakah transaksi modern ini memiliki pertentangan tidak dengan kaidah fiqih? Jika tidak, maka transaksi dapat dikatakan mubah.
Dalam makalah ini akan dijelaskan secara sederhana tentang landasan untuk mempekerjakan seseorang, memberi upah maupun sewa menyewa terkait QS Al Qashas ayat 26.

Penafsiran Ayat
a.        Penafsiran Para Ulama
Ketika kedua wanita itu tiba kembali di rumah lebih dini dari biasanya, ayah mereka merasa agak heran dan bertanya kepada mereka, gerangan apakah yang menjadikan mereka dapat menyelesaikan tugas mereka lebih cepat daripada biasanya, lalu diceritakanlah kepada sang ayah apa yang dilakukan oleh Musa untuk menolong mereka memberi minum ternak sehingga dengan cepat mereka dapat kembali ke rumah. Syu’aib ( ayah kedua wanita ) itu pun mengundang Musa untuk berkenalan sambil ingin menyatakan terima kasihnya atas pertolongan Musa terhadap anak-anaknya.
Setiba Musa di rumah Syu’aib berceritalah ia kepada tuan rumahnya, bagaimana ia lari dari Mesir ketakutan sampai ia bertemu dengan gadis-gadis Syu’aib.
Apa yang terjadi setelah pembicaraan Musa dengan orang tua kedua wanita itu tidak lagi diuraikan al-qur’an, termasuk jamuan dan balasan budi baik yang dijanjikan untuk Musa. Ayat tersebut langsung berpindah uraian dengan menyatakan bahwa salah seorang dari kedua wanita itu yakni yang datang mengundangnya berkata :“wahai ayahku, pekerjakanlah dia agar ia dapat menangani pekerjaan kita selama ini antara lain menggembala ternak kita karena sesungguhnya dia adalah orang yang paling baik yang engkau pekerjakan untuk tugas apapun adalah orang yang uat fisik dan mentalnya lagi terpercaya.”
Pernyataan itu adalah suatu pujian yang sangat halus dari seorang gadis terhadap seorang pria dan menyatakan bahwa pegawai yang baik adalah yang kuat (sanggup melaksanakan tugas) dan kepercayaan serta jujur.

b.      Hubungan Ekonomi Terkait QS Al Qashas ayat 26
Dalam QS Al Qashas ayat 26 dijadikan landasan dalam mempekerjakan seseorang, memberi upah maupun sewa menyewa. Para ulama’ berbeda pendapat dalam hal upah atau imbalan terhadap pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya ibadah atau perwujudan ketaatan kepada Allah. Sebagaimana yang dilakukan oleh Syu’aib dan Nabi Musa.
Ketika kedua wanita itu kembali lebih cepat dengan membawa kambing-kambing ke rumah ayahnya, sang ayah pun tidak percaya dengan kedatangan keduanya yang begitu cepat. Dia menyanyakan tentang kondisi kedua putrinya itu. Lalu keduanya menceritakan peristiwa tentang yang dilakukan oleh Musa. Maka sang ayah mengutus salah satu dari kedua puterinya itu untuk mengajak Musa menemui dirinya. Firman Allah: fajaa-atHu ihdaaHumaa tamsyii ‘alas tihyaa-i (“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari wanita itu berjalan dengan malu-malu.” Yaitu jalannya wanita-wanita yang terhormat [bukan budak].”)
Pada ayat-ayat sebelumnya, Allah menjelaskan bahwa setelah tersebar berita bahwa Musa telah membunuh seorang penduduk asli Mesir, datanglah seorang kaum Fir’aun menemui Musa dan menasehatinya untuk segera lari meninggalkan Mesir karena Fir’aun telah memerintahkan tentaranya untu membunuhnya sehingga Musa terpaksa meninggalkan Mesir dengan segera. Dalam perjalanan Musa meninggalkan Mesir, ia menolong dua gadis yang sedang menunggu untuk mengambil air dan memberi minum ternak mereka. Salah seorang dari kedua gadis itu mengatakan bahwa bapak mereka mengundang Musa ke rumahnya untuk menerima balasan atas jasa baik yang telah diberiannya. Musa memenuhi undangan itu dan menceritakan kepada orang tua itu semua pengalamannya sampai dia bertemu dengannya.

Pada ayat inilah dijelaskan mengenai permintaan gadis itu terhadap bapaknya agar Musa diangkat sebagai pembantu mereka. Permintaan ini berkenaan di hati orang tua itu, bahkan ia menawarkan kepada Musa supaya mengawini salah seorang putrinya, dengan ketentuan ia harus bekerja padanya selama delapan tahun.

 Kalau Musa mau bekerja sepuluh tahun, maka itulah yang paling baik sebagai mana dijelaskan pada ayat setelahnya.

Sebagaimana diriwayatkan dari Amirul Mukminin, ‘Umar ra, berkata: “Dia datang dengan menutupkan dengan pakaiannya ke wajahnya.”
Ibnu Abi Hatim berkata bahwa ‘Amir bin Maimun berkata, ‘Umar ra. berkata: “Dia datang berjalan dengan malu-malu dengan menutupkan pakaian ke wajahnya, bukan wanita yang amat berani dan sering keluar rumah.” Isnadnya shahih.

Al-Jauhari berkata: “Kata [assalfa’u] pada laki-laki adalah pemberani, dan pada wanita adalah aktif dan gesit, sedangkan pada unta adalah tangkas.”

Qaalat inna abii yad’uuka liyajziyaka ajra maa saqaita lanaa (“Ia berkata: ‘Sesungguhnya ayahku memanggilmu, agar ia memberi balasan terhadap kebaikanmu memberi minum ternak kami.’”) ini merupakan sikap beradab dalam bertutur kata, dimana ia tidak memintanya secara mutlak, agar tidak menimbulkan perasaan curiga, bahkan ia berkata: “Sesungguhnya ayahku memanggilmu untuk memberikan balasan bagi kebaikanmu memberi minum ternak kami.” Yaitu “agar ia memberikan balasan dan memberimu upah atas pertolonganmu memberikan minum ternak kami.”

Falammaa jaa-aHu wa qash-sha ‘alaiHil qashasha (“Maka tatkala Musa mendatangi ayahnya dan menceritakan kepadanya cerita tentang dirinya.”) yaitu dia menceritakan kepadanya perkara yang terjadi terhadap dirinya yang menyebabkan ia keluar dari negerinya.
Qaala laa takhaf najauta minal qaumidh dhaalimiin (“Ayahnya berkata: ‘Jangan kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang dhalim itu.’”) ia berkata: “Tenteramlah jiwamu dan luruskanlah pandanganmu, karena engkau telah keluar dari kerajaan mereka. mereka tidak memiliki kekuasaan di negeri kami.” Untuk itu dia berkata: takhaf najauta minal qaumidh dhaalimiin (“Kamu telah selamat dari orang-orang yang dhalim itu.”)

Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang siapa ayah wanita ini. Ada beberapa pendapat, salah satunya berpendapat bahwa ayahnya itu adalah Syu’aib as. salah seorang Nabi yang diutus kepada penduduk Madyan. Inilah pendapat yang masyur di kalangan banyak ulama. Juga dikatakan oleh al-Hasan al-Bashri dan selainnya.

     Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, telah bercerita kepada kami ‘Abdul ‘Aziz al-Azdi, dari Malik bin Anas, telah sampai kabar kepadanya, bahwa Syu’aib as. lah yang diceritakan oleh Musa tentang dirinya. Dia berkata: “laa takhaf najauta minal qaumidh dhaalimiin (“Jangan kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang dhalim itu.”)

Ath Thabrani meriwayatkan dari Salamah bin Sa’ad al-Ghazi, bahwa seorang utusan datang kepada Rasulullah saw. dan berkata kepadanya: “Selamat datang kaum Syu’aib dan dua saudari Musa, semoga engkau diberi hidayah.”
Ulama lain berkata: “Dia adalah anak laki-laki saudara Syu’aib.” Pendapat lain mengatakan: “Dia adalah seorang laki-laki Mukmin dari kaum Syu’aib.”

Firman Allah: qaalat ihdaaHumaa yaa abatis ta’jirHu inna khaira manis ta’jartal qawiyyul amiin (“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: ‘Ya bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja [pada kita], karena sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil untuk bekerja [pada kita] ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.’”) yaitu berkata salah seorang putri laki-laki ini. Satu pendapat mengatakan, wanita itu adalah yang pergi di belakang Musa as. ia berkata kepada ayahnya: yaa abatis ta’jirHu (“Hai ayahku, ambillah ia sebagai pekerja.”) yaitu sebagai penggembala kambingnya.

‘Umar, Ibnu ‘Abbas, Syuraih al-Qadhi, Abu Malik, Qatadah, Muhammad bin Ishaq dan selainnya berkata: Ketika wanita itu berkata: inna khaira manis ta’jartal qawiyyul amiin (“sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil untuk bekerja [pada kita] ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.’”) maka ayahnya berkata kepadanya: “Apa yang kamu ketahui tentang itu?” wanita itu berkata: “Dia telah mengangkat sebuah batu besar yang tidak mampu diangkat kecuali oleh 10 orang laki-laki. Dan saat aku datang bersamanya, aku berjalan di depannya, lalu ia berkata kepadaku: ‘Berjalanlah di belakangku.’ Jika ia berbeda jalan denganku, ia memberikan sebuah tanda batu kerikil agar aku mengetahui kemana ia berjalan.”

Sufyan ats-Tsauri berkata dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: “Manusia paling cerdik ada 3 orang; Abu Bakar yang memberikan kecerdikannya kepada ‘Umar, teman Yusuf ketika ia berkata: ‘Berikanlah kepadanya tempat yang baik,’ dan teman wanita Musa berkata: “yaa abatis ta’jirHu inna khaira manis ta’jartal qawiyyul amiin (“Ya bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja [pada kita], karena sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil untuk bekerja [pada kita] ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”) ayahnya berkata: innii uriidu an unkihaka ihdabnatayya Haataini (“Sesungguhnya aku bermaksud menikahkanmu dengan salah seorang dari kedua anakku ini.”) Laki-laki ini memintanya untuk menggembalakan kambingnya dan menikahkannya dengan salah seorang putrinya.

Syu’aib al-Jubba-i berkata: “Keduanya cantik dan molek.”
Para murid Abu Hanifah mengambil dalil ayat ini tentang sahnya jual beli, dimana salah seorang berkata: “Aku jual kepadamu salah seorang budak ini dengan harga 100.” Lalu yang lain berkata, “Aku beli.” Maka sah. wallaaHu a’lam.

Firman-Nya: ‘alaa an ta’juranii tsamaaniya hijajin fa in atsmamta ‘asyran fa min ‘indika (“Atas dasar bahwa engkau bekerja denganku delapan tahun dan jika engkau cukupkan sepuluh tahun, maka itu adalah darimu.”) kewajibanmu hanya menggembalakan kambingku selama delapan tahun. Jika engkau mendermakan dengan melebihkannya dua tahun maka itu adalah darimu sendiri. Kalau tidak, cukup delapan tahun saja.
Wamaa uriidu an asyuqqa ‘alaika satajidunii insyaa allaaHu minash shaalihiin (“Maka aku tidak hendak memberatkanmu. Dan engkau insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.”) yaitu aku tidak akan memberatkanmu, tidak menyakitimu dan tidak menguasaimu.

Firman Allah mengabarkan tentang Musa: qaala dzaalika bainii wa bainika ayyamal ajalaini qadlaitu falaa ‘udwaana ‘alayya wallaaHu ‘alaa maa naquulu wakiil (“Dia [Musa] berkata: ‘Inilah [perjanjian] antara aku dan dirimu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku [lagi]. Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan.’”) ia berkata, Sesungguhnya Musa berkata kepada mertuanya: “Perkaranya sesuai dengan yang engkau katakan, dimana engkau menjadikan aku sebagai pegawai selama delapan tahun. Jika aku sempurnakan menjadi sepuluh tahun, maka itu berarti dariku. Mana saja yang paling minimal aku lakukan, maka aku telah bebas dari tanggungan dan telah keluar dari syarat yang ada.

Untuk itu ia berkata: ayyumal ajalaini qadlaitu falaa ‘udwaana ‘alayya (“Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku [lagi].”) maka tidak mengapa bagiku, sekalipun sempurna itu lebih baik sekalipun mubah, karena ia merupakan kelebihan dari satu sisi dengan dalil yang lain, sebagaimana Allah berfirman: faman ta’ajjala fii yaumaini falaa itsma ‘alaiHi wa man ta-akhkhara falaa itsma ‘alaiHi (“Barangsiapa yang ingin cepat berangkat [dari Mina] sesudah dua hari, maka tak ada dosa baginya. Dan barangsiapa yang menangguhkan [keberangkatannya dari dua hari itu], maka tidak ada dosa pula baginya.”)(al-Baqarah: 203)

Sesungguhnya dalil menunjukkan bahwa Musa as. melakukan dua waktu yang paling sempurna dan lengkap.

Al-Bukhari berkata, bahwa Sa’id bin Jubair berkata: “Seorang Yahudi dari penduduk Hirah bertanya kepadaku, waktu yang mana yang ditunaikan Musa dari waktu yang ditetapkan. Aku berkata, “Aku tidak tahu hingga aku bertanya kepada ahli bahasa Arab, aku bertanya kepadanya, lalu aku ajukan kepada Ibnu ‘Abbas. Maka aku menanyakannya dan beliau berkata: ‘Katakanlah, bahwa dia menunaikan waktu yang paling lama dan paling baik. Karena seorang Rasul Allah jika berkata, ia pasti lakukan.’

Diriwayatkan dari hadits Ibnu ‘Abbas secara marfu’, ia berkata, Ibnu Jarir berkata dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Aku bertanya kepada Jibril, waktu yang mana yang ditunaikan Musa as ? Jibril menjawab: ‘Yang paling lengkap dan paling sempurna [di antara keduanya].’” HR Ibnu Abi Hatim dan al-Bazzar meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, dari Nabi saw.

Kemudian Ibnu Abi Hatim berkata dari Yusuf bin Tirah, bahwa Rasulullah saw. ditanya, “Dua masa mana yang dilakukan Musa?” beliau menjawab, “Aku tidak mengetahui.” Lalu Rasulullah saw. bertanya kepada Jibril dan Jibril menjawab, “Aku tidak mengetahui.” Lalu Jibril bertanya kepada Malaikat yang berada di atasnya dan mereka menjawab, “Aku tidak mengetahui.” Maka malaikat itu bertanya kepada Rabb tentang apa yang dipertanyakan Jibril dari pertanyaan Muhammad saw. Maka Allah menjawab, “Dia menunaikan yang paling bagus dan paling baik.” Hadits ini mursal serta ada dalam jalan lain secara mursal. Ini merupakan jalan-jalan yang saling mendukung. Kemudiah hal ini diriwayatkan dari Abu Dzarr ra, al-Hafizh Abu Bakar al-Bazzar berkata dari Abu Dzarr ra. bahwa Nabi saw. ditanya, manakah dua waktu yang ditunaikan Musa? Beliau menjawab: “Yang paling lengkap dan paling baik. Ia berkata: dan jika engkau ditanya tentang dua wanita mana yang dinikahinya? Maka katakanlah: yang paling muda.”

Kemudian al-Bazzar berkata: “Kami tidak mengetahui yang diriwayatkan dari Abu Dzarr kecuali dengan isnad ini.”
Salah seorang diantara putri-putrinya berkata, “upahilah Musa untuk menggembalakan kambingmu, karena sebai-baik orang yang diupahi untuk menggembala ialah orang yang kuat dalam menjaga dan mengurus kambing, seorang yang dapat dipercaya yang tidak di khawatirkan akan menghianati amanat.

Rupanya orang tua itu tidak memiliki anak laki-laki dan tidak pula mempunyai pembantu. Oleh sebab itu, yang mengurus semua urusan keluarga itu hanyalah kedua putrinya saja, sampai keduanya terpaksa menggembala kambing mereka, di samping mengurus rumah tangga. Terpikir oleh seorang putri itu untuk meminta tolong kepada Musa yang tampaknya amat baik sikap dan budi pekertinya dan kuat tenaganya menjadi pembantu di rumahnya.

Tidak diragukan lagi, perkataan wanita itu termasuk perkataan yang padat dan mengandung hikmah yang sempurna. Sebab manakala kedua sifat ini keterpercayaan dan kemampuan terdapat pada seseorang yang mengerjakan suatu perkara, maka ia akan mendatangkan keuntungan dan keberhasilan.



No comments:

Post a Comment